-->

Problematika Pedagang Kecil di Masa Pandemi

Oleh : Dewi Rahayu Cahyaningrum
(Komunitas Muslimah Rindu Jannah Jember) 

Penamabda.com - Serangan penyebaran pandemi Corona atau Covid-19 yang begitu masif, membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kondisi gawat darurat global dunia. Dikarenakan kondisi dunia yang semakin hari semakin bertambah penderita Corona atau Covid-19nya. Virus Corona atau covid-19 itu sendiri tidak hanya menyerang orang dewasa, remaja, anak-anak, laki-laki, perempuan, orang kaya tetapi juga menyerang rakyat miskin salah satunya para pedagang kecil yang menjual barang dagangannya di pasar.

Ratusan pedagang pasar positif terinfeksi virus Corona atau Covid-19 dan beberapa sudah menjadi korban jiwa. Menurut Ikatan Pedagang Pasar Indonesia  (IKAPPI) sudah 529 orang pedagang positif virus Corona atau Covid-19. Dan dari jumlah tersebut, 29 diantaranya meninggal dunia. Dan tak ayal, pasar kemudian dianggap menjadi cluster baru penyebaran Covid-19. 

Dan menurut Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhajir Efendy pasar menjadi tempat kerumunan yang paling rawan. Potensi untuk menjadi kluster penyebaran virus Corona atau Covid-19 sangat tinggi (Okenews,Sabtu,13/6/2020). 

Sebaran virus Corona atau Covid-19 di pasar diduga dikarenakan pedagang yang tidak mematuhi protokol kesehatan dan dikarenakan pemerintah melakukan pendekatan yang salah, yaitu tidak melakukan pendekatan secara persuasif dan usaha pemerintah yang salah yaitu melakukan test kesehatan untuk mengetahui kondisi kekebalan tubuh para pedagang yang dilakukan di pasar-pasar, sehingga terjadi penolakan yang dilakukan oleh para pedagang sendiri dan warga sekitar.

Seperti yang terjadi pada ratusan pedagang dan pengunjung pasar Cileungsi, kabupaten Bogor, Jawa Barat yang mengusir petugas Corona atau Covid-19 dari Gugus Tugas Kabupaten Bogor, insiden tersebut terjadi pada hari Rabo 10 Juni (kumparan.com,11/6/2020).

Dengan melihat kenyataan tersebut menegaskan pemerintah tidak cukup mampu untuk  menyediakan sarana dan prasarana test kesehatan serta tidak cukup mampu untuk menghimbau agar para pedagang untuk patuh pada protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. 

Para pedagang tetap memaksakan untuk melakukan transaksi jual beli atau berjualan di pasar-pasar untuk menopang kehidupan ekonomi keluarga yang semakin terpuruk dikarenakan tidak adanya pemberian jaminan pemenuhan kebutuhan hidup mereka yang seharusnya sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Salah satu contohnya adalah saudara Budi pedagang pasar Tempel Rajabasa yang masih tetap berjualan sayur yang merupakan mata pencaharian satu-satunya meskipun dalam keadaan pandemi demi memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. “Mau makan apa saya dan keluarga saya dirumah kalau tidak berjualan. Apalagi ibu saya tinggal dirumah, pasukan kami banyak. Jadi saya tetap paksakan untuk berjualan,” ujar Budi saat ditemui di pasar Tempel Rajabasa, Senin, 13 April 2020 (Lampost.co). 

Rusaknya sistem kapitalisme bisa dilihat dari cara penanganan dalam menghadapi wabah virus Corona atau Covid-19 yang dilakukan pemerintah saat ini dan pemerintah semakin menampakkan sebagai penguasa yang tidak mementingkan kesejahteraan dan kesehatan rakyatnya.

Hanya Islam yang mampu memberikan solusi yang tepat dan cepat dalam menangani merebaknya wabah virus Corona atau Covid-19 seperti sekarang ini. Hanya dengan menerapkan syariah Islam secara Kaffah atau keseluruhan semua persoalan umat manusia bisa teratasi mulai dari wabah penyakit, ekonomi, persamaan gender, pendidikan, pertahanan keamanan, sosial budaya  dan yang lainnya. Rasulullah Saw. Sudah mengajarkan kepada kita bagaimana dalam menghadapi wabah, Rasulullah melakukan karantina atau isolasi yang sekarang di kenal dengan istilah lockdown.

Dalam wabah skala besar Rasulullah bersabda:
“Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika terjadi wabah ditempat kalian berada, janganlah kalian keluar darinya.” (HR Al – Bukhari).

Dalam sistem Islam dengan penerapan syariah Islam secara kaffah sejumlah hukum syariat yang terkait dengan ekonomi yang diterapkan oleh Khalifah (pemimpin) akan memastikan rakyat tercukupi kebutuhan hidupnya termasuk dalam keadaan adanya wabah seperti virus Corona atau Covid-19 pada saat ini.

Sistem Islam menerapkan struktur anggaran negara difokuskan pada upaya kesejahteraan rakyat dan pertahanan negara. Pengeluaran negara diprioritaskan untuk rakyat. Seperti adanya pos kewajiban fakir miskin, ibnu sabil (orang asing yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya). Pos untuk pengadaan keperluan rakyat yang keberadaannya penting di masyarakat seperti sekolah, rumah sakit, pembukaan jalan-jalan dan sebagainya. Termasuk pos penanganan bencana sudah ditetapkan juga pada sistem keuangan sistem Islam.

Dalam sistem Islam negara bertanggungjawab penuh terhadap semua kebutuhan asasi dan kolektif rakyat di kala wabah melanda. Syariat Islam menjelaskan peran penguasa adalah memperhatikan, kesejahteraan dan keselamatan rakyat yang dicerminkan dari kebijakan, program dan aktivitas-aktivitasnya. Maka pada saat wabah menyerang, kas negara (baitulmal) ada harta atau tidak adanya harta akan langsung pembelanjaannya diperuntukkan bagi kebutuhan pokok rakyat. Tidak akan ada lagi pertimbangan-pertimbangan ekonomi, dampak lockdown terhadap ekonomi, sementara lockdown adalah solusi yang diberikan syariat Islam dalam penanganan wabah.

Sungguh negara Indonesia tercinta ini membutuhkan seorang pemimpin yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhan dalam kekuasaan yang diembannya hingga dia akan mengerti dan memegang teguh bahwa perannya sebagai riayah suunil ummah (memikirkan dan mengelola semua urusan dan nasib rakyat). Dia akan menyelesaikan semua persoalan rakyatnya dengan berdasarkan syariat Islam yang sudah ditetapkan berdasarkan sumber-sumber hukum Islam yatitu Al Quran, As Sunnah, Ijma’ sahabat dan Qiyas.

Seperti yang dicontohkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab. Siang malam khalifah Umar selalu memantau keadaan rakyatnya. Umar benar-benar sadar kepemimpinannya itu adalah melayani bukan dilayani. Kepemimpinannya bukan untuk menaikan status sosial, bukan untuk menumpuk harta yang akan menghasilkan kegunaan di akhirat semata. Nyawa rakyat bagi Umar adalah pertanggungjawaban besar kelak di akhirat maka menyia-nyiakannya adalah sebuah kezaliman.

Wallahua’lam Bishshawab.