-->

POP Menuai Polemik

Oleh : Haryati (Aktivis Muslimah)

Penamabda.com - Sejak peluncuran POP (Program Organisasi Penggerak) oleh Mendikbud Nadiem Makarim sontak mendapat sorotan di tengah masyarakat. Di tengah carut-marutnya permasalahan saat pandemi ini, ditambah lagi peliknya permasalahan program ini. 

Program Organisasi Penggerak adalah sebuah program yang dibuat oleh Kemendikbud guna mendorong hadirnya Sekolah Penggerak yang melibatkan peran serta organisasi. Fokus utamanya adalah peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 

Organisasi yang berpartisipasi dapat menerima dukungan pemerintah untuk mentrasformasi sekolah menjadi Sekolah Penggerak. Pada tahun 2020-2022 Program Organisasi Penggerak (POP) memiliki sasaran peningkatan meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD dan SMP. 

Nadiem menyediakan dana Rp595 miliar per tahun untuk dibagi kepada organisasi masyarakat yang lolos menjadi fasilitator program ini. 

Dana yang dikucurkan untuk organisasi fasilitator terbagi dalam tiga kategori: Gajah, Macan, dan Kijang. Organisasi yang lolos di kategori Gajah wajib memiliki target minimal 100 sekolah. Mereka bakal mendapat hibah maksimal Rp20 miliar. 
Adapun target kategori Macan berkisar antara 21 sampai 100 sekolah dengan hibah maksimal Rp5 miliar. Sementara target kategori Kijang 5 hingga 20 sekolah dengan hibah maksimal Rp1 miliar pertahun. (bbc.com indonesia, 24/7/2020). 

Merujuk pengumuman resmi Kemendikbud, dari 324 proposal di tahap seleksi administrasi, hanya 183 yang mereka loloskan di akhir verifikasi. Empat dari ratusan proposal yang lolos itu diajukan dua yayasan bentukan perusahaan swasta, yaitu Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto. 
Yayasan Putera Sampoerna didirikan perusahaan rokok, PT HM Sampoerna, sebagai pelaksana tanggung jawab sosial mereka. Profil yang sama juga dimiliki Yayasan Bhakti Tanoto, yang didirikan korporasi milik Sukanto Tanoto, taipan di sektor industri kayu, energi, dan kelapa sawit. 

Lolosnya dua yayasan ini juga menjadi salah satu pertimbangan Muhammadiyah dan NU untuk menarik diri dari program peningkatan kualitas guru ini. 
Inilah gambaran bagaimana bagaimana penyelenggaraan pendidikan yang diserahkan kepada korporasi. Sehingga wajar apa yang menjadi tujuan darinya untuk mengejar keuntungan bagi perusahaannya. 

Pada awalnya tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kualitas guru menjadi terkesampingkan. Ini juga merupakan lepasnya tanggung jawab pemerintah terhadap pendidikan. 
Bahkan diperparah dengan adanya perselingkuhan antara korporasi dan birokrasi. 

Merupakan hal yang lumrah terjadi ketika kapitalisme demokrasi menjadi aturan yang digunakan dalam penyelengaraan kehidupan bernegara. Yang menjadi fokus perhatian negara tidak lagi kepada perannya sebagai penanggung jawab penyelenggara pendidikan tetapi malah menyerahkannya kepada organisasi bahkan korporasi. 

Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki pandangan bahwa pendidikan adalah  salah satu kebutuhan mendasar yang dijamin oleh negara dan menjadi hak bagi setiap warga. Pendidikan bukan hanya soal proses belajar mengajar tetapi seluruh hal yang mendukungnya yaitu sarana dan prasarana, kurikulum, akreditasi, termasuk kualitas guru. Sehingga semua komponen itu akan mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam. 

Juga yang terpenting adalah bagaimana pendidikan bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Negara sebagai penanggung jawab dan pengatur masalah umat termasuk pendidikan. Sebagaimana yang dinyatakan dalam sabda Rasulullah SAW yang artinya : 
“Seorang imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Hadis ini menjelaskan bahwa negara adalah penyedia pendidikan, termasuk dananya. Sehingga dalam Islam tidak akan ditemui sekolah berbiaya tinggi, karena biaya pendidikan seluruhnya berasal dari kas baitulmal. Sumber utama dana baitulmal bukan dari pajak sebagaimana kas negara saat ini. 

Selain dana yang besar untuk pendidikan, negara pun akan bersungguh-sungguh mengoptimalkan segala sarana dan prasarananya: fasilitas laboratorium, perpustakaan, bangunan sekolah yang menunjang kenyamanan siswa belajar, termasuk kualitas guru. 

Sistem pendidikan tak akan bisa terlaksana sempurna tanpa adanya sarana dan prasarana yang memadai. Maka optimalisasi sarana prasarana menjadi wajib bagi negara untuk mengadakannya. 
Inilah yang menjadi konsep pendidikan dalam Islam. Islam tidak melibatkan korporasi dalam pelaksanaan kerjanya. Adapun keberadaan korporasi dibolehkan, tapi harus sejalan dengan misi utama pendidikan negara. Dengan jelasnya keunggulan sistem pendidikan Islam, harus pula ada upaya untuk mewujudkannya yaitu sebuah negara yang menerapkan aturan secara menyeluruh, Khilafah Islamiyah.