-->

Wajah Pendidikan dimasa Pandemi

Oleh : Helda Apriliyanti (Aktivis Muslimah)

Penamabda.com - Pada 24 Maret 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim melepas Surat Edaran No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19. Lewat surat sakti tersebut, Mendikbud mengumumkan bahwa Ujian Nasional (UN) tahun 2020 dibatalkan, pembelajaran daring diterapkan, dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat dialihkan untuk pengadaan alat kebersihan dan membiayai pembelajaran jarak jauh.

Pada acara peringatan Hari Pendidikan Nasional 2020 yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemendikbud (2/5), ia mengaku “kaget” bahwa banyak siswa tak memiliki akses listrik dan sinyal internet memadai. “Ada yang bilang tidak punya sinyal televisi. Bahkan ada yang bilang tidak punya listrik. Menurut Nadiem, kondisi tersebut tak terbayangkan bagi dirinya yang hidup di Jakarta. Ia pun menyadari bahwa pandemi ini kian menelanjangi ketimpangan yang mengakar di Indonesia. "Pembelajaran nomor satu adalah jurang atau ketidakmerataan di Indonesia itu luar biasa.”

Sebagaimana fakta disalah satu waliyah di Indonesia, Seorang anak bernama Dimas siswa SMP di Rembang Viral, ia tetap berangkat ke sekolah karena tidak punya HP tidak bisa mengikuti proses belajar dari rumah (BDR) secara daring. Ia pun belajar di kelas seorang diri dengan dibimbing seorang guru.

Banyak keluhan yang dialami oleh guru sebagai pendidik, pihak orang tua yang mendidik dan mendampingi anak-anak dirumah ataupun dari para siswa sendiri. Guru dituntut memberikan pembelajaran daring dengan kemasan materi yang mudah dipahami siswa, orang tua mendampingi anak-anaknya menyelesaikan tugas sekolah namun disisi lain mereka juga harus memenuhi kebutuhan kelurga dengan bekerja terkhusus pengeluaran bertambah karena harus membeli kuota internet ataupun HP, siswa juga harus menyelesaikan tugas setiap harinya menjari jaringan yang kaut agar tugas bisa selesai dan dikirim tepat waktu. Sampai-sampai ada para siswa yang harus berjalan ke tempat yang lebih tinggi menempuh beberapa kilo hanya untuk mendapatkan jaringan.

Hal ini menunjukkan ketidakmerataan serta ketimpangan sebagaimana pernyataan menteri pendidikan. Negara kita yang saat ini gencar melakukan pembangunan infrastruktur dan pembaharuan pendidikan namun ternyata fakta dilapangan sangat jauh, ketersedian akses listrik dan jaringan internet sangat sulit didapatkan serta keadaan ekonomi yang sulit menambah kompleks masalah masyarakat.

Pengelolaan negara saat ini yang berlandaskan pada sistem kapitalisme membuat negara hanya mementingkan aspek keuntungan semata tanpa peduli pada rakyatnya, pembangunan terus dilakukan bekerjasama dengan pihak swasta/Investor hanyalah untuk kepentingan mereka bukan untuk kepentingan rakyat, belum terjangkaunya listrik dan sulitnya jangkauan internet tidak lain kebutuhan tersebut sudah diserahkan pemerintah pengelolaanya pada pihak swasta. Mereka menjual kepada rakyat dengan harga yang tinggi. Negara menjadi fasilitator antara swasta dengan rakyat.

Berbeda halnya dengan sistem Islam, pendidikan dalam islam terutama dimasa wabah khilafah pun akan mengambil kebijakan belajar dari rumah. Namun kondisinya tentu berdebda dengan pelaksanaan belajar dirumah saat ini yang banyak menimbulkan kegaduhan, baik dari siswa, orang tua hingga guru.

Kebijakan belajar dari rumah dalam sistem khilafah tidak mengurangi esensi pendidikan. Negara Khilafah berasaskan akidah dan syariah Islam. Berdasarkan asas ini, Negara menegaskan tujuan pendidikan baku yang harus diemban seluruh pemangku pendidikan baik negara, siswa, guru, tenaga kependidikan, hingga oleh orang tua siswa. Kesadaran yang dimiliki orang tua juga sangat berpengaruh. Mereka akan mendidik sesuai target dan tujuan pembelajaran dalam Islam. Mendidik dengan penuh kasih sayang karena berangkat dari kesadaran terhadap kewajiban dari Allah SWT.

Negara Khilafah menguasai ilmu dan teknologi komunikasi yang handal. Maka, keterbatasan guru, siswa dan orang tua untuk melakukan pembelajaran daring bisa diminimalisir. Selain itu belajar di rumah dalam Khilafah ditopang oleh perekonomian yang stabil bahkan maju. Dengan kondisi tersebut, negara mampu menopang kehidupan ekonomi rakyat yang membutuhkan bantuan akibat lockdown. Orang tua tak perlu bekerja di luar. Mereka bisa optimal membantu proses belajar di rumah dengan sebaik-baiknya.