-->

Prediksi Ledakan Kasus Corona Pada New Normal Life

Oleh : Ishmah Hafidzah

Penamabda.com - Angka kasus positif virus corona di Indonesia dari awal diprediksi mengalami kenaikan usai lebaran. Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, memperkirakan bakal terjadi ledakan pasien Corona sepekan setelah Idul Fitri atau Lebaran 2020. Penambahan jumlah warga yang terinfeksi atau positif Corona, ia menyebut, bisa mencapai ribuan per hari.

Menurut dia, saat ini kasus asymtomatic atau orang tanpa gejala cukup tinggi, yakni mencapai 20-40 persen di kalangan anak muda. Mereka yang tidak merasakan sakit ini, kata dia, sangat berpotensi menularkan virus ke orang lain. "Ini paling berbahaya," ujar Syahrizal.

Menurut dia, puncak wabah Corona bakal segera terjadi di Jakarta karena banyak warga yang tidak patuh saat menjelang dan saat lebaran. "Ini akan menjadi puncak wabah. Bisa lebih tinggi jika nanti ada arus balik ke Jakarta dan kota-kota besar di Jawa," tuturnya. (Tempo.com, 24/05/2020)

Belum lagi ada upaya pemerintah untuk menciptakan new normal. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, misalnya, mengizinkan transportasi antarwilayah kembali beroperasi dengan syarat ketat, termasuk surat dinas dan hasil tes negatif Covid-19.

Aksi turunannya, maskapai dari grup Garuda Indonesia dan Lion Air mulai kembali terbang pada awal Mei. Begitu juga PT Kereta Api Indonesia. Selain itu, bus-bus antarkota hingga kapal penyeberangan mulai beroperasi.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir pun berencana memulai aktivitas kantor bagi pegawai perusahaan pelat merah yang berusia kurang dari 45 tahun setelah 25 Mei. Meski, pelaksanaannya masih harus menunggu restu dari Gugus Tugas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.

Masalah Ekonomi adalah alasan utama pemerintah untuk mulai merancang kondisi new normal. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2020 hanya 2,97 %. Padahal, kasus pertama Covid-19 baru diumumkan pada 2 Maret 2020. Artinya, baru sebulan keberadaan virus corona terkonfirmasi di Indonesia, namun dampaknya terhadap perekonomian begitu dahsyat.

Tak bisa dipungkiri, penutupan pabrik-pabrik akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk membendung penularan Covid-19 berimbas pada naiknya angka pengangguran. “Kondisi yang terkena PHK, masyarakat yang menjadi tidak berpenghasilan lagi, ini harus dilihat. Kita ingin masyarakat produktif dan tetap aman dari Covid-19,” kata Jokowi dalam siaran pers, Jumat, 15 Mei 2020 lalu.

Dokter spesialis paru yang sekaligus Dekan Fakutas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Reviono mengatakan Indonesia belum siap untuk menerapkan new normal atau tatanan normal baru di tengah pandemi Covid-19.
Menurut dia penerapan new normal bisa dilakukan di daerah-daerah yang kasus Covid-19 sudah mengalami penurunan secara stabil. Untuk itu Reviono beranggapan penerapan new normal belum bisa dilakukan diseluruh wilayah di Indonesia. (Tribunnews.com,28/5/2020)

Sejak awal virus covid-19 mewabah di Indonesia pemerintah justru meremehkan ancaman ini. Pun pemerintah sangat lamban dalam upaya pencegahan saat wabah covid 19 menyebar. Bukan hanya itu, dalih ini semakin mengkonfirmasi bahwa pemerintah seakan cenderung mengambil kebijakan health imunity atau kekebalan imunitas dengan berharap pada cuaca alam tanpa memberikan pelayanan kesehatan yang memadai.

