-->

INVESTOR ASING BERBURU HARTA KARUN BAWAH LAUT DI INDONESIA

Oleh : Nabila Fadel

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi izin investor asing dan swasta di dalam negeri untuk mencari harta karun atau benda muatan kapal tenggelam (BMKT) di bawah laut Indonesia. Hal ini diungkap oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bahlil mengatakan izin pencarian harta karun ini merupakan satu dari 14 bidang usaha yang dibuka oleh pemerintah di era implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"14 yang dibuka, (salah satunya) ada pengangkatan benda berharga muatan kapal tenggelam. Jadi kalau mau cari harta karun di laut, bisa lah kau turun," ujar Bahlil saat konferensi pers virtual, (cnnindonesia.com, 3/3/2021)

Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementrian Kelautan dan perikanan mengungkapkan alas an pemerintah membuka izin tersebut, karena beban biaya yang cukup besar dalam setiap pengangkatan BMKT. Biaya setiap pengangkatan ini USD 500.000 hingga USD 1.000.000. Masalahnya, kebijakan perihal izin tersebut legal. Investasi ini tadinya masuk daftar negatif investasi, namun kini terbuka bagi asing dan swasta. Maka tentu saja, kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi yang mengizinkan investor asing untuk berburu harta karun bawah laut di Indonesia ini memicu kontroversi.

BMKT (Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam) adalah benda berharga yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi yang tenggelam di wilayah perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia dan landas kontinen Indonesia, paling singkat berumur 50 (lima puluh) tahun (kkp.go.id, 1/3/2018)

Kegiatan pengelolaan BMKT adalah kegiatan survei, pengangkatan, dan pemanfaatan BMKT. Survei adalah kegiatan mencari dan mengidentifikasi keberadaan dan potensi BMKT. Pengangkatan adalah kegiatan mengangkat dari bawah air, memindahkan, menyimpan, inventarisasi, dan konservasi BMKT dari lokasi asal penemuan ke tempat penyimpanannya. Pemanfaatan adalah kegiatan yang meliputi penjualan kepada pihak ketiga dan pemanfaatan lain untuk Pemerintah.

BMKT memiliki nilai yang kompleks, tidak saja secara ekonomi tapi juga sejarah dan ilmu pengetahuan. Teka-teki mengenai perdagangan, teknologi perkapalan dan hubungan antar bangsa dapat terjawab melalui temuan kapal dan BMKT. Saat ini, Indonesia memiliki potensi peninggalan shipwrecks (bangkai kapal) yang tinggi (kkp.go.id, 1/3/2018).

Karena wilayah perairan Indonesia merupakan wilayah strategis bagi pelayaran dunia sejak dahulu, menghubungkan negara-negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah. Tak heran, BMKT banyak ditemukan terdeposit di perairan nusantara. Berdasarkan estimasi yang dikeluarkan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan (2000), ada ratusan jumlah kapal tenggelam di perairan Indonesia, tersebar sebagian besar di perairan Kepulauan Riau, Selat Karimata, Perairan Bangka-Belitung, Laut Jawa. Sebaran kapal tenggelam tersebut umumnya membawa komoditi dan barang dari Cina, Asia Barat dan Eropa seperti Belanda (VOC), Inggris, Spanyol.

Indonesia sendiri saat ini tercatat memiliki harta karun atau kekayaan laut mencapai USD1.388 miliar atau setara Rp19.133 triliun (kurs Rp14.300) per tahun. Nilai kekayaan laut ini sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Namun, Pemerintah dianggap belum memanfaatkan atau mengoptimalkan kekayaan tersebut dengan baik. Penyebabnya banyak, mulai dari tata kerja yang tidak terstruktur hingga aturan yang membuat investor tidak mau menanamkan dananya di sektor kelautan dan perikanan (detik.com, 8/3/2021).

