-->

Solusi Islam Atasi Stunting

Oleh: Ratna Nur’aini

Gemah ripah loh jinawi merupakan suatu ungkapan untuk menggambarkan kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah, tanahnya subur dan rakyatnya makmur. Namun, Indonesia dinyatakan berada pada urutan ke-4 dunia dan ke 2 di Asia Tenggara dalam hal balita stunting. Pemerintah diingatkan melakukan evaluasi pembangunan keluarga agar persoalan ini teratasi (merdeka.com 21/12/20). Butuh kerja keras dan serius untuk menurunkannya. Pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga karena hulu persoalan ada di sana. Bagaimana kita bisa mencetak SDM unggul jika stunting masih menghantui calon generasi bangsa, “kata Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan pers, Minggu (20/12) 

Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan kebudayaan RI, Muhajir Effendi, menyampaikan capaian pembangunan manusia dan kebudayaan, terutama masalah stunting, sebagai salah satu program prioritas nasional. Menurutnya, permasalahan stunting menjadi penting mengingat hal tersebut berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil riset yang mengungkapkan sebesar 54 persen angkatan kerja tidak maksimal karena pada 1000 kelahiran pertama pernah mengalami stunting. Karena itu, pemerintah menargetkan penurunan stunting dari 27,7 persen menjadi 14 persen (merdeka.com, 31/10/20)

Ketersediaan kebutuhan pangan yang tidak mencukupi mengakibatkan stunting. Hal ini disebabkan karena kurang maksimalnya pengelolaan negara di sektor pertanian dan derasnya arus impor. Di sektor pertanian, ditemukan sulitnya petani mendapatkan pupuk bersubsidi pada musim tanam dan ditambah dengan naiknya harga pupuk subsidi. “Peraturan menterinya sudah turun dan memang ada kenaikan harga pupuk bersubsidi mulai awal tahun ini, “ungkap Kepala Dinas Pertanian (Dinpertan) Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Mukodam (republika.co.id, 04/01/21). Selain itu, Indonesia juga masih saja impor kebutuhan pokok padahal Indonesia negara agraris penghasil padi, jagung, kedelai dll. Kondisi ini terjadi ketika aturan yang dipakai untuk mengurusi rakyat adalah kapitalisme. Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bukan pelayan umat.

Berbeda dengan Islam, Islam sangat memperhatikan terpenuhinya kebutuhan pangan dan nutrisi masyarakat individu perindividu. Negara juga tidak mendominasikan ketersediaan pangan semata-mata pada impor. Sebaliknya, negara akan fokus pada peningkatan produksi pertanian dan pangan, berikut segala riset dan jaminan kelancaran seluruh proses pengadaannya. Negara juga memiliki akurasi data untuk ketersediaan dan distribusi pangan agar tepat sasaran. Inilah pentingnya peran negara sebagai khadimul ummah (pelayan umat). Rasulullah saw. Bersabda “Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR Bukhari).

Seorang pemimpin dalam Islam akan takut ketika mentelantarkan rakyatnya karena akan mendapatkan dosa. Seperti yang dicontohkan oleh Khalifah Umar ibn Khattab ra. dimasa kepemimpinannya. Beliau tak segan memikulkan sekarung gandum lalu mengantarkan dan memasakkannya sendiri untuk seorang janda miskin dan anak-anaknya. Inilah kisah masyhur yang penting untuk diteladani dalam memenuhi tanggungjawabnya sebagai pelayan rakyatnya.