Film Jejak Khilafah di Nusantara, Bukan Sekedar Romantisme Sejarah Belaka
Oleh: Annisa Fauziah, S.Si
Penamabda.com - Peringatan Tahun Baru Hijriah 1442 H, bertepatan dengan 20 Agustus 2020 menjadi momentum yang spesial. Tentu spesial bukan karena ada seremonial perayaan, justru menjadi momentum penuh refleksi di mana dunia saat ini sedang mengalami pandemi. Ada hal yang menarik bersamaan dengan pergantian tahun baru hijriah ini, yaitu tagar #DakwahSyariahKhilafah, #JKDNTheMovie #SejarahIslamIndonesia sempat menjadi trending jagad dunia maya twitter Indonesia. Ternyata hal ini karena hari ini bertepatan dengan diluncurkannya sebuah film dokumenter "Jejak Khilafah di Nusantara". Respon masyarakat ini menjadi bukti bahwa penayangan film ini memang sudah dinanti, meskipun sempat menuai pro dan kontra sejak teaser nya diluncurkan di media sosial.
Framing negatif muncul, mulai dari isu pencatutan nama hingga konten film yang dinilai hoax, berisi muatan politis, dsb. Tentu kita harus bijak menyikapi isu semacam ini. Jangan sampai kita menjadi pihak yang mudah terprovokasi.
Setidaknya kita bisa menjadi netizen yang bijak, dengan tidak memberikan "judgment" negatif sebelum ada fakta yang bisa dibuktikan. Setelah menonton secara tuntas pemutaran film tersebut, baru kita layak untuk memberikan penilaian objektif. Apakah film tersebut memang berisi kebohongan dan provokasi? atau justru memberi pencerahan dan edukasi, tentang fakta sejarah yang seringkali ditutupi. Maka, itulah pentingnya kita "melek" literasi.
Setelah menyimak film JKDN yang penuh "drama" putus nyambung, karena video sempat terputus karena ada keluhan dari pemerintah, nyatanya banyak masyarakat yang menantikan kelanjutan film ini karena dinilai memberikan edukasi kepada ummat tentang sisi sejarah yang mungkin tak pernah terungkap. Sajian sinematografi yang dikemas dalam sebuah film bertema sejarah tentu patut diapresiasi. Apalagi di tengah arus tontonan yang minim edukasi, yang kini justru menjadi viral dan menjadi tontonan kita sehari-hari.
Banyak hikmah dan ibrah yang kita dapatkan setelah menonton film ini. Sejarah memang tidak bisa dijadikan sebagai nash untuk menetapkan sebuah landasan hukum. Namun, sejarah bisa menggambarkan fakta bagaimana sebuah peradaban itu diterapkan. Apalagi jika sejarah itu diungkapkan dengan benar, tentu kita bisa mendapat ibrah yang benar, bukan sebaliknya adanya pengaburan sejarah. Seperti halnya cuplikan film JKDN ini memberikan sebuah gambaran betapa Khilafah dan Nusantara itu memiliki hubungan yang erat. Bukan serta merta sekedar hubungan dagang, yang mungkin seringkali kita tahu di buku-buku sejarah kita zaman dahulu. Namun, lebih dari itu, secara politis khilafah menjadi institusi yang menjadi wasilah tersebarnya dakwah Islam di Nusantara.
Bagi masyarakat yang awam dengan sejarah, mungkin film ini bisa menjadi sebuah referensi bergizi, di tengah tontonan film yang justru merusak generasi. Keluarga muslim dan generasi muda yang mengenal sejarah bisa mengambil hikmah dan pelajaran berharga tentang bagaimana perjuangan dakwah dari sejak zaman Rasulullah bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia. Tentu bukan tanpa hambatan dan pengorbanan. Justru sekelumit kisah yang kita saksikan dalam fragmen shirah, dan berbagai peninggalan sejarah menunjukkan bahwa peradaban Islam di bawah naungan khilafah bukanlah sekedar utopia. Apalagi jika dianggap romantisme sejarah belaka. Karena, Rasulullah SAW bersabda:
"Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zhalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (no. 439); Al-Bazzar dalam Sunan-nya (no. 2796)
Sejatinya film ini kembali menggugah ruh kaum muslimin, tentang kemuliaan agamanya, tentang perjuangan para pengembannya. Generasi kita saat ini layaknya perlu mengikuti spirit seorang Muhammad Al Fatih, yang sejak belia sudah meyakini bahwa dia akan menjadi penakluk Konstantinopel, jauh sebelum kemenangan itu ada di depan mata. Maka, sudah selayaknya kita mengimani dengan penuh keyakinan, bahwa janji Allah itu pasti akan terjadi, dan peradaban Islam pasti akan tegak kembali. Tentang kapan dan dimana? Tentu itu bukan menjadi wilayah yang bisa kita kuasai. Karena pertanyaanya adalah "Sudahkah kita mengambil bagian untuk berada dalam barisan yang memperjuangkan tegaknya kemuliaan Islam itu kembali?". Jawaban kita bisa menjadi sebuah refleksi, tentang kelayakkan kita untuk segera mendapat pertolongan Allah.
Posting Komentar