Akibat kebijakan yang keliru dan gelap mata yang terbungkus ala UU Cipta Kerja dari penguasa, keberadaan kekayaan bawah laut ini pun berpeluang mengalami nasib serupa. Yakni terancam tidak akan dinikmati rakyat sendiri. Melainkan segera dinikmati swasta atau asing.

Betapa zalimnya pengelola negara. Harta karun yang tak terduga keberadaannya ternyata sudah dikapling untuk diliberalisasi. Kapitalisasi yang tumbuh subur oleh sistem demokrasi di negeri ini, telah memfasilitasi keserakahan para pemodal. Banyak unsur ketidakjelasan pengelolaan harta, bahkan tak sedikit praktik-praktik yang diharamkan. Tak hanya itu, hal ini kemudian berdampak pada distribusi harta yang salah sasaran dan tidak berdaya guna.

Ajaran Islam memiliki sistem Khilafah yang berperan menjamin pengelolaan keuangan negara secara mandiri, tidak bergantung pada asing. Khilafah juga menerapkan syariat perihal tata cara kepemilikan, tata cara mengelola kepemilikan, tata cara pengelolaan harta, serta menyuplai orang yang tidak sanggup mencukupi kebutuhan-kebutuhannya. Harta tersebut baik yang bergerak ataupun yang tidak bergerak. Islam memiliki sistem pengelolaan keuangan yang mengatur perihal harta sejenis BMKT ini. 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru ra, bahwa Nabi saw telah ditanya tentang harta yang ditemukan di negeri yang telah porak – poranda. Rasulullah saw bersabda “di dalam harta tersebut dan rikaz ada khumus.”

Berdasarkan hal ini, semua harta yang ditemukan di kota-kota bangsa terdahulu, atau terdapat di tanah mati, serta negeri yang telah hancur merupakan milik penemunya. Setiap penemu rikaz atau barang tambang diambil darinya khumus, baik penemunya laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, berakal maupun gila, muslim ataupun kafir dzimmi. Ini berlaku, baik rikaz (barang temuan) dan barang tambang tersebut jumlahnya sedikit maupun banyak. Bahkan, rikaz (yang telah diambil khumus-nya) diperbolehkan untuk dimiliki penemunya meski dirinya orang kaya.

Khumus sendiri kemudian diserahkan ke Baitulmal. Besaran khumus yang diserahkan ke Baitulmal adalah seperlima dari seluruh harta tersebut. Sementara empat perlimanya dikembalikan kepada penemunya. Khumus yang diambil dari penemu rikaz dan penemu barang tambang, statusnya sama dengan harta fai’, demikian pula status hukumnya.
Khumus disimpan di Baitulmal pada bagian harta fai’ dan kharaj. 

Pengelolaannya pun sama dengan harta fai’ dan kharaj. Penggunaannya menjadi wewenang Khalifah untuk mengatur urusan-urusan umat dan mewujudkan kemashlahatannya.

Khumus ini harus segera dikeluarkan ketika dijumpai rikaz atau barang tambang. Tidak boleh mengulur-ulur waktu pembayarannya ke Baitulmal. Sebagai penjelasan tambahan, untuk barang tambang yang dimiliki oleh penemunya adalah barang tambang yang jumlah depositnya sedikit. Jika jumlah depositnya banyak, maka tidak boleh dimiliki. Karena termasuk harta kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki seseorang, melainkan milik seluruh kaum muslim, sehingga pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan umum.

Harta karun bawah laut BMKT adalah termasuk rikaz (barang temuan). Dalam Islam, pengelolaan rikaz telah jelas, yakni digunakan secara khusus untuk mengatur kepentingan kaum muslim serta kemaslahatan mereka sesuai pendapat dan ijtihad Khalifah. Jadi, sangat keliru jika penguasa malah memberi jalan investasi atau bahkan privatisasi swasta atau asing begitu saja dalam pengelolaan harta karun bawah laut ini.

Waallahu’alam bi showab