-->

Sekolah Tatap Muka di Tengah Pandemi, Efektifkah?

Oleh : Renita (Aktivis Muslimah Kab. Bandung)

Penamabda.com - Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dikabarkan akan segera mengizinkan sekolah di luar zona hijau untuk menggelar kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Hal ini seolah menjadi angin segar bagi para pendidik, orang tua, dan juga siswa yang sudah mulai merasa kewalahan dengan proses pembelajaran secara daring yang berlangsung sejak akhir Maret lalu.

Dikutip dari cnbcindonesia.com, Ketua Satgas Covid 19 Doni Monardo dalam Konfrensi Pers melalui video usai rapat terbatas Selasa (28/7/2020), mengemukakan bahwa untuk pembelajaran jarak jauh, Mendikbud [Nadiem Makarim] sudah melakukan langkah-langkah dan mungkin tak lama lagi akan diumumkan selain zona hijau, daerah bisa belajar tatap muka terbatas. Sebagai informasi, kegiatan sekolah secara tatap muka saat ini hanya berlaku bagi sekolah yang berada di zona hijau dan merupakan siswa sekolah menengah (SMA). Kegiatan ini pun masih dilakukan secara terbatas.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri ) Tito Karnavian menilai pentingnya melakukan simulasi protokol kesehatan sebelum sekolah tata muka dimulai. Hal ini dilakukan agar jangan sampai sekolah malah menjadi media penyebaran covid-19. Dia meminta agar daerah menentukan sekolah-sekolah untuk menerapkan simulasi protokol kesehatan pada sekolah tatap muka.(nasional.okezone.com)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membuka sekolah di zona nonhijau Covid-19 dapat membahayakan kesehatan siswa. Walaupun rencana Kemendikbud itu didasarkan pada masukan dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19.
Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti seperti dilansir dari Antara, Selasa (4/8), mengungkapkan agar kita bisa belajar dari sekolah-sekolah di zona hijau yang diizinkan dibuka kemudian menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. 

KPAI menyarankan agar Kemendikbud sebaiknya fokus menangani permasalahan yang muncul selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan menggratiskan internet bagi siswa dan guru yang kesulitan mengakses PJJ. Selain itu, Kemendikbud juga disarankan untuk menyederhanakan kurikulum dan memetakan permasalahan yang ada di masing-masing daerah. (m.merdeka.com)

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman tak sepakat dengan rencana pemerintah membuka kembali sekolah di zona hijau secara bertahap. Menurut dia, pemerintah harus menunda rencana tersebut hingga akhir tahun 2020. Alasannya, saat ini laju penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia belum mencapai puncaknya. Selain itu, pengendalian pandemi corona juga ia nilai belum optimal.Tak hanya itu, ia juga berpendapat sistem zonasi yang menjadi tolok ukur pembukaan sekolah belum bisa diandalkan. Sebab, pengujian sampel corona masih rendah hingga saat ini. Kemudian,  waktu pelaporan dari pengujian spesimen corona di dalam negeri pun masih lambat.(katadata.co.id)

Paradigma Kapitalis dalam Pendidikan

Di tengah pandemi covid-19 yang belum usai dan lambannya penanganan pemerintah, nyatanya telah merenggut ratusan ribu nyawa manusia, dan menimbulkan kelumpuhan ekonomi yang menyebabkan ekonomi Indonesia kian tersungkur, serta permasalahan di bidang pendidikan, menambah panjang  deretan kegagalan kapitalis dalam mengatasi problem kehidupan.

Kegiatan belajar dari jarak jauh yang telah dilakukan selama beberapa bulan membuat banyak orang tua siswa mengeluh di media sosial soal skema pembelajaran jarak jauh atau sekolah online yang diterapkan Kemendikbud. Menurut sebagian orang tua, melakukan sekolah online cukup merepotkan, apalagi sebagian tugas sekolah yang diberikan terlalu berat dan guru tidak bisa memberikan bimbingan ke siswa. 

Dari sisi pengajar, mereka juga ternyata punya keluhan seperti kesulitan menyampaikan bahan ajar karena minimnya perlengkapan. Sebagaimana disampaikan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Supardi, mereka menyadari tidak semua orang tua siswa bisa menyediakan perlengkapan belajar jarak jauh yang memadai bagi anak-anak mereka. Selain itu, di era normal baru (new normal) saat ini, banyak orang tua yang sudah kembali bekerja dan tidak bisa memantau pelajaran anaknya.(cnbcindonesia.com)

Selain itu banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar ketika belajar online karena minimnya fasilitas, jaringan yang tidak stabil serta beban tugas yang terlalu berat yang harus dicapai sesuai kurikulum yang ditetapkan. Bahkan banyak siswa yang akhirnya putus sekolah lantaran tak bisa mengikuti belajar secara online. Disamping itu, kurikulum pendidikan membuat pendidik kebingungan dengan arah tujuan pendidikan yang ingin dicapai dan padatnya kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.

