-->

Menyongsong Kemandirian Negara Dengan Islam

Oleh : Puspita Ningtiyas,  SE

Penamabda.com - Katadata.co.id- Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah per Maret 2020 mencapai Rp 5.192,56 triliun, bertambah lebih dari Rp 400 triliun dari posisi akhir tahun lalu Rp 4.779,28 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto bahkan mencapai 32,12%.

Setiap negara memimpikan kedaulatan. Tapi  fakta nya tidak semua negara berdiri di kaki sendiri. Di era globaliasi, intervensi negara asing terutama dalam aspek ekonomi justru menjadi pertanda suksesnya penerapan politik luar negeri bebas aktif, sehingga negara yang bersangkutan memperoleh penghargaan dunia. Sebaliknya negara yang tertutup dari intervensi asing justru akan diasingkan dari hubungan negara-negara dunia.  Intervensi asing ini bisa terjadi baik dalam bentuk impor komoditas maupun hutang luar negeri. Di saat pandemi seperti saat ini, intervensi asing sangat kentara dan menyebabkan hilangnya kedaulatan negara secara langsung maupun perlahan. 

Lebih jauh lagi, masalahnya adalah,  intervensi asing akan mempengaruhi kebijakan negara.  Jika keberadaan negara adalah untuk mengurusi urusan rakyat,  ketika ada intervensi asing dan ternyata kebijakan berbelok memihak kepada asing.  Lantas apa guna keberadaan negara? 

Begitulah bahaya intervensi asing. Untuk mecapai kehidupan bernegara yang harmonis dibutuhkan ketulusan penguasa mengayomi rakyatnya tanpa ada pihak ketiga, apalagi  negara asing yang mengusik kedaulatan. Kunci nya adalah kemandirian dalam menjalankan roda pemerintahan. Hal ini bisa diwujudkan dengan mempersiapkan setiap komponen yang dibutuhkan agar mampu menyelesaikan setiap hambatan yang dihadapi.

Islam sebagai sebuah peradaban telah berhasil berdaulat selama kurang lebih 1400  tahun. Dalam rentang  yang sangat lama, bukan hanya berdaulat, Islam bahkan menjadi mercusuar dunia dalam semua aspek kehidupan.  Hal ini karena Islam memiliki motif atau dorongan yang benar dalam memperjuangkan kemandirian dan kedaulatan negara.

“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141)”

Motif inilah yang menjadikan Rasulullah enggan menerima tawaran kafir Quraisy menjadi pemimpin di kalangan mereka tapi harus menyerahkannya kembali setelah masa Rasulullah berakhir. Rasulullah SAW juga tak gentar dengan bujuk rayu orang-orang kafir sampai mereka geram dan merencanakan pembunuhan atas beliau. 

Semua itu karena keyakinan bahwa Allah akan menjadikan kaum muslimin berkuasa di atas kaum kaum yang lain tanpa harus berkompromi, tanpa harus merengek bantuan dan meminta minta kepada musuh Islam. Tinta emas sejarah telah membuktikan hal tersebut sebagaimana janji Allah di dalam surat An-Nur ayat 51. 

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur : 51 )