-->

BPJS Naik, Layanan Membaik?

Oleh : Ummu Tsabita Nur

Penamabda.com - Mulai Rabu 1 Juli 2020 kenaikan iuran BPJS Kesehatan berlaku.  Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) sebelumnya sempat membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Keputusan pembatalan  tersebut ternyata menuai beragam respon dari masyarakat. Ya, tentu banyak yang mendukung lah. Di tengah pandemi dan sulitnya masalah ekonomi, kalau beban itu ditambah lagi dengan kenaikan  asuransi kesehatan gimana rasanya coba? Ruwet!

Namun rasa senang itu tak lama. Iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II resmi tetap naik. Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Sementara itu, untuk golongan kelas III iurannya masih sama tahun ini, tahun depan baru akan naik.

"Untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan, kebijakan pendanaan Jaminan Kesehatan, termasuk kebijakan iuran perlu disinergikan dengan kebijakan keuangan negara secara proporsional dan berkeadilan serta dengan memperhatikan pertimbangan dan amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020," demikian pertimbangan Perpres 64/2020 sebagaimana dikutip detikcom. 

Yah itulah alasan klasiknya, defisit akan memepengaruhi kualitas dan kesinambungan layanan kesehatan. Jadi tetap saja pemerintah memaksa, naikan iuran!

Naik Iuran, The Only One Solution?

Menaikkan iuran BPJS di masa pandemi seperti saat ini benar-benar kebijakan zalim dari rezim.  Defisit empati dan seolah tak punya hati.  Walaupun dengan alasan yang terdengar "lazim" : kas defisit dan demi menjaga kualitas pelayanan.

Karena wabah covid 19 diakui secara global telah mengakibatkan kesulitan dahsyat bagi rakyat, baik dari aspek kesehatan maupun ekonomi.  Ni rezim bukannya meringankan beban dan memenuhi kebutuhan fisik rakyat, tapi malah terus memalak  dengan pungutan yang mencekik.

Di pandangan negara berhaluan kapitalis liberal,  memang  tak ada kewajiban memberikan layanan kesehatan gratis bagi khalayak. Negara hanya bertugas membuat mekanisme agar bisa mempertemukan kepentingan penyedia fasilitas kesehatan (dokter, RS, industri farmasi) dan kebutuhan rakyat sebagai konsumen layanan kesehatan. Makanya setiap layanan "wajar" ada biayanya. Tak ada yang free. Negara cukup menanggung untuk membiayai sekelompok masyarakat yang berstatus miskin sesuai kesanggupan anggaran saja. Tentu setelah memenuhi S dan K lho ya.

Sungguh BPJS kesehatan membuka fakta  tentang lepas tangannya negara.  Karena badan ini tak jauh berbeda dengan perusahaan asuransi tapi mendapat fasilitas istimewa. Ya gimana tak istimewa ?  Dia bisa memaksa semua rakyat menjadi peserta dengan pembayaran iuran berlabel gotong royong.

Ada sejumlah pilihan premi yang berkorelasi dengan kualitas layanan. Jadi jika membayar minimum, maka jangan berkhayal mendapat fasilitas premium. Itu laa yumkin saudarakuh.

Menurut pemerhati kebijakan publik Iffah Ainur Rochmah, konsep Universal Health Coverage (UHC) bukanlah sebuah jaminan kesehatan semesta sebagaimana namanya. Ia hanya jargon global yang mendorong rezim memaksimalkan kesertaan semua rakyat dalam program asuransi kesehatan. Tidak heran perhitungan untung rugi selalu menyertai naik turunnya premi yang harus dibayarkan publik. 

"Parahnya, rakyat harus menerima laporan bahwa BPJS merugi dengan beragam alasan. Juga diakui adanya salah kelola. Tapi mengapa pihak yang salah ini justru naik gaji? " tanya Iffah keras (muslimahnews.id). 

Ya memang aneh,  gaji jajaran direksi BPJS yang sudah ratusan  juta rupiah, malah ditambah lagi. Padahal tak ada prestasi terkait layanan perusahaan yang dipimpinnya kecuali santernya berita soal tunggakan tagihan kepada RS mitra dan defisit kas.

Pengamat politik Hendri Satrio malah berpendapat, perlu pengurangan gaji. Sebab, kinerja Dewan Pengawas maupun Direksi BPJS Kesehatan masih belum optimal dan masih menimbulkan kerugian bagi perusahaan meski gaji mereka besar.

