-->

Rusaknya Aqidah Islam Oleh Sistem Demokrasi

Oleh : Teti Rostika, S.Pd., (Kontributor Media dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Penamabda.com - " Wahai orang orang yang beriman tetaplah beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan Alloh kepada Rosul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan Alloh sebelumnya. Dan siapa saja yang mengingkari Alloh dan Malaikat-Nya dan kitab kitab -Nya dan Rasul Rasul- Nya dan hari akhir maka ia telah sesat sejauh jauh kesesatan (QS. An-Nisa : 136).

Kontroversi terjadi lagi dan lagi di Kementerian Agama. Setelah berganti jabatan menteri agama dari Fachrul Rozi kepada Yaqut Cholil Qoumas ternyata setiap kebijakan yang diambil belum meberikan solusi bagi masyarakat. tapi malah menuai kontroversi. Bagaimana tidak, kelompok Ahmadiyah yang sudah dikatakan aliran sesat dan menyimpang oleh ketua umum MUI tahun 2018 kini oleh menteri agama yang baru akan dilindungi dan dijamin.

Sehari setelah dilantik, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut membuat kebijakan kontroversial.

Yaqut tidak ingin kelompok minoritas Syiah dan Ahmadiyah terusir dari kampung mereka karena perbedaan keyakinan. ( Tempo.co 27/12/2020). Sehari setelah kebijakan itu Yaqut Cholil Qoumas memberikan penjelasan bahwa maksud perlindungan itu berupa perlindungan yang diberikan atas haq kepada warga negara. Kebijakan ini tentu jika ditinjau akan menuaikan permasalahan baru. Kenapa? Karena disadari atau tidak kelompok Ahmadiyah dan Syiah yang sudah seharusnya dibubarkan dan diberi sanksi ini malah akan dibiarkan dengan dalih perlindungan atas warga negara. Tanpa ada upaya untuk memberikan sanksi kepada kelompok yang mengaku Islam tapi tatacaranya menyimpang dari Islam. Padahal KH Maruf Amin saat menjabat menjadi ketua umum MUI pada tahun 2018 mengungkapkan tidak lagi dalam wilayah yang bisa ditoleransi karena Ahmadiyah menganggap ada nabi setelah Nabi Muhammad. " Dalam kesepakatan seluruh umat Islam di dunia, tajdid (pembaruan) itu boleh tapi gerakan sifatnya. Tapi kalau tajdid itu kemudian mengatakan ada nabi sesudah Nabi Muhammad, itu menyimpang. (bbc.com 19/02/2018). 

Jika hal ini dilakukan atas nama toleransi maka kebijakan ini tidak tepat. Karena toleransi itu diberikan kepada yang berbeda agama bukan kepada kelompok yang memiliki paham menyimpang dari ajaran Islam. 

Demokrasi yang memiliki empat kebebasan salah satunya kebebasan beragama telah memberikan peluang munculnya ajaran ajaran yang sesat. Hal ini terjadi karena demokerasi menjamin kebebasan setiap individu atau kelompok. Kebebasan itu diantaranya adalah kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat dan kebebasan bertingkahlaku. Dari kebebasan beragama ini salah satunnya muncul kelompok ahmadiyah dan Syah. Andaikan Ahmadiyah mengaku agama selain Islam maka mayoritas muslim akan toleran dan tidak akan merasa resah dan terancam aqidahnya rusak. Sehingga ini menjadi polemik yang merisaukan.

Berbeda ketika sistem Islam yang diterapkan. Maka setiap aturan dan kebijakan lahir dari asas Aqidah Islam. Adapun kebebasan yang diberikan sistem Islam adalah kebebasan yang didasarkan pada hukum syariat yang telah tercantum dalam Alquran dan sunah. Adapun terkait kasus Ahmadiyah sebagaimana kita ketahui bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam memberikan pernyataan dalama suatu hadis. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku". (Tirmidzi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik). Sedangkan Ahmadiyah mengaku ada nabi baru  setelah nabi Muhammad Shollallohu Allaihi Wassalam. Andaikan mereka Ahmadiyah tidak mengaku beragama Islam tentu tidak akan runyam masalah. Adapun agama Syiah, mereka hanya mengkultuskan sahabat Ali bin Abu Thalib ra. menolak kepemimpinan Abu Bakar dan Usman. Padahal Rosullulloh bersabda. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘ahnu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya (HR AlBukhari dan Muslim). 

Kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama yang digaungkan demokrasi inilah muncul banyak aliran agama yang mengaku Islam tapi pada faktanya menyimpang dari Islam. Jika ini dibiarkan maka akan merusak agama Islam yang murni dan lurus bahkan bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini membahayakan bagi masyarakat muslim yang awam dalam memahami agamanya sehingga menyebabkan mudah menerima dan menjalankan ajaran yang menyimpang dari Islam.  Disinilah butuh kehadiran peran negara dalam menjaga aqidah kaum muslim. Negara bertanggung jawab untuk menghilangkan segala pemahaman pemahaman ajaran yang menyimpang dari Islam. Sebagaimana ketika sistem Islam pernah diterapkan oleh nabi dan para sahabat. Negara yang menerapkan Islam akan menjaga harta nyawa dan kehormatan non muslim yang terikat perjanjian dengan khalifah. Ini sebagai bukti bahwa negara memberikan perlindungan kepada warganya. Mereka dibiarkan beribadah sesuai dengan keyakinannya. Tapi jika ada kelompok yang mengaku Islam tapi ajarannya menyimpang kemudian kita dipaksa menerima dan mengakui ajaran mereka bahkan negara sendiri yang memberikan perlindungan atas dasar toleransi dan pemberian hak warga negara, ini bisa dibilang salah kaprah.

Walohu'alam bishowab