Kepala Daerah Buka Investor Asing: Mengokohkan Penjajahan Gaya Neoliberal?
Oleh: Naini Mar Atus Solikhah
Penamabda.com - Pemerintah saat ini tengah menggenjot masuknya investasi asing ke Indonesia, tak terkecuali Pemerintah Kota Madiun. Kota yang mendapat julukan sebagai Kota Pecel itu tengah membuka kran selebar-lebarnya bagi para investor asing.
Wali Kota Madiun, Maidi menyatakan Kota Madiun memang terbuka untuk investor. Seperti diketahui, sudah banyak investor yang masuk. Sebut saja gerai makan cepat saji Mcdonald yang sudah beroperasi. Ke depan, masih ada beberapa investor yang juga melakukan penjajakan di Kota Pendekar. Mulai rumah sakit, perhotelan, hingga pabrik. Keberadaan ring road timur yang masih dalam proses juga memberikan keuntungan tersendiri di Kota Madiun (harianbhirawa.co.id).
Sumber Umis, diyakini bakal jadi destinasi wisata baru miniatur dunia yang ikonik. Kendati masih dalam proses pembangunan, keberadaan taman di jantung kota tepatnya disebelah selatan Pemkot Madiun ini, sudah dilirik investor asal Korea Selatan.
Madiun sudah sejak lama menjadi tempat investasi, bisa kita lihat banyaknya hotel yang berdiri, salah satunya Aston, pusat pembelanjaan dan makanan siap saji seperti Pizza Hut dan MC Donald. Menjadi incaran investor serta banyak hal yang mempengaruhinya.
Investasi menjadi salah satu pendapatan daerah yang meningkatkan PAD kota Madiun. Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Koperasi dan Usaha Mikro Kota Madiun mencatat investasi yang masuk ke wilayah setempat selama Januari hingga awal September 2019 telah mencapai Rp600 miliar. Kepala DPMPTSP Koperasi dan Usaha Mikro Kota Madiun, Harum Kusumawati mengatakan investasi Rp600 miliar tersebut telah melebihi dari target yang ditetapkan selama 2019 yang ditetapkan sebesar Rp36 miliar (Antaranews.com). Hal ini disebabkan Pemkot sangat mempermudah proses masuknya investasi tersebut.
Di tengah pandemi seperti saat ini, keberadaan investor menjadi harapan besar bagi Pemkot sebagai pemasukan daerah. Namun, jika kita telisik lagi investasi bukanlah satu-satunya jalan untuk mendapatkan pendapatan daerah.
Apalagi investasi di bidang pariwisata yang berdampak cukup luas pada sistem sosial masyarakat. Mulai dari perkembangan nilai-nilai hedonisme hingga menyuburkan perilaku kemaksiatan.
Berlomba-lombanya pemerintah daerah meningkatkan potensi di daerahnya untuk dilirik oleh investor, pada dasarnya telah membuat kita terlena bahwa kita mempunyai Sumber Daya Alam yang melimpah ruah seperti gunung emas, bukit batu bara, minyak bumi, potensi laut, hutan dan sebagainya. Disadari atau tidak Indonesia sudah ketergantungan
Kita terlena dan tak sadar bahwa kita telah kehilangan ratusan ribh triliun hasil SDA dan hasil itu dinikmati oleh investor asing dan aseng. Sedangkan kita sebagai anak bangsa disibukkan untuk mengejar investasi yang nilainya jauh di bawah SDA tersebut.
Mengokohkan Penjajahan Gaya Neoliberal
Kian tahun Indonesia kian bergantung atau bisa dibilang kecanduan terhadap investor asing. Dengan dalih pembangunan, perluasan lapangan pekerjaan, memutar roda ekonomi makro dan menambah devisa serta sederet alasan lain yang dipakai oleh kepala daerah bermental ekonomi liberal.
Neoliberalisme telah dijadikan pintu masuk penjajahan model baru (neo imperialisme). Beragam peraturan perundangan dibuat untuk memuluskan agenda-agenda penjajahan itu. Sebetulnya, sejak masa Orde Baru, Indonesia telah masuk dalam cengkeraman penjajahan gaya baru. Pascareformasi cengkeraman itu makin kuat. Berbagai model penjajahan tersebut dilegalisasi melalui peraturan perundangan.
Kebijakan dan Undang-undang yang dibuat terkesan mengobral diri agar investor asing sesuka hati masuk dan menghisap kekayaan ekonomi dan sumber daya alam di Indonesia. Tak heran bila para investor asing itu "betah" dan senangnya mencengkeram erat Bumi Pertiwi, yang disaat bersamaan menghisap seluruh sari-pati kekayaan ekonomi maupun kekayaan sumber daya alam di Indonesia dan disaat bersamaan disanjung oleh Kepala Negara Indonesia sebagai investor asing yang telah bersumbangsih dan berkontribusi bagi pembangunan di Indonesia.
Penjajahan gaya neoliberal memang sangat lembut, sehingga kita tidak sadar lewat investasi kita dijajah. Maka tidak ada jalan lain selain untuk meninggalkan sistem buatan manusia dan mengambil sistem buatan Allah.
Pandangan Islam
Di dalam Islam SDA adalah milik seluruh lapisan masyarakat, ini merupakan kepemilikan umum yang haram hukunya jika di privatisasi sehingga negara wajib mengelolanya untuk kepentingan seliruh lapisan masyarakat. Denga cara ini, maka setiap daerah tak perlu jungkir balik untuk memenuhi kebutuhan daerahnya, karena kebutuhan daerah adalah tanggung jawab pemerintah pusat.
Sekilas, investasi asing membawa angin segar bagi kemajuan perekonomian bangsa kita, baik skala nasional maupun daerah. Tapi ada bahaya besar dan jangka panjang yang turut dibawa. Meski ada keuntungan secara materi, kerjasama dengan asing tidak boleh dilakukan bila berpotensi mengurangi kedaulatan, mengganggu keamanan dan ketertiban serta menjadi pintu menyebarluasnya kemaksiatan. Kerjasama yang merugikan kaum muslimin harus dihentikan. Sebab, kaum muslim diharamkan memberikan jalan kepada orang kafir untuk bisa mendominasi dan menguasai kaum mukmin.
Allah SWT berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS. an-Nisa’ : 141).
Oleh karena itu, tidak ada cara yang dapat ditempuh oleh penduduk negeri ini untuk membebaskan negara ini dari utang dan cengkeraman kepentingan negara asing dan korporasi raksasa kecuali dengan kembali menerapkan Islam secara menyeluruh. Sistem ekonomi Islam akan menjalankan roda perekonomian yang mandiri dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam.
Dengan pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syariah, maka akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara yang berasal dari pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Kebutuhan dana negara yang sangat besar juga dapat ditutup dengan penguasaan (pemagaran oleh negara) atas sebagian harta milik umum, gas alam maupun barang-barang tambang lainnya. Tentu hanya bisa terlaksana, jika elit politiknya berkemauan kuat untuk mengelola sumberdaya alam secara mandiri (tidak bermental terjajah). Dan bukan malah menyerahkannya kepada negara lain.
Wallahu a’lam bisshowab.
Posting Komentar