-->

Sekularisme Di Balik Moderasi Islam

Oleh: Eka Kurnia

Berawal dari kasus hijab di Kota Padang yang membuat tiga menteri sekligus meneken Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait seragam. Kini masyarakat di hebohkan dengan tenaga mengajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tana Toraja, Sulawesi Selatan yang beragama non muslim.

Eti Kurniawati yang merupakan seorang nonmuslim tak menduga akan ditempatkan di sekolah yang basis pendidikannya beragama Islam. Eti Kurniati menerima SK pengangkatannya sebagai guru CPNS pada tanggal 19 Januari 2021. 

Bedasarkan situs resmi Kementrian Agama, Senin (01/02/2021). Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Muhammad Zain menjelaskan, tak ada masalah guru nonmuslim mengajar mata pelajaran umum di sekolah islam dan dimungkinkan secara regulasi.

Menurutnya hal ini diatur dalam UU No 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2017 jo Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2020 tentang Manajemen PNS, Permenpan No 23 tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019, dan Perka BKN No 14 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan PNS.

Zain pun menjelaskan, Pasal 23 ayat (1) PP 11 tahun 2017 misalnya, mengatur bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS dengan memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain: usia 18 - 35 tahun, tidak pernah dipidana, tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat, tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik, memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan, sehat jasmani dan rohani, bersedia ditempatkan di mana saja.

Oleh karena itu, seorang guru nonmuslim yang memenuhi syarat tersebut memungkinkan untuk mengajar di sekolah Islam untuk mata pelajaran umum diluar mata pelajaran agama seperti Akidah Akhlak, Al-Qur’an Hadis, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab.

Penempatan dan pengangkatan guru nonmuslim di sekolah Islam, menimbulkan banyak pertanyaan apakah Indonesia kekurangan guru beragama Islam, sehingga menempatkan guru nonmuslim di sekolah Islam.karena, Analis Kepegawaian Kementrian Agama (Kemenag) Sulsel, Andi Syaifullah mengatakan, kebijakan ini sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia tentang pengangkatan guru madrasah khususnya pada Bab VI pasal 30.

Aturan tersebut menyatakan standar kualifikasi umum calon guru madrasah (Khususnya pada poin a), yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Tidak disebutkan bahwa harus beragama Islam,” terang Andi Syaifullah (suarasulsel.id,30/01/2021).

 Melihat apa yang terjadi di dalam pendidikan indonesia akhir-akhir, semakin menunjukan kemana arah tujuan pendidikan negeri ini. Paham sekulerisme semakin gencar di suarakan hingga kedalam dunia pendidikan. Prinsip-prinsip Islam yang menepatkan agama, akidah dan aturan Islam sebagai landasan serta acuan pengaturan pendidikan pun di sterilkan dari sistem pendidikan di negeri ini.

Dengan dalih Moderasi Islam dan beragama yang inklusif, Kemenag membuka peluang guru nonmuslim dapat mengajar di sekolah-sekolah Islam. Berbagai aturan yang ada di tafsirkan sedemikian rupa sehingga melegitimasi keputusan yang bertentangan dengan kaidah islam. Kebijakan ini secara nyata menggeser ajaran islam itu sendiri. Karena kebijakan membuka ruang untuk diinterprestasi sesuai dengan kepentingan.

Moderasi islam, sudah dapat dipastikan bertujuan untuk menjauhkan umat dari ideologi Islam. Dengan menggiring opini toleransi serta menyingkirkan ajaran islam yang dianggap radikal dan tidak moderat. Penempatan guru nonmuslim di sekolah Islam pun bisa saja menjadi langkah awal bagi legitimasi proyek pendangkalan akidah untuk generasi muslim.

Guru, dalam dunia pendidikan memiliki peranan yang sangat penting. Guru menjadi sosok teladan bagi para muridnya. Namun sangat disayangkan, guru dikatakan berhasil hanya sebatas dapat menyampaikan materi dengan baik dan murid dapat memperoleh nilai yang bagus. Namun pembentukan karaktek siswa yang berakhlak mulia dan bertakwa sangat kurang diperhatikan.

Dalam Islam, pendidikan merupakan pilar utama mengukuhkan ketakwaan sekaligus membentuk generasi unggul yang berkepribadian Islam. Yakni generasi yang mampu menjalankan dan membangun peradaban yang cermerlang sesuai dengan aturan syariat. Islam menetapkan serta mengatur kurikulum, metode pembelajaran, sarana dan prasarana, serta kompetensi para pendidik yang berjalan dalam sistem pendidikan Islam.

Aqidah sangatlah penting dan sangat dijaga serta diperhatikan, karena itu kurikulum pendidikan haruslah berbasis aqidah Islam. Sehingga lahirnya generasi cemerlang yang mempunyai ketaqwaan individu yang kokoh, sehingga dapat menutup celah-celah masuknya ide liberal karena ide ini sangat merusak aqidah. Guru nonmuslim sudah dapat dipastikan memiliki aqidah yang tidak sama dengan aqidah Islam, lantas bagaimana bisa diperoleh output pendidikan yang baik yang sebagaimana kita harapkan.

Meskipun indonesia mayoritas muslim serta para kepala pemerintahan beragama Islam, tidak membuat paham atau ajaran Islam digunakan dan diterapkan di dalam pendidikannya. Pemerintah muslim yang seharusnya dapat membuat atau menjalankan aturan yang dapat menyelamatkan generasi dari kerusakan paham liberal justru, membuat suatu kebijakan yang membuat masyarakat semakin jauh meninggalkan identitasnya sebagai muslim.

Maka sudah saatnya, masyarakat sadar bahwa hanya dengan tegaknya sistem ideologi Islam yang mampu mengembalikan pendidikan pada tujuan hakikinya, yakni membangun generasi yang cermalang sebagai pemimpin peradaban Islam di masa depan. Khilafah akan menerapkan seluruh hukum Islam secara kafah, termasuk hukum-hukum terkait sistem pendidikan.

Penerapan Islam secara kaffah akan melahirkan generasi-generasi terbaik yang dapat memusnahkan faham liberal yang terus berkembang. 

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Qs Ali-imran : 110)

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”