-->

Krisis Pangan Jadi Ancaman, Ada Apakah Gerangan?


Oleh: Asyrani (Pemerhati Umat)

Lagi – lagi persoalan pangan kembali mencuat di permukaan. Mengingat kedudukan pangan sebagai kebutuhan pokok dalam mengarungi kehidupan, maka penuntasannya patut diprioritaskan. Namun, hingga kini dunia masih merasakan derita. Beberapa wilayah belahan dunia mengalami krisis pangan, terutama daerah yang penuh konflik menderanya.


Sebut saja Myanmar, negara yang masih hangat – hangatnya mengalami kudeta. Semenjak perebutan kekuasaan militer yang mendorong pemimpin sipil lengser pada Februari lalu, mengakibatkan ekonomi dan sistem perbankan nasional lumpuh. Mata pencaharian telah hilang dan harga bahan bakar melonjak. Mereka yang cukup beruntung memiliki tabungan bank harus mengantri sepanjang hari. Sementara yang lain, bertualang di tempat umum untuk mencari nafkah tanpa peduli akan mengancam keselamatan diri (lenterasultra.com, 29/05/2021).


Contoh lain ialah Suriah. Konflik bersenjata selama satu dekade telah menyebabkan kekurangan gandum yang parah akibat lahan – lahan pertanian semakin sedikit. Selain itu, banyak pula toko roti yang ikut hancur dan tidak dapat beroperasi selama konflik. Kondisi itu diperparah dengan kebijakan distribusi roti yang diskriminatif, yang mana ada pembatasan jumlah roti bersubsidi yang dapat dibeli (Republika.co.id, 30/05/2021).


Namun dibalik itu, masih ada negara yang hidup nyaman tanpa khawatir kelaparan. Mereka ialah para pelaku kapitalis yang telah mengeksploitasi SDA di Negara berkembang. Dengan sistem 3G (gold, glory and gospel), mereka tetap mampu mengumpulkan asap dapur negara. Tentu saja melalui penjajahan berkedok investasi dan kerjasama. Sementara negara jajahannya, hanya memperoleh kerusakan iklim dan lingkungan. 


Sungguh  ironis, bukan. Buah kegagalan hegemoni dari sistem kapitalis yang eksploitatif kian dirasakan. Karakter kebijakan yang sangat pro dengan para korporat menyebabkan stok pangan terus menerus terdegradasi. Alhasil, pasokan pangan tidak mencukupi. Selain itu, kapitalisme juga membuat penguasa miskin hati kepada rakyatnya. Sehingga mereka tega mengorbankan nyawa rakyat demi eksistensi kekuasaannya. Kedzaliman distribusi pangan pun semakin dikuatkan dengan kesenjangan pangan yang terpampang nyata.


Hal ini tentu sangat berbeda ketika Islam mengatur segala sendi kehidupan, termasuk mengatasi berbagai persoalan. Dalam hal ketahanan pangan, maka Islam menjadikan sektor pertanian memiliki peran yang strategis. Dimana peran ini harus didukung oleh negara. Terdapat 3 peran strategis pertanian dalam Islam, yaitu memenuhi ketersediaan pangan bagi rakyat, menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan menjamin kemandirian negara.


Agar peran ini terwujud, maka terdapat mekanisme politik pertanian dalam Islam yang ditempuh oleh negara di bidang pertanian, baik sektor produksi (primer), sektor industri (sekunder), maupun sektor perdagangan dan jasa (tersier). Sektor pertanian pun erat kaitannya dengan sektor lain, seperti industri, perdagangan, jasa, dan juga tidak terlepas dari sektor pertanahan.


Strategi politik pertanian dan industri yang ditawarkan Islam tersebut selain berpihak pada kemaslahatan umum juga mampu menjadikan negara terbebas dari bayang – bayang  cengkraman negara asing. Sebab pengaturan produksi dan distribusi dalam Islam mutlak berada di tangan pemimpin. Selaku penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat rakyat, yaitu sebagai raa’in (pelayan/pengurus) dan junnah (pelindung).


Adapun untuk mengatur produksi pangan, negara akan melakukan serangkaian upaya. Pertama, optimalisasi produksi, yakni mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan. Mulai dari pencarian lahan yang optimal, benih tanaman, teknik irigasi, pemupukan, penaganan hama hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen. Kedua, adaptasi gaya hidup agar masyarakat tidak berlebih – lebihan dalam konsumsi pangan. 


Ketiga, manajemen logistik. Dimana masalah pangan beserta dengan yang menyertainya, seperti irigasi, pupuk dan anti hama sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah, yakni dengan memperbanyak cadangan saat produksi melimpah dan mendistribusikannya secara efektif saat ketersediaan mulai berkurang. Disinilah teknologi pasca panen sangat penting. Keempat, prediksi iklim, yakni analisis terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan.


Itulah beberapa langkah strategi negara dengan sistem Islam dalam mengatasi persoalan pangan. Sehingga dapat menjamin kedaulatan pangan rakyat dan mewujudkan kemandirian negara. Dengan kebijakan yang sistematis tersebut, tentu akan meminimalisir kemungkinan terburuk yakni krisis pangan yang serius dan berkepanjangan. Wallahu a’lam bish-shawwab.