-->

Revisi Kartu Prakerja, Hoax Buat Rakyat yang Kesekian

Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban) 

Penamabda.com - Sepertinya sudah menjadi kebiasaan jika para penguasa negeri ini seringkali berucap kemudian direvisi. Memang lidah tak bertulang, tapi berbicara selain menggunakan lidah juga menggunakan akal, bagaimana bisa lisan mendahului akal, hingga berkata-kata tanpa berpikir dulu?

Mereka Muslim, yang dalam Islam berbicara tanpa didahului ilmu dan adab maka lebih baik diam. Sebab akan menimbulkan fitnah dan kerusakan. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47).

Sungguh jelas makna hadis diatas, tak peduli ia rakyat biasa atau pemimpin . Semua sama di hadapan syariat.  Dilansir dari KONTAN.CO.ID, 12 Juli 2020, Presiden Joko Widodo merevisi Program Kartu Prakerja. Perubahan itu teruang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020 yang Jokowi teken 7 Juli lalu.

Pasal 31C ayat (1) Perpres No. 76/2020 menyebutkan, penerima Kartu Prakerja yang tidak memenuhi ketentuan namun telah menerima bantuan biaya pelatihan dan/atau insentif wajib mengembalikan bantuan itu kepada negara.

Jika penerima Kartu Prakerja tidak mengembalikan bantuan biaya pelatihan dan/atau insentif sebagaimana dalam jangka waktu paling lama 60 hari, manajemen pelaksana melakukan gugatan ganti rugi kepada penerima. 

Sungguh sadis! rakyat yang seharusnya menikmati pengurusan negara kini bak jatuh tertimpa tangga pula, belumlah selesai urusan pandemi Covid-19 yang memorakporandakan keluarga, bisnis, pekerjaa, pendidikan dan sebagainya, kini berharap setetes madu bantuan dari rakyat pun terganjal undang-undang. Jika sesudah mengikuti pelatihan dan menerima uang pelatihan namun tak sesuai ketentuan wajib  mengembalikan seluruh biaya pelatihan kepada negara. Padahal faktanya uang tunai tak pernah mereka terima, sebab UU sebelumnya minyatakan bahwa uang pelatihan tak bisa diuangkan. 

Ini masalah serius, yang seharusnya negara hadir guna mempermudah urusan rakyat, ini malah mempersulit dan berlindung dibalik UU.  Nabi SAW pernah berdoa, “Ya Allah, barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya.” (HR Muslim).

Fokus penguasa hanya pada untung rugi, bak bisnis, rakyat ditempatkan sebagai konsumen. Sehingga muncul sikap tak mau rugi. Padahal, mereka ada di tampuk pimpinanpun atas biaya dan pilihan rakyat.  Inilah watak sistem kapitalis sekuler, hanya menjadi regulator kebijakan bagi rakyatnya. Jelas lebih menguntungkan mengurusi kapitalis alias pengusaha atau pebisnis. 

Dan nyatanya memang pemerintah hanya pengatur kebijakan antara pengusaha dan rakyat. Penyelenggara pelatihan Kartu Prakerja adalah lembaga pelatihan miliki swasta, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), atau pemerintah menjadi bukti outentik betapa hanya sistem Islam saja yang akan berpihak pada rakyatnya.  

Maka, apakah hukum Jahiliyah yang kehendaki, hukum mana yang lebih baik bagimu? Saat pandemi masih saja tega memberi harapan palsu kepada rakyat. Kesejahteraan kian jauh, rakyat kian sengsara. Saatnya berpikir lebih masuk akal, bahwa ini saatnya berubag. Kembali kepada syari'at Kaffah. 

Wallahu a' lam bish showab.