-->

SEMPURNAKAH KITA?

Oleh : Aya ummu Najwa

Penamabda.com - Sebagai manusia biasa tentu kita tak lepas dari kesalahan. Karena sebagai manusia, baik itu  berperan sebagai ibu, bapak, istri, suami, bahkan sebagai pengemban dakwah sekalipun kita pasti jauh dari kesempurnaan, karena sifat sempurna hanya milik Allah 'azza wa jalla. 

Islam adalah agama yang sempurna yang diturunkan oleh yang Dzat maha sempurna untuk mengatur urusan manusia, baik dengan Rabbnya, dirinya sendiri dan juga dengan sesamanya.

Sebagai mahluk sosial kita tak lepas dari berinteraksi dengan sesama kita. dan dari interaksi ini peluang untuk melakukan kesalahan dan kekhilafan sangat mungkin terjadi. Juga bergaul dengan sesama tentu memerlukan adab - adab dan aturan yang harus diperhatikan, sehingga terhindar dari saling menyakiti dan terjalin kasih sayang. 

Begitupun ketika kesesuaian terhadap hukum syara' belum terjadi maka Islam telah mengatur dan mewajibkan saling nasihat menasihati sebagai bentuk rahmah.

Nasehat merupakan pilar ajaran Islam. Di antara bentuk nasehat yang wajib dilakukan oleh setiap muslim adalah memberikan nasehat kepada saudaranya sesama muslim. Namun, nasehat ini tidak sempit sebagaimana yang diduga oleh sebagian orang. Karena hakekat dari nasehat adalah menghendaki kebaikan bagi saudaranya. Lawan dari nasehat adalah melakukan penipuan. Sementara menipu merupakan dosa besar yang merusak keimanan seorang hamba. Maka sudah semestinya setiap muslim bersemangat untuk menunaikan nasehat kepada sesama saudaranya demi terjaganya iman di dalam dirinya dan demi kebaikan saudaranya.

Sesungguhnya nasihat itu diperuntukkan bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan bagi kaum mukminin.Nasihat adalah perkara yang sangat agung bagi setiap muslim. Bahkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya sebagai pokok ajaran agama, ketika Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Agama itu adalah nasihat. “ Kami berkata: “Kepada siapa wahai Rasulullah?” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda: “ Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan para imam kaum Muslimin serta segenap kaum Muslimin.” [ Ghidzaul Albaab dengan Syarh al-Manzhuumah al-Adaab (pdf), karya as-Safarini ]

Nasihat merupakan kata yang ringkas, tapi memiliki makna yang tersirat di dalamnya. Secara bahasa kata nasihat berarti ikhlas. Dikatakan نصحت العسل, artinya: aku menjernihkan madu.[ Al-fawaaidu adz-dzahabiyyatu minal Arba’in an-nawawiyyah, Abu ‘Abdillah Hammur bin ‘Abdillah Al-Mathar, hal 42Syarah arba’in An-Nawawi  Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ]

Imam al-Khaththabi rahimahullah mengatakan bahwa kata nasihat diambil dari lafadz “nashahar-rajulu tsaubahu” (نَصَحَ الرَّجُلُ ثَوْبَهُ), artinya, lelaki itu menjahit pakainnya. Para ulama mengibaratkan perbuatan penasihat yang selalu menginginkan kebaikan orang yang dinasihatinya, sebagaimana usaha seseorang memperbaiki pakaiannya yang robek.[ Muqaddimah Al-Farqu baina nashiihah wa Ta’yiir Karya Ibnu Rajab ]

Nasihat adalah perkara yang penting sehingga setiap muslim wajib memperhatikan dan melakukannya kepada orang lain. Sampai-sampai Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengambil bai’at atasnya dan selalu mengikat diri dengannya karena sangat memperhatikan masalah nasihat ini.

Diriwayatkan dari Jarir radhiyallaahu‘anhu: “Aku berbai’at (berjanji setia) kepada Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan memberi nasihat kepada setiap muslim.” ( Muqaddimah kitab al-Majmu’ Syarhul MuhadzdzabDiwaan Imam Syafi’i, dikumpulkan dan disusun oleh Muhammad Ibrahim Saliim, hal 91)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjadikan nasihat yang tulus kepada seorang muslim sebagai bagian dari hak-haknya yang harus ditunaikannya oleh saudaranya sesamaMuslim. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hak Muslim atas Muslim lainnya ada enam: jika engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya; jika ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya; jika ia meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah ia…” ( Jaami’ul-‘Uluum wal Hikaam, Ibnu rajab al-Hanbali)

Sebaliknya, menerima nasehat adalah tanda kebersihan hati dan keimanan.
Menerima nasehat adalah kewajiban bagi setiap orang beriman. Karena al haq bisa datang dari siapapun dan dari manapun, maka sikap menolak nasihat adalah bentuk dari kesombongan.

Terkadang manusia luput akan dosa, dan tenggelam akan kemaksiatannya, maka, sebagai seorang Muslim yang mencintai saudaranya adalah memberikan nasihat dengan cara yang baik dan mengarahkan untuk kembali ke jalan yang benar. Betapa indahnya jika kita bisa saling nasihat-menasihati di antara sesama kaum muslimin dalam hal kebaikan, dengan memperhatikan adab-adab dan akhlak seorang muslim dalam memberikan nasihat. Semoga Allah‘azza wa jalla selalu senantiasa menghiasi diri kita dengan akhlak-akhlak yang mulia.

إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (Surat Al-'Ashr, Ayat 3)

Wallaahu a’lam