Ketika Pemimpin Kehilangan Kendali
Oleh : Diah Winarni, S.Kom
Penamabda.com - Hingar bingar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) diawal tahun ajaran baru terus menghasilkan keruwetan setiap tahunnya, dan ironisnya, hal tersebut terus berulang. Ketidaksiapan pemerintah menyebabkan karut marut penerimaan siswa baru. Ditambah Pandemi Covid-19 ini membuat Mendikbud dan jajarannya memutar otak tentang kurikulum pembelajaran jarak jauh untuk metode daring walhasil itulah yang membuat Mendikbud Nadiem Makarim stres menjalankan perannya, dipastikan keruwetan ini tak akan mampu diselesaikan oleh seseorang yang hanya memiliki latar belakang pengusaha tanpa memiliki kemampuan dibidang pendidikan sama sekali. Penunjukkan Nadiem sejak awal memang banyak dipertanyakan publik karena latar belakang pendidikannya.
Jika kita menelisik kebelakang, kita akan melihat dan rasakan bagaimana pendidikan negeri ini dijalankan. Pendidikan yang berbasis materialistik yang tidak dapat menghadirkan kemampuan anak didik yang terukur juga terarah. Baik dalam konsep maupun aplikasinya. Justru yang kerap hadir adalah banyaknya persoalan, mulai dari masalah zonasi, guru honerer, impor guru, hingga kekerasan fisik maupun seksual yang terjadi di ranah sekolah.
Lalu, dengan masalah baru yang kini muncul, apakah negara bisa menjamin generasi generasi muslim yang ada, menjadi yang terbaik jika pemerintah, khususnya Mendikbud tidak mampu memberikan jaminan pendidikan yang menghasilkan generasi yang sesuai dengan harapan UU No. 20 Tahun 2003, yaitu Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mandulnya Peran Negara atas Pendidikan Anak Negeri
Negeri ini seolah sudah tidak mau mengurusi generasi penerus dalam hal pendidikan secara sungguh-sungguh, skema pendidikan yang berorientasi materi dan merujuk kepada arah kebijakan korporasi dan menuntut tingginya kurikulum tanpa melihat kemampuan peserta didik secara komprehensif.
Apalagi pandemi Covid-19 ini mengubah seluruh kondisi pembelajaran selama ini di Indonesia, metode klasikal yang selama ini diterapkan nyata-nyata tidak mampu menghasilkan peserta didik yang cakap serta mandiri dan mampu menjawab tantangan zaman dengan agama dan keilmuwannya. Kini hadir generasi-generasi rapuh yang ternodai dengan arus liberalisme dan sekularisme, yang terpapar kebudayaan barat, tanpa memiliki jati diri yang kuat. Pandemi ini bisa dijadikan momentum perubahan secara hakiki tentang pembelajaran yang seharusnya, yang tidak menjadikan peserta didik seperti robot atau buruh pada korporasi, yang tenaga dan waktunya habis tercurah bak mesin uang yang diperas oleh negara.
Idealnya, negara berperan penting dalam menghasilkan output pendidikan yang berkualitas baik untuk sekolah negeri ataupun madrasah madrasah, apalagi madrasah yang berbasis pendidikan Islam, dimana siswa memiliki kepribadian yang tangguh, bersyaksiyah Islam guna menjawab segala permasalahan hidup dan juga mampu memberikan solusi sesuai tuntutan syariat. Juga tafaqquh fiddin, yang mampu bersaing menjadi generasi pencipta bukan generasi konsumtif.
Akhirnya, hanya dengan Islam kita mengembalikan semua permasalahan, pendidikan Islam yang jelas mencetak generasi gemilang, tangguh, pembangun peradaban Islam mulia yang akan maju menjadi pemimpin ummat, yang dengannya akan diterapkan aturan Islam yang kaffah yang akan mampu menjawab tantangan zaman. Daulah Islam juga akan membiayai seluruh aktifitas pendidikan dari tingkat dasar hingga perkuliahan, dan memberikan kebebasan rakyat untuk mempelajari ilmu apapun. Dan sungguh, Islam akan senantiasa menjaga kekuatan aqidah umat dari segala bentuk kejahiliyahan, terutama dikalangan para generasi muda di dalam proses pendidikan.
Wallahua'lam bishowwab.
Posting Komentar