-->

Banjir Bukan Sekedar Problem Admininstrasi!

Oleh: Threica (Aktivis Muslimah Jember)

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan banjir di Kota Semarang, terjadi akibat luapan Kali Beringin Mangkang dan Kali Plumbon Kaligawe, yang merupakan dampak siklus hujan lebat 50 tahunan. Berdasarkan data BMKG memang telah diperkirakan terjadi hujan ekstrim. “Sesuai prediksi BMKG bahwa cuaca ekstrim terjadi di Bulan Februari, maka dalam beberapa hari terakhir curah hujan di Semarang mencapai 171 milimeter. Menurut hitungan hidrologi periode ulangnya 50 tahunan," kata Menteri Basuki. Kementerian PUPR melalui BBWS Pemali Juana telah melakukan beberapa upaya penanganan untuk mengatasi banjir di Kota Semarang berupa pengoperasian pompa banjir dan pengiriman kantong pasir (sandbag). Pompa-pompa banjir tersebut diantaranya adalah Pompa Kali Sringin, Pompa Kali Tenggang, Pompa Tawang, dan Pompa Kali Banger. 


Sejumlah pompa penyedot banjir di Semarang ditemukan tak berfungsi optimal lantaran permasalahan administratif. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengingatkan problem semacam ini mestinya harus segera diselesaikan mengingat kondisi darurat penanganan banjir. Ganjar menegaskan mestinya tidak boleh ada masalah administratif yang menghambat penanganan banjir, apalagi dalam kondisi darurat seperti saat ini. Sementara Kepala UPTD Pengelolaan Pompa Banjir Wilayah Tengah Dua Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang, Yoyok Wiratmoko mengatakan sebagian pompa di Rumah Pompa Mberok belum bisa difungsikan karena belum diserahkan secara resmi ke pemerintah kota. Selain menginstruksikan pengoptimalan fungsi pompa di Rumah Pompa Mberok, Ganjar juga meminta PT KAI mencari penyebab genangan di Stasiun Tawang.


Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Hari Putri Lestari turun langsung meninjau kondisi banjir di Tempurejo, Puger dan Bangsalsari, Jember. Pihaknya juga menyalurkan bantuan sekaligus mengecek penyaluran bantuan dari Pemprov Jatim ke korban banjir sudah tepat sasaran. Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim menerangkan sebenarnya permasalahan banjir tahunan di Tempurejo yang melanda 3 desa setempat berlangsung sudah 10 tahun lebih. Selain itu juga lokasi yg sama sungai hanya dinormalisasi atau dikeruk dan hanya bersifat sementara. Wakil rakyat yang maju dari Daerah Pemilihan Jember dan Lumajang ini berharap, harus duduk bersama semua pihak terkait misal tokoh masyarakat, kepala desa, dinas dan bupati Jember, dan Provinsi jika diperlukan sampai pemerintah pusat. “Mikir bersama bergotong royong mencarikan solusi. Misal membuat aliran sungai baru atau DAS baru, atau bendungan atau lainnya. Jika ada sungai yang terawat atau bendungan bisa untuk pertanian dan obyekwisata,” terangnya.


Musibah banjir bukanlah hal baru, namun bisa dikatakan sudah menjadi langganan banjir tahunan. Banjir Semarang dan Jember terjadi bukan hanya masalah administrasi tapi problem mendasar karena pembangunan yang tidak memprioritaskan keselamatan rakyat tetapi berhitung pada untung rugi. Musnahnya pepohonan, penebangan hutan secara liar. Banyaknya pembangunan di kawasan industri, perkantoran atau pemukiman yang tidak ramah lingkungan, banyaknya saluran yang tersumbat karena sampah dan limbah serta rendahnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan air yang berdampak terjadinya banjir. Sistem kapitalis memberi kebebasan bagi para pemilik modal demi memenuhi kepentingan pribadinya untuk menguasai Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Tidak dibangunnya bendungan baru, tidak dilakukannya perbaikan atas muka tanah seiring beban kota besar menunjukkan bahwa pemerintah abai terhadap keselamatan publik.


Islam dalam bingkai khilafah memberi solusi tuntas atas segala problematika yang terjadi.


Pertama

Jika banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah hujan, gletsyer, rob, dan lain sebagainya, maka upaya-upaya yang akan ditempuh adalah :


1. Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dengan berbagai macam tipe yang dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. Berbagai bendungan yang diciptakan oleh kaum Muslim yaitu bendungan dengan model bridge dam (bendungan jembatan) dapat ditemukan di daerah Dezful, Iran yang digunakan untuk menggerakkan roda air yang bekerja dengan mekanisme peningkatan air. Bendungan pengatur air (diversion dam) juga berhasil dibangun oleh sarjana-sarjana Muslim yang difungsikan untuk mengatur atau mengalihkan aliran air.  Bendungan pengatur air pertama kali dibangun di sungai Uzaym, di Jabal Hamrin, Irak. Bendungan masyhur di Kordoba adalah bendungan Guadalviqir yang diarsiteki oleh al-Idrisi dan didesain sedemikian rupa hingga bisa difungsikan untuk alat penggilingan hingga sekarang. Kaum Muslim juga berhasil membangun bendungan di sungai Turia, yang mana kehebatan konstruksinya mampu membuat bendungan ini bertahan hingga sekarang.  Bendungan ini mampu memenuhi kebutuhan irigasi di Valencia, Spanyol tanpa memerlukan penambahan sistem.


2. Khilafah akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut atau jika ada pendanaan yang cukup, Khilafah akan membangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialihkan alirannya atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal.


3. Khilafah membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman.  Secara berkala, Khilafah mengeruk lumpur-lumpur di sungai, atau daerah aliran air, agar tidak terjadi pendangkalan. Khilafah juga akan melakukan penjagaan yang sangat ketat bagi kebersihan sungai, danau, dan kanal, dengan cara memberikan sanksi bagi siapa saja yang mengotori atau mencemari sungai, kanal, atau pun danau.


4. Membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu dan digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air.


Kedua

Dalam aspek undang-undang dan kebijakan, Khilafah akan menggariskan beberapa hal penting, yaitu :


1. Khilafah membuat kebijakan tentang master plan, di mana dalam kebijakan tersebut ditetapkan sebuah pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Dengan kebijakan ini, Khilafah mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan.


2. Khilafah akan mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan. Ketetapan ini merupakan implementasi kaedah ushul fikih al-dlararu yuzaalu (bahaya itu harus dihilangkan). Khilafah juga akan memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggar kebijakan tersebut tanpa pernah pandang bulu.


3. Khilafah akan membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.


4. Khilafah menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi. Khilafah juga menetapkan kawasan hutan lindung dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin. Khilafah menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup.


5. Khilafah akan terus mesosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan. Khilafah juga mendorong kaum Muslim untuk menghidupkan tanah-tanah mati (ihyaa’ al-mawaat) atau kurang produktif, sehingga bisa menjadi buffer lingkungan yang kokoh.


Selanjutnya, yang ketiga adalah dalam menangani korban-korban bencana alam, Khilafah akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Selain itu, Khalifah akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Swt.

 

Inilah kebijakan Khilafah Islamiyyah dalam mengatasi banjir yang InsyaAllah masalah banjir bisa ditangani dengan tuntas dan tidak saja didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional, tetapi juga disangga oleh nash-nash syariat.