Mencegah Anak Depresi Di Tengah Pandemi
Oleh : Aya Ummu Najwa
Penamabda.com - Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerhati Kesehatan Jiwa Anak UNICEF, Ali Aulia Ramly menyebut salah satu dampak bagi anak-anak di masa pandemi saat ini adalah depresi. Dia menyebut, ada sebuah studi di ranah global yang melakukan analisa bagaimana situasi isolasi ketika perang dunia dan wabah ebola. Ketika situasi isolasi, anak-anak terutama remaja depresi, dan itu bukan hanya ketika fase isolasi, namun bisa berlangsung lebih lama.
"Sayangnya di Indonesia studi skala terbatas. Tapi itu menunjukkan ada dampak termasuk depresi karena situasi ini yang tidak kita ketahui perbandingan dengan kejadian sebelumnya," ujarnya saat video conference di Graha BNPB, Jakarta, Senin (20/7/2020).
Selama pembelajaran daring di rumah, ternyata banyak ditemukan beberapa penyebab deperis terhadap anak, tekanan dari orang tua dan guru untuk mendapatkan nilai bagus, beberapa orang tua bahkan ada yang membatasi semua bentuk hiburan, dan memaksa anak-anak mereka belajar dengan keras. Ditambah lagi dengan tekanan dalam pergaulan, seperti bullying. Bullying adalah masalah serius yang meninggalkan trauma bagi target perilaku intimidasi.
Umumnya ada dua faktor yang menyebabkan depresi, yakni eksternal (dari lingkungan) dan internal (dari dalam dirinya sendiri. “Ketika terkena kejadian tidak menyenangkan, sementara daya tahannya tidak terlalu kuat, meskipun beban tersebut sebetulnya tidak terlalu berat, maka bisa menyebabkan depresi.”
Ketika mengalami depresi, anak atau remaja akan menunjukkan beberapa gejala. “Perasaan tertekan yang berkepanjangan, setidaknya berlangsung satu bulan. Beberapa gejala di antaranya dia tidak menikmati hobinya, susah tidur, malas bertemu orang lain, malas berkomunikasi dengan orang tua atau dengan teman-teman, menyakit orang lain. Itu adalah gejala-gejala penyerta depresi.”
Anak yang dihadapkan masalah bullying di sekolah tidak akan merasa depresi ketika dia memiliki daya tahan yang kuat dalam mengahadapi masalah di lingkungannya tersebut. Dan faktor yang berperan dalam membentengi kekuatan jiwa seorang anak di antaranya adalah orang tua. Maka, orang tua harus menjadi pihak yang mengayomi, dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak, bukan malah menambah beban anak dengan segala tuntunannya.
Orang tua sangat berperan dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua yang meletakkan dasar-dasar yang kokoh dalam perkembangan daya tahan anak. “Ketika orang tua tidak suportif kepada anak, mengabaikannya, maka anak akan mencari identifikasi lain. Anak akan meniru orang di dekatnya.”
Selain dipengaruhi oleh faktor genetik (kromosom), depresi juga dipengaruhi oleh faktor pola asuh. “Ibarat bibit yang tumbuh, di mana tanahnya, bagaimana dia disiram, subur atau tidak subur tanah tersebut, perkembangan kepribadian anak sangat tergantung oleh pola asuh orang tua.” Pola asuh islami akan melahirkan generasi yang rabbani, yang tangguh dan cemerlang, akan berbeda ketika pola asuh jauh dari nilai-nilai Islam, banyak umpatan, celaan, dan tekanan dalam keluarga, maka akan melahirkan generasi yang kasar, brutal, atau bisa jadi menjadi generasi yang mudah putus asa nan depersi.
Selain itu, ketika anak mengalami depresi, orang tua juga harus dilibatkan proses pemulihannya. “Kalau ada anak tinggal serumah dengan orang tua, dan terjadi kenalan pada anak tersebut, maka orang tua harus dilibatkan.” Caranya adalah dengan memberikan dukungan. “Mengajak berkomunikasi, dan memberikan tempat sharing untuk mereka.” Orang tua juga harus menyesuaikan cara mereka mendidik anak. Dinamis, harus mengikuti usia perkembangan anak.
