-->

Ilusi Adil Lewat Kesetaraan Gender, Islam Janjikan Keadilan

Oleh : Ilmasusi

Penamabda.com - Pembicaraan tentang tema perempuan seakan tiada ujungnya. Selalu ada yang menarik untuk dibicarakan.  Mulai dari masalah ketidakadilan yang menimpa mereka, hingga tuntutan kesetaraan dengan kaum pria. Salah satu yang disorot adalah tentang kenistaan nasib yang menimpa kaum buruh perempuan. 

Kaum hawa memang kerap mendapatkan perlakukan tak menyenangkan. Berupa tindak  diskriminasi, intimidasi, hingga kekerasan di tempat kerja.

Seperti yang dialami Elitha, buruh pabrik es krim PT Alpen Food Industry (AFI) atau Aice. Perempuan berusia 25 tahun ini harus rela kehilangan janinnya akibat beratnya pekerjaan yang harus lakukan. Upayanya untuk pindah ke divisi yang lebih ringan karena riwayat  endometriosis, malah berbuah  ancaman PHK. (www.theconversation.com/07/22/20220)

Elitha hanyalah salah satu dari jutaan buruh perempuan yang hak-haknya terabaikan di Negari ini. Aice juga bukan satu-satunya perusahaan yang abai terhadap hak-hak perempuan. Kasus keguguran yang menimpa Elitha

hanyalah satu persoalan yg menimpa kaum buruh perempuan. Diskriminasi, dan kekerasan fisik dan seksual,  merupakan sebagian dari problem yang menimpa buruh dari kalangan kaum hawa.

Para pegiat gender memandang bahwa budaya patriarki yang menjadi biang kerok atas terpuruknya nasib buruh perempuan.  Namun pandangan ini tak sesuai fakta dan terlalu serampangan. Perlu penelaahan lebih jauh terhadap apa yang menjadi akar persoalan bagi perempuan.

 Bahaya Ide Kesetaraan Gender 

Umumnya perusahaan enggan mempekerjakan perempuan dengan alasan mereka tak sekuat kaum  lelaki. Jikapun jasanya dipakai, harga kompensasi yang diberikan di bawah setandar upah pekerja laki-laki. Terlebih dengan disahkanya UU Omnibus Law  Cipta Kerja yang dianggap merampas hak-hak buruh perempuan, seperti kesetaraan upah, cuti haid dan melahirkan.

Kaum feninis alias pegiat gender memandang diskriminasi atas buruh perempuan ini lahir dari budaya patriarki. Pandangan yang menempatkan derajat laki-laki di atas perempuan. Seruan  kesetaraan gender lantas mereka perjuangkan untuk mendongkrak budaya yang mereka pandang tak memihak perempuan ini. 

Gagasan keseraraan gender yang masif disuarakan oleh kaum feminis ini sekilas membawa perbaikan. Namun  justru membahayakan kehidupan perempuan, karena beberapa alasan berikut.

 Pertama ,  setiap manusia menempati kedudukannya sama di hadapan Allah SWT.  Tak beda antara laki-laki dan perempuan.Perbedaan hak dan kewajiban pada kedua gender itu  sama sekali bukanlah diskriminasi. Justru adanya hak dan kewajiban yang berbeda itu merupakan harmonisasi yang mendukung terwujudnya kehidupan manusia yang sesuai dengan fitrah penciptaanya.

 Kedua , pemahaman kesetaraan gender  akan membuat perempuan terjebak pada banyak kesulitan. Pemahaman yang salah kaprah ini mendorong perempuan untuk berkiprah di luar rumah untuk menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan yang bersifat materi. Sebuah kondisi yang acapkali menghadirkan malapetaka bagi keluarga mereka, karena kaum ibu lantas meninggalkan peran utamanya dan.

 Demokrasi Kapitalis Biang Kerok Kegalauan Perempuan 

Banyak kalangan yang memandang adanya bias gender pada kehidupan masyarakat. Seperti pandangan Menteri Keuangan Sri Mulyani, bahwa negeri ini yang masih meletakan kedudukan perempuan pada posisi rendah. Bahkan menurut studi yang dilakukan Bank Dunia, lebih dari 150 negara punya aturan yang membuat perempuan lebih susah. (sindonews.com 20/12/2020)

Perlu ditelaah lebih jauh, apakah 150 negara yang menerapkan aturan buruk itu hanya berefek tak baik hanya bagi buruh perempuan, dan tidak menimpa buruh laki-laki?

Realitas menunjukkan bahwa laki-laki atau perempuan mereka sama-sama tak menemui kesejahteraannya dalam sistem ekonomi kapitalis yang nyaris dianut seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sistem demokrasi kapitalis inilah yang menjadi penyebab hilangnya kesejahteraan pada mereka. Sistem ini  meniscayakan adanya hegemoni perusahaan multinasional. Para kaum kapital itu berkolaborasi dengan kekuasaan oligarki. Mereka lantas  mengeksploitasi kekayaan alam yang  milik umat!

Kesetaraan gender yang diperjuangkan para feminis bukanlah solusi atas kesejahteraan buruh perempuan. Karena yang menyebabkan malapetaka yang besar bagi umat manusia adalah sistem demokrasi kapitalisme.

Salah satu prinsip dalam ekonomi kapitalisme adalah  menekan biaya produksi seminimal mungkin demi meraih keuntungan optimal. Tentu, biaya produksi yang paling mudah dimanipulasi adalah upah pekerja. Pengusaha membutuhkan buruh yang bisa dikuras energinya dan mau dibayar murah. Mayoritas buruh tipe ini adalah perempuan. Jika perempuan banyak menuntut, seperti cuti melahirkan, cuti haid. dll., maka para pengusaha itu tak akan segan memecat mereka. 

 Khilafah Menyejahterakan  Perempuan 

Kenestapaan yang menimpa perempuan akan terselesaikan dengan diterapkannya sistem Islam. Islam memandang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dijamin oleh negara. Adapun aturan pemenuhan kebutuhan perempuan telah diatur syariat dengan strategi berikut. 

 Pertama , Syariat mewajibkan laki-laki untuk menafkahi perempuan dan bertanggung jawab terhadap seluruh kebutuhan perempuan. 

 Kedua , jika individu laki-laki tidak bisa menafkahi, beban tersebut diserahkan pada ahli waris. Jika ahli waris tidak ada, atau ada namun tidak mampu menafkahi, maka tanggungan tersebut diserahkan pada negara melalaui Baitulmal.

 Ketiga , Negara akan memfasilitasi para suami/ayah untuk bekerja  dan menindak dengan tegas pada suami/ayah yang lalai dalam mencari nafkah. Lapangan pekerjaan akan  mudah didapat karena kebijakannya yang independen akan serta merta berpihak pada rakyat.

 Keempat , Negara akan mengambil peran untuk memenuhi seluruh kebutuhan publik, berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan. Penghasila keluarga hanya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Bagi rakyat miskin, kebutuhan pokoknya dijamin oleh negara.

 Kelima , Negara  akan mengelola SDA dengan mekanisme pembatasan kepemilikan sesuai dengan syariat Islam. Negara  mengelola seluruh kepemilikan umum sesuai syariat, hasilnya diserahkan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan umat.

Memperjuangkan keadilan ala kaum feminis hanya akan menguras tenaga dan berakhir dengan kegagalan. Sementara tegaknya syariat dan sistem Islam akan menjamin keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat, laki-laki juga perempuan.

 Wallahu a'lam bishowab