-->

Sertifikasi Wawasan Kebangsaan untuk Dai, Perlukah?


Oleh: Tri S, S.Si

"Sertifikasi Wawasan Kebangsaan bagi dai akan jadi instrumen untuk segregasi, terutama meminggirkan dai yang kritis. Ini jelas pola klasik jahiliyah yang dipakai Belanda untuk meredam para ulama jaman dahulu." Cuit Fadli Zon dalam akun Twitternya @Fadlizon, Jumat (4/6/2021).


Kementerian Agama akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan bagi dai dan penceramah agama. Hal itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat rapat dengan Komisi VIII DPR, Senin (31/5/2021) lalu.


Yaqut mengatakan, sertifikasi ini terkait dengan penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah. (www.tribunnews.com, 5/6/2021).


Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, wawasan berarti hasil mewaswas, tinjauan, pandangan, konsepsi dan cara pandang. Sedangkan arti kebangsaan adalah ciri-ciri yang menandai golongan bangsa. Juga berarti kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa wawasan kebangsaan adalah cara pandang atau konsepsi yang dilandasi kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Dalam kementerian agama, adanya sertifikasi wawasan kebangsaan ini merupakan modifikasi program penceramah dan dai. Rancangan kebijakan yang menimbulkan polemik di masyarakat sejak tahun 2019 ini mulai menemukan jalannya. 


Sebelumnya, poin wawasan kebangsaan telah mampu meruntuhkan 75 anggota KPK berpotensi karena gagal menjadi ASN tersebab tidak lulus tes wawasan kebangsaan. Nampak bahwa kementerian agama ingin mendulang kemenangan yang sama.


Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Dr Amirsyah Tambunan menolak rencana Menteri Agama (Menag), karena selama ini para dai dan penceramah yang berasal dari NU, Muhammadiyah, dan Al Wasliyah sudah memperoleh wawasan kebangsaan yang dilaksanakan MUI dengan dai bersertifikat dalam program penguatan kompetensi dai, termasuk wawasan kebangsaan. (www.republika.co.id, 4/5/2021)


Bukan wawasan kebangsaan bagi dai dan penceramah, tetapi seharusnya yang lebih ditingkatkan adalah kompetensinya baik dari segi keilmuan, yaitu pemahaman akan syariat secara menyeluruh dan penerapannya dalam memecahkan permasalahan kehidupan, juga metodologi dakwah sesuai tuntunan Rasulullah. 


Sertifikasi wawasan kebangsaan juga bertujuan untuk penguatan moderasi beragama.

Dalam buku Moderasi Beragama yang diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag) pada 2019, istilah moderasi beragama merujuk pada cara pandang, sikap, dan perilaku yang tidak ekstrem dalam beragama. Artinya, ada keseimbangan antara pengamalan agama sendiri serta penghormatan pada praktik beragama orang lain. Disebut pula, moderasi beragama menjadi kunci dalam toleransi serta kerukunan antar-umat beragama, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional.


Ditengah karut marut permasalahan yang menimpa bangsa ini, sertifikasi wawasan kebangsaan bagi dai bisa memantik perpecahan di antara umat. Nantinya akan ada kelompok dai yang bersertifikasi dan tidak. Lalu apakah dai yang tidak bersertifikasi dilarang berdakwah sedangkan dakwah adalah konsekuensi dari kewajiban amar makruf nahi mungkar. Bukannya mempererat persatuan tetapi malah menimbulkan permasalahan baru. 


Rupanya wawasan kebangsaan telah menjadi senjata baru bagi pemerintah dalam melanggengkan agenda kepemimpinannya. Senjata ini juga yang akhirnya digunakan untuk mengaruskan moderasi ditengah umat. 


Selain dua hal di atas, sertifikasi dai dan penceramah juga bertujuan untuk meningkatkan kompetensi merespon isu aktual. Hal ini berpotensi untuk membungkam dai yang kritis terhadap penguasa dan dai yang sering mendapat perlakuan persekusi dan pembatalan karena dituduh radikal.


Dalam pandangan Islam, berdakwah merupakan kewajiban setiap umat muslim. 


Allah Swt. Berfirman, 

“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Q.S. Luqman [31]: 17).


Jadi dakwah bukanlah kewajiban khusus para da'i, tetapi seluruh umat muslim. Dan wajib menuntut ilmu, mempelajari Islam secara sempurna dan mampu menerapkannya dalam kehidupan. Menjadikan Al Qur'an dan hadis sebagai pedoman hidup. Sehingga dapat saling menasehati jika ada perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. 


Kontrol masyarakat terhadap lingkungan dan penguasa akan menciptakan suasana harmonis, penuh ketaqwaan dan mendatangkan rahmat dan keberkahan Allah Swt. Ikatan yang kuat karena akidah tidak mudah dipecah belah. Jauh dari ketidakpastian program moderasi dalam menyatukan masyarakat.


Lingkungan masyarakat seperti ini hanya mampu diwujudkan oleh daulah kilafah. Dimana syariat Islam mampu diterapkan secara sempurna karena menjadikan Al Qur'an dan hadis sebagai sumber hukum dan pedoman hidup masyarakat.


Dalam surat Al-A'raf, Allah Swt. berfirman,

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A'raf: 96)