-->

Matinya Korupsi ilusi di negeri gila materi

Oleh: Nora Putri Yanti (Aktivis Dakwah Kampus)

Hingga saat ini kasus korupsi masih saja belum ada solusi yang hakiki, sudah seakan hobi yang tidak akan pernah bosan di negeri pemuja materi  yang sangat mendukung tindakan ini, kenapa? Karena menurut mereka korupsi itulah salah satu usaha atau cara lain dalam pemenuhan mencari nafkah versi sistem ini, lucunya negeriku ini bukan. Dimana ada kemanfaatan maka tidak akan dilewatkan tanpa memandang itu halal atau haramnya lagi, tanpa melihat tangisan saudaranya merintih karena hak nya beralih fungsi ke kantong pencuri. 

Dilansir dari Padangkita.com bahwa uang dana infak mesjid raya sumatera barat (sumbar) dikorupsi sebesar Rp718.370.000 ditransfer dalam 22 kali transfer dengan berbagai rekening penerima. Setelah ditelusuri ternyata sumber dana yang dikorupsi itu juga dari dana sisa Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), dana Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan APBD Biro Bina Mental dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, tahun anggaran 2019. Terdakwa yelnazi rinto dituntut jaksa penuntut umum (JPU) 8 tahun penjara dan uang pengganti. (26/01/2021). 


Belum habis keluar rentetan pelaku korupsi jamaah bansos, malah muncul lagi versi barunya. Sungguh miris disaat rakyat menjerit kesusahan ditengah wabah mempertahankan kelangsungan hidupnya, para pejabatnya yang dipercaya selangkah untuk mengurusi mereka seakan berlomba-lomba menikmati yang bukan hak mereka. Dalih yang dikemukakan juga untuk mencukupi kehidupannya dan membayar hutang, tapi haruskah dengan cara mencuri? Kenapa ya kejadian-kejadian seperti ini bisa terjadi? Dan terus bergulir tak berhenti, keluar masuk penjara sudah biasa sepertinya karena tidak nampak efek jera bagi para pelaku nya, apakah tidak ada solusi hakiki?


Mari kita pakai kaca mata Islam untuk menanggapi korupsi ini, jangan malu untuk meliriknya ya, malah kita diwajibkan untuk menggenggamnya. Di sistem Islam para pejabat bukan hanya memikirkan keuntungan duniawi saja, namun ketakwaan dalam memangku suatu jabatan karena beratnya pertanggungjawaban di akhirat kelak yang akan membuat para pejabat takut untuk melakukan kecurangan. Dan juga mereka sudah memdapatkan gaji, maka Islam melarang mereka mendapatakan harta diluar gaji mereka karena itu termasuk kekayaan gelap menurut pandangan Islam. Islam melarang segala bentuk suap (risywah) dengan tujuan apapun. Seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya: " Rasulullah Saw telah melaknat penyuap dan penerima suap (HR.at-Tirmidzi dan Abu Dawud). Serta juga dilarang menerima hadiah (gratifikasi) dalam bentuk apapun, dalam hal ini Rasulullah saw. menegaskan hal tersebut seperti sabdanya " Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan". ( HR Abu Dawud). " Hadiah yang diterima oleh penguasa adalah kecurangan (HR al-Baihaqi).


Masyaallah sungguh luar biasanya sistem Islam, ketika telah mencukupi kebutuhan para pejabatnya untuk menghidupi keluarga dari gaji, tentu tidak akan terfikirkan lagi untuk menambah penghasilannya dengan yang lain apalagi mau membantu menikmati hak rakyatnya juga. Di samping itu, dalam pemerintahan Islam biaya hidup murah karena politik ekonomi negara menjamin terpenuhinya kebutuhan seluruh rakyat. (Abdurrahman al Maliki, Politik Ekonomi Islam, Bangil: Al Izzah, 2001).

Jika terbukti melakukan kesalahan maka Islam akan memberikan hukuman yang tegas dan pasti tanpa adanya tawar-menawar, sesuai dengan kesalahan yang diperbuat. Pada masa Rasulullah saw selain harta curangnya disita, pelaku juga diumumkan kepada khalayak ramai. Pelaku suap, korupsi atau penerima gratifikasi juga bisa diberi sanksi penjara hingga hukuman mati sesuai keputusan qadhi sebagai ta'zir dalam sistem pidana Islam.


Dapat dilihat juga pada masa Khalifah Umar bin al-Khathab ra.  Disana ada pencatatan harta kekayaan para pejabat saat sebelum menjabat dan sesudah menjabat, jika beliau ragu maka harta pejabat tersebut akan dibagi dua, satu untuk pejabat tersebut satu bagian lagi dimasukan ke Baitul Mal. Jika sudah sedemikian rapinya aturan dalam Islam maka tindak kejahatan itu bisa diatasi karena korupsi bukanlah akibat adanya oknum nakal saja. Tapi, korupsi terjadi karena ada peluang dan kesempatan, saat sekarang ini bisa kita lihat mereka diberi panggungnya semegah mungkin untuk melakukan tindak kejahatan itu. Sistem demokrasilah yang memberi ruang tindak korupsi. Karena hanya dengan sistem yang baik yang mampu  melahirkan individu yang baik. Sistem kehidupan sekuler menghasilkan pemimpin rakus, tak takut dosa, dan kerap berkhianat atas kepemimpinannya. Sistem demokrasi yang berbiaya mahal juga turut andil menyuburkan korupsi. Berbeda dengan Islam yang akan membina setiap individu dengan ketakwaan hakiki. Ketika masyarakat dibekali dengan iman tinggi, ia akan terjaga dari perbuatan maksiat dan dosa. Tentu saja juga didukung sistem negara yang menerapkan syariat Islam di tengah masyarakat.