-->

Tarif Listrik Melambung, Rakyat Makin Buntung

Oleh : Zahida Arrosyida 

Penamabda.com - Beban hidup masyarakat Indonesia semakin berat. Sudahlah hidup serba sulit akibat wabah pandemi dan efeknya,  rezim justru mengeluarkan banyak  kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Ditengah pandemi yang menyebabkan keterpurukan ekonomi, publik dikagetkan tagihan listrik yang naik secara drastis.

Dilansir dari detikfinance pada Minggu (7/6/2020) keluhan masyarakat soal tagihan listrik yang membengkak kembali merebak. Masyarakat memperkirakan ada kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA.

Merespon keluhan-keluhan tersebut, PT PLN (Persero) angkat suara. Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN.

Menurut Bob, PLN  tidak melakukan kenaikan tarif karena tarif itu adalah domain pemerintah.  Ada UU yang diterbitkan pemerintah melalui Kementerian ESDM. PLN tidak akan berani karena itu melanggar UU dan melanggar peraturan dan bisa dipidana bila menaikkan tarif.

Lonjakan tagihan listrik sontak "menyetrum" masyarakat. Semestinya pemerintah lebih peka. Ekonomi masyarakat dalam kondisi pandemi sangat berat. Masyarakat berharap akan memperoleh bantuan di era krisis, namun malah sebaliknya, beban hidup semakin berat. Kenakan iuran BPJS, harga bahan pangan mahal, lonjakan tarif listrik, semua adalah bukti pemerintah belum   mengutamakan kepentingan rakyat.

Pemerintah juga semestinya memperhatikan kondisi masyarakat yang sedang sulit akibat tidak ada penghasilan yang merupakan dampak Covid-19. Bukan malah membebankan rakyat dengan menaikan tarif listrik. Memang benar, dalam hal ini pemerintah memberikan solusi  kenaikan dicicil. Namun sesungguhnya hal ini bukan solusi yang tepat. Karena masyarakat tetap saja perlu biaya ekstra untuk kenaikan listrik meski dicicil. 

Alasan PLN menaikkan listrik akibat aktivitas di rumah dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga tidak tepat. Pasalnya, PSBB bukan keinginan masyarakat tapi kebijakan pemerintah. Sekolah dengan belajar online juga bukanlah keinginan siswa. Konsekuensinya penggunaan listrik lebih banyak.  Pemerintah adalah pihak yang bertanggungjawab memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Karena negara ada untuk mengatur kehidupan agar masyarakat sejahtera dan bermartabat.

Dalam sistem ekonomi kapitalis, kenaikan TDL merupakan kewajaran. Hal ini adalah dampak dari proses swastanisasi dan privatisasi yang  tertuang dalam Letter Of Inten, ditandatangani tanggal 31 Oktober 1997 antara IMF dan pemerintah. Pada butir 41 dinyatakan Pemerintah RI berjanji untuk memprivatisasi sektor pelayanan publik.

Lalu dibuat skenario meloloskan pesanan IMF tersebut, melalui Kementerian Pertambangan dan Energi yang kemudian menerbitkan “Buku Putih” pada Tahun 1998, yang isinya adalah roadmap liberialisasi ketenagalistrikan melalui tahapan Unbundling, Profitisasi dan Privatisasi. Jadi walaupun namanya masih PLN, tapi kebijakan penentuan harga listrik dilakukan oleh swasta. 

Semua itu makin menyempurnakan liberalisasi listrik baik di sektor hulu maupun hilir. Hal ini sesuai amanat UU Kelistrikan No. 30/2009.

Liberalisasi listrik itu melengkapi liberalisasi di sektor Migas, pengelolaan SDA dan sektor ekonomi lainnya secara umum. Liberalisasi adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalisme neoliberal. Selama kapitalisme neoliberal terus diterapkan di negeri ini, maka liberalisasi itu akan jalan terus dan makin brutal.

Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa problem utama penyebab naiknya harga listrik adalah kebijakan ekonomi pemerintah yang neoliberal. Hampir semua kebijakan menguntungkan para kapitalis dan selalu mengorbankan kepentingan rakyat.

Liberalisasi energi ini menyalahi ketentuan syar'i. Islam menetapkan bahwa kekayaan tambang yang depositnya besar adalah milik umum, milik seluruh rakyat. Tambang demikian tidak boleh dikuasai oleh swasta. 

Diriwayatkan dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia pernah meminta kepada Rasul saw agar diberi sebuah tambang garam di daerah Ma'rib. Rasul pun memberikan tambang itu kepada dia. Namun seorang sahabat segera mengingatkan beliau, "Ya Rasulullah. tahukah engkau apa yang telah engkau berikan kepada dia? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang terus mengalir." Ia (perawi) berkata, "Beliau pun menarik kembali tambang itu dari dia."(HR at-Tirmidzi dan Abu Daud).

Dalam Islam, listrik merupakan hajah asasi (kebutuhan dasar) rakyat yang wajib dipenuhi pemerintah secara gratis. Sebab, listrik bagian dari hak milik umum yang dikelola negara. Sehingga individu maupun korporasi dilarang memilikinya untuk dikomersilkan. 

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.”(HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah).

Di sini juga menetapkan bahwa sumber energi baik berupa minyak, gas, listrik dan lainnya adalah milik umum, milik seluruh rakyat.

Pengelolaan semua kekayaan milik rakyat harus dilakukan oleh negara mewakili rakyat. Seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat demi kemaslahatan mereka. 

Dengan dikelola langsung oleh negara maka negara akan memiliki sumber pemasukan yang sangat besar. Negara pun tidak akan kesulitan mewujudkan berbagai proyek untuk kemaslahatan rakyat, seperti proyek kelistrikan, infrastruktur dan lainnya. Itu berbeda dengan negara yang mengadopsi sistem kapitalisme neoliberal yang mengandalkan pemasukan dari pajak dan utang. Untuk memperbesar pemasukan berarti harus memperbesar pajak dan utang. Dan itu artinya memperbesar beban yang harus ditanggung rakyat. Ironisnya kekayaan alam yang berlimpah justru diserahkan kepada swasta dan pihak asing yang tentu saja hasilnya banyak mengalir untuk kemakmuran swasta dan asing itu.

Dengan demikian sebab mendasar dalam masalah listrik, migas, pertambangan dan lainnya adalah penerapan sistem kapitalisme neoliberal.  Selama sistem ini terus diadopsi dan diterapkan maka masalah akan terus terjadi silih berganti.

Solusi atas semua persoalan diatas adalah dengan kembali kepada sistem Islam. Caranya dengan menerapkan Syariah Islam secara total termasuk dalam hal listrik, energi, kekayaan alam dan sebagainya. Pada saat itu barulah kebaikan dan keberkahan akan bisa meliputi negeri. Allah SWT telah menjanjikan hal ini dalam firman-Nya :
 "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS : al-A'raf: 96).

Wallahu a'lam bi ash-shawab.