Padahal herd imunity tanpa adanya vaksinasi dalam suatu populasi masyarakat hanya akan menimbukan kematian masal. Buruknya manajemen pemerintah dalam menangani wabah, serta enggannya megurusi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya selama wabah sejatinya adalah gambaran nyata kualitas pemimpin dalam sistem kapitalis saat ini. 
Pada sistem kapitalis ini bertumpu pada kepentingan ekonomi dan investasi materialistik berbasis untung rugi, maka tak heran pemerintah bersikukuh tidak mengambil kebijakan lockdown. Sebab jika kebijakan ini dikeluarkan maka pemerintah harus menanggung secara penuh kebutuhan rakyat. Otomatis kebijakan ini akan membuat pemerintah rugi.

Tentu paradigma ini berbeda dengan kepemimpinan di dalam Islam yaitu sistem Khilafah. Sistem yang di bangun berdasarkan wahyu yang meniscayakan para  pemimpin hanya menerapkan aturan-aturan dan mengeluarkan kebijakan berlandaskan Al Qur’an dan As Sunah. 

Sehingga mereka akan menempatkan proiritas penyelamatan jiwa. Rakyat diatas kepentingan ekonomi. Hal ini terbukti dengan keberhasilan negara Islam dalam menghadapi setidaknya tiga wabah yang terjadi di dunia. Pertama wabah di Amwas wilayah Syam kini Suriah di tahun 639M. Kedua wabah black death di Granada pada abad ke 14. Ketiga wabah smallpox pada abad 19 yang melanda Pemerintahan Utsmani sekaligus cikal bakal pembuatan vaksin. 

Keberhasilan ini tak lepas dari kebijakan yang efektif dari pemimpin Islam seperti kebijakan lockdown wilayah wabah. Sebagaimana yang diajarkan Rasulullah dan para Khalifah yang terdahulu. Upaya preventif ini untuk mengisolasi penularan wabah penyakit agar tidak meluas. 

Sehingga roda perekonomian masyarakat yang sehat dapat tetap berjalan. Adapun kebutuhan logistik dan pelayanan kesehatan seperti obat-obatan, tenaga medis, peralatan medis masyarakat yang terkena wabah merupakan tanggung jawab penuh Khalifah untuk memenuhinya. 

Kemudian mencari tahu mekanisme penyakit serta antisipasi pencegahan penyakit berbasis bukti. Islam mengajarkan kepada kaum muslimin untuk meneliti khasiat yang Allah tetapkan pada  virus, seperti dampak kematian dan kesakitannya. Sehingga akan dihasilkan langkah-langkah praktis dan efektif dalam mencegah penyebaran penyakit. 

Lalu pengembangan dan produksi vaksin. Vaksinasi merupakan pencegahan penyakit serta spesifik. Ketika mayoritas populasi divaksinasi, virus tidak mampu tersebar karena sudah tercegah kemampuannya untuk menginfeksi. Pengobatan ini dikembangkan dan dgunakan saat era pemerintahan Utsmani dilanda wabah smallpox atau cacar. Kebijakan ini terealisasi dan dapat dirasakan  oleh masyarakat karena didukung pendanaan dari Baitul Mal sebagai lembaga keuangan negara. Dalam Baitul Mal terdapat tiga pos pemasukan yaitu pos Fai dan Kharaj, pos kepemilikan umum dan pos shadaqah. 

Saat negara dilanda bencana seperti wabah keperluan masyarakat akan dibiayai dari pos Fai dan Kharaj serta pos kepemilikan umum. Untuk biaya pelayanan kesehatan dan pengembangan teknologi seperti vaksin akan dibiayai dari pos kepemilikan umum. Bahkan pada masa kekhilafahan islam terdapat dana wakaf dari pos shodaqah yang berkontribusi hampir 30% dari pemasukkan Baitul Mal. Sebagian besar dana ini digunakan untuk membuat layanan dan penelitian kesehatan. Wajar jika negara Islam mampu menangani wabah. Demikianlah dengan kembali pada hukum Islam yang kaffah, masalah wabah akan lebih teratasi. 

Wallahu a’lam bissawab