"Sekarang BPJS Kesehatan dinaikin tujuannya apa? Untuk mengurangi defisit tapi pelayanan kesehatan gimana, kemudian manajemen BPJS Kesehatan gimana? Nggak tau juga," katanya.

Alasan lain,  kinerja yang buruk juga harus diikuti dengan pemberian sanksi kepada jajaran direksi dan dewan pengawas. Salah satu bentuk hukuman yang joss  adalah pengurangan gaji. (tirto.id).

Terus, apakah kenaikan iuran berdampak kepada meningkatnya kualitas layanan? He he jangan harap ya. Info yang berkembang beberapa layanan telah dipangkas. Sejak 25 Juli 2018, BPJS tidak lagi menjamin atau menanggung tiga pelayanan kesehatan yaitu katarak, persalinan bayi yang lahir sehat, dan rehabilitasi medik.  (republika.co.id).

Belum lagi soal pembedaan sikap faskes kepada pasien umum dan peserta BPJS. Seperti kasus di Lampung berikut. Pernah ada seorang warga Tanjung Seneng menuturkan, dirinya sempat dibuat kecewa oleh pihak rumah sakit swasta karena orang tuanya tidak bisa dirawat karena kamar kelas 1 sedang penuh. Padahal, saat itu orang tuanya harus benar-benar mendapat pelayanan rawat inap.

“Bagaimana tidak kesal, setelah dibilang kamar kelas 1 penuh, pegawai rumah sakit justru menawari naik kelas dengan status pasien umum. Padahal kami selama ini sudah membayar iuran kelas 1 setiap bulan,” ungkap beliau yang tak mau disebut namanya ini (kupastuntas.co). 

Keluhan seputar kualitas pelayanan terus memgemuka, dan solusinya rakyat disuruh bersabar dan mau melaporkan ke instansi yang berwenang. Walau tak ada jaminan ada solusi terbaik. Rakyat sepertinya harus terus menelan pil pahit. Subhanallah.

Islam Punya Solusi

Berbeda dengan cara Islam menangani. Islam mewajibkan negara (baca : khilafah) memberi solusi atas kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Sebagaimana negara juga harus berupaya memenuhi hajat publik berupa pangan , sandang dan perumahan.

Kebutuhan vital rakyat terhadap kesehatan menjadi tanggung jawab Negara untuk melayani. 
Pelayanannya wajib dengan kualitas terbaik  (premium) dan manusiawi, tentu tanpa mengharapkan kompensasi materi. 

Khalifah sangat paham dengan hadits berikut bahwa mereka akan ditanya soal sikap kepala negara kepada rakyat yang diampunya. 

Rasul Saw. bersabda:

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al- Bukhari).

Negara memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada publik. Tidak  membedakan yang miskin atau kaya. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa diserahi urusan manusia lalu menghindar melayani kamu yang lemah dan mereka yang memerlukan bantuan, maka kelak di hari kiamat, Allah tidak akan mengindahkannya.” (HR. Abu Dawud).

Adalah kewajiban Negara (khilafah) untuk membebaskan rakyat dari beban pungutan demi penyelenggaraan negara dan pelayanan kebutuhan dasar publik. Pemasukan individu dari bekerja atau sumber lainnya hanya diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan dasar individu dan keluarganya.
Untuk kesehatan, pendidikan dan keamanan harus dijamin negara dan bisa dinikmati secara free. 

Lalu bagaimana caranya kas negara khilafah bisa punya dana unlimited ? Tak defisit kayak negri +62.

Begini,  kas negara berlimpah bisa didapat dari harta milik publik berupa kekayaan SDA. Seluruh kekayaan alam  dikelola Negara dengan amanah.  Hasil sebesar-besarnya untuk menyejahterakan rakyat, bukan menyenangkan investor asing dan aseng.

Tapi ya sulit hal ini diterapkan, jika sistem kapitalis yang suka malak rakyat dipertahankan. Tak cukup cuma ganti pejabat yang jadi penguasa ya saudaraku. Sia-sia saja. Selama sistem bobrok yang tak sudi melayani rakyat ini masih bercokol.  Sudah cukup banyak bukti keunggulan Khilafah, apa masih rela dipalak terus?[]