-->

Tak Logis, Pilkada Serentak di Tengah Pandemi

Oleh : Risma Aprilia (Aktivis Muslimah Majalengka) 

Penamabda.com - Di awal bulan Juni Pemerintah mulai menerapkan New Normal dengan tujuan sebagai salah satu upaya agar masyarakat tetap produktif beraktivitas, namun harus mengikuti protokol kesehatan demi mencegah terjadinya penularan covid-19. 

Tidak lepas dari keputusan New Normal, tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak pada tahun 2020 yang semula sempat tertunda sejak Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pada 4 Mei 2020.

Perpu tersebut mengubah waktu pelaksanaan pemungutan suara yang semula dijadwalkan pada 23 September 2020 sebagaimana yang dicantumkan pada UU No 10 Tahun 2016, kini sudah diputuskan menjadi Desember 2020.

Maka, untuk menindaklanjuti ketentuan dalam Perpu tersebut, pada 27 Mei lalu DPR RI bersama KPU RI dan Pemerintah menyetujui secara resmi bahwa Pilkada Serentak yang semula tertunda dapat dilanjutkan. Tepatnya pada hari Rabu, 9 Desember 2020. Hal itu dikuatkan oleh diterbitkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemililihan Umum Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020. (www.timesindonesia.co.id, 18/6/2020)

Jika kita teliti bersama sesungguhnya upaya Pemerintah untuk meminimalisir penularan covid-19 berbanding terbalik dengan keputusan akan dilaksanakannya Pilkada Serentak. Dimana kita semua tahu bahwa dari proses pelaksanaannya sendiri sangat memungkinkan terjadinya penularan. 

Walaupun dengan dalih akan dijalankan dengan mengikuti protokol kesehatan, namun tetap saja tidak menjamin akan terlaksana dengan sempurna. Apalagi saat ini banyak masyarakat yang justru menganggap bahwa New Normal adalah menjalankan aktivitas sehari-hari seperti sedang tidak terjadi apa-apa, padahal covid-19 sedang mengancam mereka. Sehingga tidak sedikit mereka yang abai terhadap protokol kesehatan. 

Inilah bukti nyata bobroknya sistem Demokrasi Kapitalisme, di tengah buruknya penanganan pandemi, justru Pemerintah bersikukuh untuk melaksanakan Pilkada Serentak. Hanya mementingkan kelanggengannya dalam menjabat tanpa memikirkan kemaslahatan masyarakat. 

Suara rakyat hanya dijadikan alat demi tercapainya ambisi menduduki kekuasaan. Setelah tercapai rakyat diabaikan, aspirasinya dicampakkan, bahkan para pengkritik yang memberi masukan positif dipenjarakan, bagai pepatah sudah manis sepah dibuang, sungguh malang nasib rakyat hidup di bawah sistem bobrok Demokrasi Kapitalisme. 

Dalam Islam pengambilan keputusan oleh seorang Khalifah ditentukan berdasarkan Syara' dimana keputusan tersebut menghasilkan suatu kemaslahatan bagi rakyat, karena pada hakikatnya hukum Syara' itu berasal dari Allah Subhanahu wa Ta'ala Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Sehingga hanya Allah lah yang mengetahui baik buruk bagi hamba-Nya. 

Wallahu'alam bishawab.