-->

Keluar Dari Zona Merah Bersama Kapitalisme, Islam Solusinya


Oleh: Sifa Rabania

Pasca liburan panjang, angka Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisian tempat tidur selama satu pekan di Kabupaten Bandung terus meningkat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Grace Mediana mengungkapkan, jumlah keterisisan BOR mencapai 81 persen. Persentase tersebut sempat meninggi pada hari sebelumnya yang mencapai 84 persen (news.detik.com). Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Bandung kembali masuk ke dalam zona resiko tinggi penularan Covid-19 atau zona merah. Peningkatan angkat keterisian tempat tidur juga dialami oleh Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) KBB BOR enam rumah sakit rujukan COVID-19 di Bandung Barat menyentuh angka 98 persen hingga Senin (21/6/2021) (JabarEkspres.com). 

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi meningkatnya kasus Covid-19. Diantaranya, banyak sebagian orang yang tidak mematuhi protokol Kesehatan dengan baik, aktivitas mobilitas yang cukup tinggi, lockdown yang hanya wacana, lemahnya pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment), juga edukasi Covid-19 yang tidak menyeluruh sampai ke setiap lapisan masyarakat. Namun, bila kita telisik lebih dalam, penyebab utama dari kasus covid-19 yang terus menerus meningkat tidak lain adalah penanganan yang salah kaprah dari awal pandemi masuk ke Indonesia. Mengapa demikian, karena masih banyaknya masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan. Banyak yang menganggap bahwa virus covid-19 sama seperti flu biasa dan lain sebagainya. Bukan hal itu saja, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam menangani wabah ini tidak tegas, selalu berubah-ubah dan pilah-pilih sehingga membuat masyarakat tidak percaya lagi terhadap apapun yang dikatakan oleh pemerintah. Ibaratnya, masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. 

Belum lagi ditambah masalah yang mengharuskan masyarakat berhadapan dengan mahalnya biaya kesehatan. Khususnya untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah yang jumlahnya puluhan hingga ratusan juta jiwa dalam menghadapi mahalnya biaya kesehatan sangatlah memberatkan. Pasalnya, saat negara menerapkan paradigma kapitalisme membuat sistem kesehatan hanya berorientasi pada bisnis semata, bukan pengurusan urusan rakyatnya. Semisal, melalui program BPJS-nya, Rakyat banyak terbebani dengan kewajiban membayar premi terlebih dulu untuk mendapatkan layanan kesehatan. Kondisi ini tentu saja sangat memberatkan rakyat. Sudah sakit tambah terjepit, inilah fakta yang terjadi, saat dimana para penguasa memuja dan mengangung-agungkan kapitalisme. Segala sesuatu harus menguntungkan bagi mereka. Fungsi negara yang seharusnya memberikan pelayanan kesehatan dan menyediakan sarana prasarananya secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik, terjadi peralihan sifat relasi yang menekankan posisi rakyatnya sebagai klien dan konsumen. Segala sesuatunya dijadikan lahan bisnis. Padahal kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi dan diperhatikan negara dan rakyatnya berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik, negara tidak boleh abai dalam menjalankan fungsinya.

Pada masa kekhilafahan Islam, konsep pelayanan kesehatan terpadu sudah dilakukan sehingga jaminan kesehatan bukanlah barang mahal yang sulit dijangkau oleh masyarakat. Pada masa Abbasiyah, salah seorang dokter sekaligus ilmuwan bernama Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi memberikan contoh dalam menanamkan pendidikan dengan Islam sebagai landasan. Ia berkata kepada murid-muridnya agar meluruskan niat bahwa menjadi seorang dokter harus memiliki niat yang tulus untuk menyembuhkan orang sakit. Niat mulia ini lebih berharga daripada sekedar berniat untuk mendapatkan upah atau imbalan lainnya.

Pada masa kekuasaan Islam, setiap orang yang sakit dari semua kalangan diberikan perhatian yang sama tanpa membedakan lingkungan strata sosial dan tingkat ekonomi, baik itu muslim maupun non-muslim. Perhatian di bidang kesehatan ini pun tidak hanya terbatas di kota-kota besar melainkan di seluruh wilayah Islam hingga ke pelosok desa, bahkan penjara sekalipun. Pada saat itu sudah ada kebijakan rumah sakit keliling, yang memberikan pelayanan kesehatan dari desa ke desa. Dan hal ini merupakan tanggung jawab negara sekaligus hak publik yang harus dipenuhi.

Berbeda dengan para penguasa muslim saat ini, yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan bersahabat erat dengan para kapitalis. Para penguasa kaum muslim masa lalu bukan hanya mengandalkan anggaran negara. Mereka juga ingin mendapatkan pahala yang terus mengalir. Sehingga mereka pun mewakafkan sebagian besar harta untuk mebiayai rumah-rumah sakit, perawatan dan pengobatan pasiennya. Sebagai contoh Saifuddin Qalawun (673 H/1284 M), salah seorang penguasa pada zaman Abbasiyah mewakafkan hartanya untuk memenuhi biaya tahunan rumah sakit yang didirikan di Kairo, yaitu rumah sakit Al-Manshuri al-Kabir. Yang dari wakaf ini bisa membayar gaji karyawan rumah sakit juga.

Adanya Pandemi seharusnya membuat negeri ini belajar bahwa betapa rapuhnya kapitalisme. Sikap para penguasa kapitalis yang ogah-ogahan untuk mengurusi urusan umat sudah sangat jelas. Dia tak menempatkan diri sebagai pelayan dan pengurus umat. Ibarat ibu dan anak. Ketika anaknya (rakyat) sakit, sang ibu (penguasa) tidak mau mengurusi anaknya, tidak mau memberikan obat terbaik, malah terus-terusan diberi tekanan. entah itu dengan biaya kesehatan yang mahal atau dengan memberi sangat sedikit perhatian yang tidak bisa menyembuhkan anak yang sedang sakit. Oleh karena itu, alangkah baiknya segera berbenah dengan menjadikan Islam kaffah sebagai sistem kehidupan bernegara. Karena konsep Islam sudah teruji, dan penerapannya pun sudah terbukti selama 13 abad. Dari gambaran sekilas tadi, Nampak jelas bagaimana islam terbukti mampu membawa kesejahtraan bagi seluruh rakyat. Adapun penanganan masalah pandemi Islam sudah memiliki solusinya, tinggal kita menerapkannya. Maka sudah semestinya, kita tidak lagi mencari solusi masalah kesejahteraan umat pada sistem di luar islam, karena jika masih berharap pada kapitalisme, sampai kapanpun kesejahteraan rakyat tidak akan pernah terwujud. Kembalilah pada islam niscaya kita akan mendapati konsep-konsep yang gemilang yang menjanjikan kesejahteraan yang hakiki saat diterapkan.

Wallahu’alam bi showwab.