-->

Cara Khilafah Lindungi Agama dan Hak Warga Negara


Oleh: Naning Dharmawijaya, Amd. (Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok)

Dalam sistem demokrasi, perbedaan suku, ras dan agama selalu menjadi masalah. Begitu juga, munculnya berbagai aliran kepercayaan dalam sistem ini kerap kali menimbulkan konflik panjang yang tak berujung. Lalu, bagaimana cara khilafah lindungi agama dan hak warga negaranya?

Dalam negara khilafah, setiap warga negara dijamin hak kebebasan pribadi, yang di dalamnya terdapat hak untuk datang dan pergi, menjaga dirinya dari musuh, tidak boleh memaksanya, memenjarakannya, menghukumnya kecuali dengan keputusan hukum pengadilan, bebas berpindah dari satu tempat ke tempat lain di dalam negara, bebas keluar, bebas bertempat tinggal, dan kebebasan akidah, yang berarti tidak ada paksaan untuk memeluk Islam meskipun dia diajak untuk itu.

Bahkan kafir dzimmi memiliki hak bekerja, menyampaikan pendapat dan berkumpul dalam urusan mereka serta urusan yang tidak ada hubungannya dengan urusan Islam, selama dalam batas undang-undang Islam dan aturan umum khilafah. Dalam perkara qishash dan diyat pun ada kesetaraan jiwa antara Muslim dan non-Muslim.

Khilafah wajib menjaga agama, akal, kehormatan, harta, jiwa dan keamanan warga negaranya. Serta akan melindungi akidah umat dari segala bentuk penyimpangan, pendangkalan, kekaburan, serta penodaan, dengan terus-menerus membina keislaman seluruh rakyat, mengajarkan dan mendidik masyarakat tentang akidah dan ajaran Islam, baik melalui pendidikan formal maupun informal.

Dalam Khilafah Islam, warga negara mempunyai hak-hak umum warga negara Khilafah di antaranya: Pertama, Hak persamaan. Umar bin Khaththab pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ariy, yang isinya adalah, “Samakanlah setiap manusia dalam majelis-majelismu, di hadapan wajahmu, dan dalam pengadilan-pengadilanmu, sehingga orang yang berkedudukan tidak menjadi berharap atas keberpihakanmu, sementara orang yang lemah tidak putus asa terhadap keadilanmu.”

Kedua, hak kebebasan, meliputi kebebasan individu. Setiap warga negara terbebas dari segala bentuk hukuman selama belum ada bukti yang menunjukkan sebaliknya. Termasuk juga di dalamnya kebebasan untuk hidup terhormat. Bagi yang melakukan pencemaran nama baik diancam dengan hukuman qadzf (hadd al-qadzf). 

Ahli dzimmah juga dijaga kehormatannya oleh khilafah. Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Ahli dzimmah mengeluarkan jizyah hanyalah agar harta mereka seperti harta kita (Muslim) dan darah mereka seperti darah kita (dalam hal kehormatannya).”

Hak kebebasan itu meliputi kebebasan berakidah dan beribadah, kebebasan bertempat tinggal, kebebasan bekerja, kebebasan pemilikan, dan kebebasan berpendapat. Aturan Islam telah menentukan kepemilikan individu, umum, dan negara. Bahkan, berpendapat dalam rangka amar makruf nahi mungkar, bukan lagi hak, akan tetapi sudah menjadi kewajiban.

Semua kebebasan ini mempunyai batasan-batasan yang telah digariskan syara’ dengan didasarkan itikad yang baik dan niat yang tulus, tidak boleh ditujukan untuk menjatuhkan pihak lain, membuka aib orang lain, serta mengadu domba. Juga tidak boleh bertentangan dengan asas-asas ajaran Islam dan harus disampaikan dengan etika yang baik.

Ketiga, hak mendapatkan pengajaran. Negara mempunyai perhatian yang besar terkait masalah pendidikan dapat dilihat dalam sirah nabawiyah. Rasulullah selaku kepala negara mengambil kebijakan bahwa tebusan untuk tawanan Badar adalah empat puluh auqiyat. Barang siapa tidak mampu, tebusannya dengan mengajarkan tulis-menulis kepada sepuluh orang Muslim.

Keempat, hak memperoleh tanggungan dari negara. Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan warga negaranya dengan menciptakan iklim yang baik bagi tersedianya lapangan kerja yang memadai. Setiap warganya tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan karena negara wajib membantunya, misal dengan memberikan pinjaman modal yang diambil dari baitul mal.

Terhadap orang-orang yang tidak mampu bekerja, negara wajib menanggungnya (memberikan tunjangan). Dalam segi ekonomi, jika negara tidak mampu menanggung orang-orang yang kesulitan, kewajiban itu berpindah kepada setiap Muslim yang mampu. Apabila orang mampu keberatan untuk bersedekah, negara wajib memaksa mereka sehingga mau bersedekah.

Itulah hak-hak umum warga negara khilafah, baik itu Muslim maupun Non Muslim (ahli dzimmah). Kedudukan mereka sama, tidak boleh ada diskriminasi apa pun yang membedakannya. Maka, kita berharap Allah menyegerakan kembalinya umat Islam hidup dalam naungan khilafah agar hidup mulia, terjaga agama dan terjamin pula hak-hak warga negaranya.[]