-->

Penjarakan Ibu Kandung, Potret Keluarga Masa Kini?

Oleh: Yurike Prastika (Aktivis Malang Raya)

Penamabda.com - Sungguh miris dan sedih, ketika mendapati berita-berita di media yang memberitakan tentang seorang anak yang tega melaporkan dan memenjarakan ibu kandungnya sendiri, sebab harta. Seperti yang dilansir dalam KOMPAS.com - Kalsum (60), wanita asal Desa Ranggegate, Lombok Tengah, mengaku sedih karena hendak dilaporkan anaknya yang berinisial M, ke polisi hanya karena masalah sepeda motor. Kalsum merupakan ibu dari M yang videonya viral. Sebelumnya laporan M untuk memenjarakan ibunya ditolak polisi. Kalsum merasa prihatin terhadap tingkah laku anak semata wayangnya itu. Kalsum menjelaskan, motor yang dipermasalahkan dibeli dari bagian warisan suami yang didapatkannya sebesar Rp 15 juta. "Perasaan sedih, dia anak kandung saya keluar dari rahim saya, bukan anak tiri, hati saya merasa sedih," kata Kalsum dalam bahasa Sasak ditemui Kompas.com, Senin (29/6/2020). Kalsum mengatakan, anaknya itu sering menghardik dan memukulinya. "Dia sering katain saya kotor, ditonjok pernah, dia juga sering menyuruh saya pergi (diusir)" kata Kalsum dengan meneteskan air mata..

Beginilah potret kehidupan hubungan seorang anak dengan ibunya pada sistem demokrasi saat ini. Sistem demokrasi memberikan sebuah ide kebebasan. Kebebasan berekspresi dan kebebasan berperilaku sehingga seorang anak dengan mudah hilang naluri kasih sayang nya serta lupa dengan pengorbanan ibu yang sudah mengandung nya selama 9 bulan, melahirkan, merawat, dan mengasuh nya hanya sebab persoalan harta warisan. Hubungan anak dengan ibu hanya dilandasi atas dasar materi, dan diukur dengan untung rugi. Tak peduli lagi dengan aturan-aturan agama yang memerintahkan untuk menghormati dan meluliakan seorang Ibu. Hal ini menunjukkan bahwa sistem ini gagal menghadirkan penghormatan bagi Ibu.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam meninggikan derajat seorang Ibu dan menempatkan posisi nya pada tempat yang mulia. Banyak sekali nash-nash Alqur’an serta hadist yang menunjukan keistimewaan seorang Ibu. 

Allah Swt. berfirman,

وَوَصَّيۡنَا الۡاِنۡسٰنَ بِوَالِدَيۡهِ‌ۚ حَمَلَتۡهُ اُمُّهٗ وَهۡنًا عَلٰى وَهۡنٍ وَّفِصٰلُهٗ فِىۡ عَامَيۡنِ اَنِ اشۡكُرۡ لِىۡ وَلِـوَالِدَيۡكَؕ اِلَىَّ الۡمَصِيۡرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman: 14)

Dari Abu Hurairah ra., beliau berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi Saw menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Saw menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi Saw, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan penerapan hukum Islam secara Kaffah, kemuliaan para ibu sebagai pilar keluarga dapat terjaga. Khilafah akan selalu memperhatikan bagaimana seorang ibu diposisikan sebagaimana yang dikehendaki Allah sesuai dengan syariat Islam. Khilafah senantiasa memastikan setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Maka sudah selayaknya kita meninggalkan ide kebebasan demokrasi dan beralih pada sistem Islam. Sebab sudah jelas bahwa kesakinahan dan kesejahteraan hanya bisa diraih dalam keluarga yang menerapkan aturan Islam. 

Wallahu a’lam bis showwaab.