-->

Cara Islam Wujudkan Kemandirian Pangan

Oleh :Yessy Mafaza (Guru dan Inspirator Remaja)

Penamabda.com - Naiknya harga bahan baku kedelai Impor membuat para pengrajin tahu di bogor hingga se Jabodetabek melakukan libur produksi Massal Mulai 31 Desember hingga 2 Januari 2021. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian  pada perajin tahu dan tempe mengenai kenaikan harga kedelai. (republika.co.id)

Dengan naiknya harga bahan baku tersebut, para perajin tahu merugi karena keuntungan mereka kian berkurang. Bahkan Musodik mengatakan, 30 persen perajin tahu kelas  kecil se-Jabodetabek sudah berhenti  produksi  karena tidak mendapat banyak keuntungan.

Fakta semacam ini bukan pertama kalinya terjadi, dari tahun-ke tahun selalu berulang dengan kejadian yang sama .diduga pangkal masalahnya adalah melonjaknya  harga kedelai Impor yang menjadi bahan baku makanan yang diandalkan sebagai sumber Protein  Mayoritas Rakyat Indonesia  ini, alhasil berdampak pada harga tahu dan tempe.

Meskipun Indonesia disebut sebagai  negara terbaik  dalam program diet makanan, hal itu pada akhirnya tidak berkorelasi positif dengan target ketahanan Pangan,yang ada justru ancaman rawan pangan. Indonesia juga disebut-sebut sebagai sektor yang tahan Krisis kendati pandemi. Pertanian di bumi pertiwi justru terasa kian rapuh. Apalagi pasca  pengesahan Omnibus Law UU  Ciptaker, tampaknya sinyal krisis akan  meningkat.

Karenanya, ini semua semestinya menjadi peringatan  agar indonesia segera  membenahi sektor pangan. Tentunya bukan melalui Megajargon food estate dalam posisinya sebagai output kebijakan, melainkan membenahinya harus  dimulai dari landasan kebijakan nasional yang dilahirkan, yakni berpijak pada sebaik-baik konsep Pengurusan urusan Umat.

Akan tetapi penerapan konsep ini mustahil terjadi ketikan sistem yang diterapkan adalah sistem demokrasi kapitalisme yang jelas-jelas  segala sesuatunya bertujuan pada materi.  Strategi besar sekelas  food estate, namun saat diberdayakan  demokrasi kapitalisme, yang diuntungkan tetap saja para pemodal dan lingkaran oligarki pengambil kebijakan.

Lagi-lagi, rakyat selaku konsumen utama tahu tempe, ibarat diharuskan menerima sumberdaya pangan kelas recehan. Yang itu pun ternyata berbasis sumber daya impor, yakni tahu dan tempe tadi, ini benar-benar ironis tingkat akut, padahal pertanian dan ketahanan pangan adalah perkara yang serius yang harus diperhtikan dengan sungguh-sungguh. Jika pertanian tidak diurus dengan baik,mustahil ketahanan pangan dapat diraih.

Karena  itu jelas demokrasi kapitalis telah membuktikan dirinya tidak layak untuk  mengatur kehidupan ini, karena setiap permasalahan rakyat atau umat ini  sudah saatnya dikembalika kepada  Pengaturan Sang Pencipta Yaitu Allah S.W.T. yang tak lain adalah Aturan Islam atau hukum syara’.  Dalam islam, mengurusi urusan ummat adalah kewajiban penguasa yang harus dilaksanakan semaksimal mungkin, kelalaian didalamya jelas berdosa.

Dalam menjamin pasokan pangan Islam menetapkan mekanisme pasar  yang sehat , negara melarang penimbunan, penipuan, praktik ribawi dan monopoli, kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand bukan kebijakan pematokan harga .

Dalam hal Ekspor impor  islam akan  melihat dan memperhatikan sejauh mana kebutuhan pangan negara , Ekspor dilakukan bila pasokan  pangan negara terpenuhi dan surplus. Sedangkan Impor berkaitan dengan kegiatan perdagangan luar negeri. Perdagangan luar negeri ini tidak dilihat dari aspek barang yang diperdagangkan akan tetapi dilihat dari  orang yang melakukan perdagangan.bila negara kafir harbi diperbolehkan melakukan perdagangan dengan negara Islam dengan visa khusus, baik yang terkait dengan diri maupun harta mereka.kecuali harbi fi’lan tidak boleh ada hubungan dagang dengan mereka sama sekali seperti, Israil, AS, Inggris, Rusia dan Lainnya.

Adapun warga negara kafir mu’ahad  boleh tidaknya mereka melakukan perdagangan di wilayah negara Islamdikembalikan pada isi perjanjian yang berlaku antara negara Islam dengan negara mereka, sementara warga negara Islam baik muslim dan non muslim bebas melakukan perdagangan baik domestik maupun luar negeri, hanya saja mereka tidak boleh mengekspor komoditas strategis yang dibutuhkan dalam negeri, sehingga bisa melemahkan kekuatan negara islam dan menguatkan musuh.

Demikianlah islam memberikan seperangkat sistem komprehensif dalam mengatasi pangan. dengan sistem islam  yang terwujud dalam sebuah negara  kemandirian pangan bukan hal utopi untuk diwujudkan .