Paradigma kapitalis memandang kehidupan hanya berlandaskan asas pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga wajar jika pada akhirnya tujuan pendidikan kapitalis hanya mencetak generasi materialistik yang haus akan dunia dan mengabaikan terhadap pelanggaran hukum syara.  Kurikulum pendidikan yang berkiblat pada barat mengakibatkan generasi semakin jauh dari tuntunan syariah. Pengetahuan yang diberikan didalam pendidikan kapitalis hanya mengarahkan pada pemanfaatan segala sesuatu berdasar standar untung rugi.  Sistem pendidikan zaman sekarang hanya mampu mencetak output dengan skill yang sangat minimal, minus adab sebagai hiasan. Tak lebih dari robot yang siap dipekerjakan. Sementara urusan moral tak penting untuk diperhatikan.

Negara hanya berperan sebagai regulator bukan pelaksana yang menjamin secara langsung program pendidikan. Negara hanya menjadi pelayan korporasi dengan tetap menjalankan pembangunan infrasktruktur dikala wabah, dibandingkan harus menggelontorkan dana untuk melengkapi kebutuhan belajar siswa secara online. Berbagai program pendidikan yang dikeluarkan oleh Pemerintah tak sama sekali berpihak pada anak bangsa. 

Miris, ditengah pandemi yang belum usai, pemerintah bukannya memberikan solusi dengan memperbaiki kualitas sarana dan prasarana untuk sekolah online yang selama ini menjadi keluhan banyak pihak. Pemerintah justru menambah pelik penanganan pandemi dengan mengeluarkan kebijakan sekolah tatap muka yang dapat mengancam keselamatan anak bangsa sekaligus menambah kluster baru penyebaran virus. 

Pandangan Islam Terhadap Pendidikan Di Masa Pandemi

Kebijakan Islam dalam mengatasi pembelajaran selama pandemi tentu akan mengacu pada hukum syara. Dimasa pandemi, negara akan mengupayakan untuk melakukan pengujian akurat kepada rakyat sehingga dapat menjadi acuan untuk memisahkan antara yang sehat dan yang sakit, melakukan isolasi atau karantina wilayah, pengobatan hingga sembuh dan peningkatan imunitas warga yang sehat.

Hal ini dilakukan dengan menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokoknya secara langsung termasuk kebutuhan pokok individu seperti pangan, perumahan, dan pakaian. Semua itu akan membuat pemutusan rantai penularan yang efektif sehingga wabah tidak meluas dan segera berakhir. 

Kebijakan belajar dari rumah akan diambil dengan dukungan yang kuat dari negara. Negara dalam Islam berfungsi sebagai penyelenggara program pendidikan secara langsung. Negara tidak akan mengizinkan pihak asing untuk terlibat dalam pengelolaan pendidikan. Negara wajib mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.

Rasulullah saw. bersabda,
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Setidaknya ada beberapa aspek yang diperhatikan dalam Pendidikan Islam, diantaranya :

Pertama, Tujuan Pendidikan Islam. Pendidikan Islam  adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Menguasai pemikiran Islam dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK); (4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.

Kedua, Tsaqâfah (pemikiran) Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasarkan akidah Islam yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Muatan inti yang kedua ini diberikan pada seluruh jenjang pendidikan sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan.

Ketiga, Kurikulum Pendidikan Islam. Kurikulum dibangun berlandaskan akidah Islam, sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk memahami tsaqâfah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, mendapat porsi yang besar, tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya.

Keempat, Guru dan Evaluasi Pendidikan Islam. Dalam proses pendidikan, keberadaan peranan guru menjadi sangat penting; bukan saja sebagai penyampai materi pelajaran (transfer of knowledge), tetapi sebagai pembimbing dalam memberikan keteladanan (uswah) yang baik (transfer of values). Guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesional. 

Kelima, Dana, Sarana, dan Prasarana. Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya. 
Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya.

Pendidikan di masa pandemi jelas membutuhkan perlakuan dan perhatian serius dari negara. Sebab, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Jika negara tidak menyiapkan segala yang dibutuhkan maka negara telah berlaku zalim, karena mengabaikan hak warga negaranya.

Semua persoalan pembelajaran online akan bisa teratasi jika saja negara menerapkan sistem pendidikan Islam dan menerapkan hukum Islam secara kaffah. Dengan kata lain, Islam memang menjadi kunci jawaban atas problem pendidikan di masa pandemi ini. 

Wallahu A’lam Bii Showwab