-->

Jurus Jitu Atasi Kekerasan Seksual pada Anak

Oleh : Aan Dwi Astuti

Penamabda.com - Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia semakin bertambah, bahkan pelakunya bukan hanya dari orang luar tetapi juga dari orang terdekat korban. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) sejak 1 Januari hingga 31 Juli 2020 ada 2.556 anak korban kekerasan seksual.

Dalam mengatasi masalah kekerasan seksual, pelaku kekerasan seksual pada anak akan menghadapi ancaman hukuman yang lebih berat. Hukuman bukan hanya pidana penjara tetapi ada hukuman tambahan, salah satunya adalah kebiri kimia. Peraturan hukuman tersebut terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 yang ditetapkan Presiden Joko Widodo per 7 Desember 2020.( viva.co.id, 3/1/2021)

Dalam Peraturan Pemerintah disebutkan kebiri kimia merupakan pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menekan hasrat seksual berlebih. Kebiri kimia itu akan diterapkan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun melalui 3 tahapan yaitu penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan. (detiknews, 3/1/2021)

Menurut Institute for Criminal Justice Reform ( ICJR) undang-undang yang menjadi payung hukum pelaksanaan kebiri kimia memuat sejumlah permasalahan. Persoalan itu di antaranya dari besarnya anggaran, teknis pelaksanaan, hingga bagaimana jika suatu hari pelaku terbukti tidak bersalah. Negara juga harus mengeluarkan anggaran lebih besar untuk pelaksanaan hukuman kebiri dan juga perlakuan setelahnya.(kompas.com, 7/1/2021)

Dengan diberlakukannya sanksi kebiri kimia dianggap merupakan cara yang efektif agar kasus kekerasan seksual akan menurun. Sanksi kebiri kimia memiliki tujuan efek jera bagi pelakunya, tetapi yang terjadi malah menimbulkan masalah baru. Seharusnya haruslah dicari dari akar penyebab masalahnya, maka penyelesaian masalah ini akan benar - benar dapat teratasi.

Beberapa faktor penyebab dari meningkatnya kasus kekerasan seksual terjadi karena mudahnya mengakses tayangan pornografi dari internet melalui gawai. Tayangan pornografi ditambah dengan lemahnya iman merupakan paduan yang dapat menimbulkan dampak buruk. Dampak yang terjadi adalah dapat menimbulkan syahwat dan melampiaskannya pada anak - anak yang lemah dan mudah di tipu daya.

Penyebab lainnya adalah penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan sehingga melahirkan pemahaman sekulerisme, akibatnya masyarakat terjangkit gaya hidup sekuler, memisahkan peran agama dalam kehidupan bahkan menjadikan manusia bebas tanpa batas. Maka kasus kekerasan seksual pada anak adalah hal yang sulit untuk diatasi. Seharusnya dibutuhkan solusi yang komprehensif dalam penangan kasus ini.

Dalam Islam cara penanganan kasus kekerasan seksual pada anak dimulai dari diterapkannya sistem Islam dalam pengaturan negara sehingga berjalannya fungsi keluarga dengan sempurna. Keluarga dapat dengan mudah dalam memberikan pendidikan akidah pada anak tanpa adanya pengaruh buruk dari eksternal. Akidah Islam akan tertanam dan ketakwaan pada diri individu akan terbangun. Maka akan menciptakan lingkungan yang kondusif.

Bukan hanya itu, dalam sistem Islam negara

tidak akan membiarkan penyebaran pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat. Salah satunya dengan ditutupnya semua akses dari konten pornografi dan pornoaksi yang dapat merangsang syahwat. 

Penerapan sistem Islam akan membuat seminimal mungkin faktor-faktor pemicu terjadinya kekerasan seksual serta perilaku seksual menyimpang lainnya. Namun jika masih ada yang melakukannya, maka sistem ‘uqubat Islamlah solusi terakhir untuk melindungi masyarakat dari masalah tersebut. 

Pelaku homoseksual ataupun pedofilia dalam bentuk sodomi akan dijatuhi hukuman mati. Sehingga perilaku itu tidak akan menyebar di masyarakat. Hukuman mati itu didasarkan kepada sabda Rasul saw: “Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi).” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)

Selain itu bentuk hukuman akan dibedakan apakah pelaku sudah menikah (muhshan) atau belum pernah menikah (ghayr muhshan). Jika kekerasan seksual itu bukan dalam bentuk sodomi (homoseksual) tetapi dalam bentuk perkosaan, jika pelakunya sudah menikah akan dirajam hingga mati, sedangkan jika belum pernah menikah akan dijilid seratus kali. Jika pelecehan seksual tidak sampai tingkat itu, maka pelakunya akan dijatuhi sanksi ta’zir. 

Dengan dilakukan penerapan hukum Islam secara menyeluruh dalam daulah khilafah maka,  masalah kekerasan seksual terhadap anak dapat teratasi dengan mudah. Sehingga masa depan anak bangsa dan masyarakat dapat terselamatkan.