-->

Biaya Kuliah Mehong, Gratis dari Hongkong?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban) 

Penamabda.com - Menuntut UKT diturunkan atau Kuliah Bebas Biaya? Dua-duanya adalah pilihan yang tak kan mungkin terwujud. Mengapa?
 
Melalui Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020, Nadiem Karim  menyebutkan, Kemendikbud akan memberikan keringanan UKT bagi mahasiswa PTN yang menghadapi kendala finansial selama pandemi Covid-19. Maka, Kemendikbud anggarkan Rp1 Triliun untuk dana bantuan UKT. "Dan juga kami mengalokasikan dana sebesar Rp 1 triliun, terutama PTS dan mahasiswa PTS untuk meringankan beban UKT mereka sehingga mereka masih bisa lulus, masih bisa melanjutkan sekolah mereka, dan tidak rentan drop out," kata  Nadiem (KOMPAS.com,21/6/2020).

Namun, sebagaimana biasanya, untuk mendapatkan bantuan Dana UKT mahasiswa, ada sejumlah kriteria yang disyaratkan. Calon penerima harus dipastikan orangtua mengalami kendala finansial sehingga tak mampu membayar UKT. Penerima Dana Bantuan UKT juga bukan mahasiswa tidak sedang dibiayai oleh program KIP Kuliah atau beasiswa lainnya.

Dengan banyaknya syarat yang menyertai, pantas saja jika kalangan mahasiswa kemudian menyampaikan protesnya atas minimnya perhatian pemerintah pada keadaan mahasiswa di tengah pandemi Covid-19. Kuliah daring, ortu sedang kesulitan ekonomi dan beban biaya Pendidikan tetap mencekik.

Meski akhirnya kemendikbud menetapkan ada skema penurunan UKT, semestinya disadari oleh umat bahwa Pendidikan adalah hak warga negara. Negara wajib menyediakan secara gratis dan berkualitas. Mahasiswa dan Umat harus menuntut ini, sebab adanya prasarat justru menghambat hak-hak warga negara tertunaikan. Dari mana dana itu berasal, tentu dari APBN negara, maka semestinya dikembalikan lagi kepada pemiliknya, yaitu rakyat tanpa syarat. 

Memaklumi kehadiran negara hanya berwujud penurunan UKT di masa pandemi sama saja dengan membiarkan berlangsungnya pendidikan sekuler yang mengamputasi potensi generasi khoiru ummah.  Padahal peradaban mulia dan cemerlang hanya didapat jika pemudanya merupakan generasi terbaik. Bukan saja fisik namun juga akademik dan keimanannya. 

Sebab, selama pemimpin negeri ini masih menggunakan sistem yang sama  maka solusi tak pernah didapat. Kapitalisme memang tak layang untuk tujuan terpenuhinya semua kebutuhan umat, sebab frame berpikir merekapun dibangun atas pemikiran sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan hanya berkutat pada manfaat materi semata, tanpa pikir halal dan haramnya. 

APBN negara yang menjadi pos pendapatan negara diisi oleh pajak dan utang berbasis riba, dimana keduanya adalah riba. Maka, kemampuan negara membiayai pendidikan pun terbatas sebab dana yang seharusnya untuk pendidikan malah habis untuk membayar riba. 

Tiadanya kritik terhadap kewajiban negara menyediakan Pendidikan gratis artinya melestarikan tata kelola layanan masyarakat yang menyengsarakan karena lepasnya tanggung jawab penuh negara. Dalam Islam menuntut hak yang harusnya ditunaikan negara adalah sesuatu yang lumrah bahkan dianjurkan. Sebab penguasa atau pemimpin memang periayah atau pengurus urusan umat. 

Inilah yang disebut dengan ranah muhasabah, yaitu koreksi kepada penguasa jika ia melenceng dari agama. Sebab jika negara yang melakukan kesalahan maka itu akan berdampak pada semua rakyat. Ingatlah, bahwa setiap amal akan diperhitungkan Allah, maka sabda Rasullah
"Dan barangsiapa memimpin mereka dalam suatu urusan lalu menyulitkan mereka maka semoga bahlatullah atasnya. Maka para sahabat  bertanya, ya RasulAllah, apa bahlatullah itu? Beliau menjawab: La’nat Allah'. (HR Abu ‘Awanah dalam shahihnya. Terdapat di Subulus Salam syarah hadits nomor 1401). 

Wallahu a' lam bish showab.