Pengobatan anak yang mengalami depresi, dibagi menjadi tiga besar. “Ketika dia dibawa ke psikiater, anak akan diobati dengan obat-obatan, diberikan arahan kepada anak tersebut secara individu, serta perbaikan lingkungan orang-orang di sekitarnya.” Sungguh, inilah pentingnya pendidikan aqidah Islam sejak dini, serta pengasuhan yang penuh kasih sayang.
Kedudukan Anak dalam Pandangan Islam
Mendidik anak dalam Islam harus didasarkan pada petunjuk dari Allah, yaitu Al-Quran dan As-sunnah, karena Al-Qur’an tidak hanya membahas tentang kewajiban anak kepada orang tua, namun juga kewajiban orang tua kepada anaknya. Juga Rasulullah adalah teladan terbaik dalam hal pengasuhan, pendidikan dan pemimpin keluarganya.
Pandangan Al-Quran dan As-sunnah tentang anak, yang perlu diketahui dalam mendidik anak :
1. Anak sebagai Amanah bagi Orangtuanya
Selayaknya para bijak mengatakan bahwa sesungguhnya anak-anak bukanlah milik kita; mereka adalah titipan dari Allah kepada kita. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mendidik anak sesuai dengan yang telah Allah perintahkan. Jadi, adalah kesalahan bagi orang tua apabila seorang anak jauh dari ajaran Islam. Orang tua harus menyadari potensi anak akan berbeda dengan anak yang lainnya. Memaksakan kehendak dan menekan anak untuk menjadi yang terbaik di segala bidang termasuk nilai pelajaran harus menjadi terbaik, akan membebani anak, apalagi bukan motivasi yang diberikan tapi malah berupa intimidasi dan bullying, yang mengakibatkan depresi bukannya prestasi. Anak bukanlah alat pemuas obsesi orang tua, sehingga semua keinginan orang tua harus bisa dilaksanakan dan dicapai oleh anak.
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.
Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
2. Anak sebagai Generasi Penerus
Anak adalah harapan di masa depan; merekalah kelak yang akan menjadi pengaman dan pelopor masa depan agama dan bangsa. Jadi wajib bagi orang tua mendidik mereka untuk menjadi generasi tangguh di masa depan. Pendidikan berbasis ketaqwaan kepada Allah adal dasar yang kuat untuk membangun karakter anak, agar kelak menjadi generasi tangguh tak mudah patah arang dan tak mudah putus asa, hanya karena celaan dan cemoohan orang lain. Terlebih lagi, Allah memerintahkan orang tua untuk menjauhkan mereka dari api neraka kelak.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Surat At-Tahrim, Ayat 6)
3. Anak adalah Tabungan Amal di Akhirat
Seperti yang telah diketahui, bahwa selain amal di dunia, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang saleh merupakan amalan yang pahalanya akan terus mengalir hingga hari penghisaban kelak. Jadi, mendidik anak sesuai perintah Allah tetaplah merupakan keuntungan bagi orang tua juga pada akhirnya. Mencetak anak yang saleh tentu dengan kasih sayang, dengan ilmu Islam dan juga kesabaran.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
4. Anak adalah Penghiburan dan Perhiasan Dunia bagi Orang Tuanya
ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيۡرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابٗا وَخَيۡرٌ أَمَلٗا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Surat Al-Kahfi, Ayat 46)
Anak adalah perhiasan bagi orang tua. Di satu sisi, ia akan menjadi penghibur di kala lelah dan susah namun di satu sisi, ia juga dapat menggelincirkan orang tua dari jalan Allah, ketika pendidikan yang diberikan kepada mereka tidak sesuai dengan tuntunan ilahi.
Maka untuk mencetak generasi unggul, pemimpin masa depan yang diridhai oleh Allah, dan bukanlah generasi yang lemah dan mudah depresi, adalah dengan memberikan pendidikan yang sesuai syariat, menciptakan lingkungan huni yang kondusif untuk tumbuh kembang anak, termasuk memaksimalkan fungsi keluarga. Orang tua harus mengenal karakter anak, kekurangan dan kelebihan anak, orang tua harus menyadari potensi yang dimiliki oleh anak sehingga tidak akan memaksakan kehendaknya kepada anak yang rentan mengakibatkan depresi pada anak terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini.
Wallahu a'lam.
Posting Komentar