-->

Pilkada di Tengah Pandemi, Akankah Rakyat Dikorbankan Lagi?

Oleh : Linda Pusparini (Ibu Rumah Tangga)

Penamabda.com - Pandemi yang melanda negeri ini belumlah usai.  Berbagai kebijakan telah dibuat pemerintah untuk mendapatkan solusi namun korban masih saja banyak yang berjatuhan. Namun agaknya pilkada 2020 akan tetap diberlangsungkan oleh pemerintah setelah ditunda beberapa bulan dengan pertimbangan merawat demokrasi. Pilkada serentak tahun ini digelar di berbagai daerah. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Terbilang nekat memang, menggelar pesta demokrasi di tengah pandemi dengan zero pengalaman. Pasalnya nyawa rakyat yang akan dipertaruhkan kembali. Tercatat banyak bakal calon kepala daerah yang positif covid-19. Hal tersebut diketahui pasca pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh tim pemeriksa kesehatan yang ditunjuk KPU. 

Dan yang lebih memprihatinkan saat ini, 70 orang calon kepala daerah terinfeksi Covid-19, 4 orang diantaranya meninggal dunia. 100 orang penyelenggara termasuk Ketua KPU RI terinfeksi. (kabar24bisnis.com)28/11/2020

Dari sini dapat kita lihat betapa besar resiko yang akan di hadapi rakyat saat pilkada berlangsung. Meskipun protokol kesehatan diterapkan namun kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Masih banyak masyarakat yang melanggar aturan dan protokol kesehatan dengan bebas keluar tanpa menggunakan masker serta banyak terjadi kerumunan. Bahkan tidak sedikit dari para petinggi daerah yang juga mengadakan kerumunan dalam rangka persiapan pilkada. 

Nyatanya keoptimisan KPU tetap melaksanakan pilkada justru banyak mendapat kritikan. Kepala Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Anang Zubaidy meminta penyelenggaraan Pilkada 2020 yang rencananya akan dilaksanakan pada 9 Desember mendatang perlu ditunda. Menurutnya, pelaksanaan pilkada ditengah pandemi sangat rawan dan potensial menambah jumlah kasus positif covid-19. Terlebih saat ini vaksin belum ditemukan sehingga keselamatan pemilih perlu dipertimbangkan.

"Kaidah hukum yang berlaku dan semestinya dipedomani oleh seluruh pengambil kebijakan adalah salus populi suprema lex exto atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi." tegasnya (harianjogja.com, 22/9/2020).

Pengamat politik, Robby Patria juga berpendapat bahwa pilkada di tengah pandemi jika dipaksakan tidak akan efektif karena negara masih fokus mengurus covid-19.

Memang seharusnya pemerintah mengkaji ulang pelaksanaan pilkada karena terkait nyawa manusia. Dengan semakin meningkatnya jumlah pasien covid-19, selayaknya menjadi evaluasi terhadap setiap kebijakan yang diambil. Bukan malah semakin berambisi untuk fokus pada pilkada. Disisi lain pemerintah harus terbuka pada rakyat dan tidak boleh menutupi data apapun.

Memang inilah wajah asli dari sistem demokrasi kapitalis yang hanya mementingkan individu dan golongan, serta mengamankan posisi dan kursi politik mereka. Mereka haus akan kekuasaan sehingga tetap melaksanakan pemilu meski dalam kondisi pandemi. Itupun dengan jumlah dana yang tidak sedikit bahkan  anggaran kesehatan pun ikut terpangkas. Bingkai demokrasi juga telah memberi ruang untuk menjalankan aturan secara bebas meski nyawa rakyat menjadi taruhannya.

Hal ini tentu jauh berbeda dengan islam. Kepemimpinan dalam islam bukan hal yang sepele karena itu di dalam buku fikih-fikih, imamah atau kepemimpinan menjadi bab tersendiri dan dijelaskan secara rinci. Serta menjadi salah satu pembahasan pokok dalam ajaran islam. Allah telah menjelaskan hal ini dalam firmanNya :

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَطِيۡـعُوا اللّٰهَ وَاَطِيۡـعُوا الرَّسُوۡلَ وَاُولِى الۡاَمۡرِ مِنۡكُمۡ‌ۚ فَاِنۡ تَنَازَعۡتُمۡ فِىۡ شَىۡءٍ فَرُدُّوۡهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوۡلِ اِنۡ كُنۡـتُمۡ تُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰهِ وَالۡيَـوۡمِ الۡاٰخِرِ‌ ؕ ذٰ لِكَ خَيۡرٌ وَّاَحۡسَنُ تَاۡوِيۡلًا

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa : 59)

Dan Rosulullah Saw. bersabda : 

"Sesungguhnya al- imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya." (HR. Al Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll.)

Di dalam sistem khilafah, kepemimpinan hanya dipegang oleh khalifah sebagai pemimpin tunggal. Tidak seperti demokrasi yang kepemimpinannya terbagi menjadi 3, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang syarat akan kebijakan yang membingungkan rakyat. Tidak ada ambisi kekuasaan untuk meraih harta dan jabatan. Khalifah pun terbebas dari intervensi pihak manapun untuk mengurusi urusan umat.

Pemerintahan islam sangat mengutamakan keselamatan rakyat. Karena dalam islam kehilangan satu nyawa umat muslim itu lebih berharga dari bumi seisinya.

"Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR. Nasai, Turmudzi dan di shahihkan al Albani).

Jadi pemerintah tidak akan mengambil resiko dengan memaksakan diri mengadakan pemilihan pemimpin hingga kondisi benar-benar stabil dan aman.

Waallahu a'lam