-->

Tak Punya Empati, Menaikkan BPJS Di Tengah Pandemi

Oleh: Dina Wachid

Penamabda.com - BPJS akhirnya resmi naik. Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sebagaimana diketahui sebelumnya per 1 April berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020 kenaikan iuran BPJS pada akhir Desember yang tertuang dalam Perpres Nomor 75 tahun 2019 sempat dibatalkan. Akan tetapi kini melalui Perpres No. 64 Tahun 2020 Presiden kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang akan mulai berlaku pada Juli 2020 nanti. (kompas.com, 17/05/2020)

Perpres ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Perpres tersebut mengatur besaran iuran bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan, baik peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), pekerja, maupun peserta mandiri. Namun, penyesuaian paling kentara terlihat bagi peserta mandiri yang besaran iurannya meningkat (bisnis.com, 14/05/2020).
Perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas mandiri antara lain, Kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp150.000, Kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp100.000, dan Kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp35.000 pada 2021.

Rakyat Kian Susah Akibat Kebijakan Yang Salah

Pelaksana Tugas Deputi 2 Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Abetnego Tarigan menjelaskan, sebenarnya kondisi sulit itulah yang menjadi alasan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. Kondisi sulit yang disebabkan oleh wabah corona berdampak pada penerimaan negara yang menurun drastis. Menurutnya perlu adanya solidaritas dari semua lini masyarakat dalam kondisi seperti ini. Kenaikan itulah bentuk solidaritas untuk menjaga agar BPJS Kesehatan tetap beroperasi.
Sungguh alasan yang sulit diterima. 

Rakyat yang sebelum wabah ini menyerang sudah ditarik berbagai macam pajak dan iuran. Bayar ini dan itu, namun kualitas hidup tetap saja segitu. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok saja harus banting tulang tak karuan. Begitu uang sudah ditangan, habis untuk membayar bermacam tanggungan. 

Tragisnya, di tengah wabah corona yang melanda, negara tega menaikkan iuran kesehatan rakyatnya. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Rakyat sudah menderita karena wabah corona, terbatasi ruang gerak dan pendapatannya, malah ditambahi beban untuk membayar iuran kesehatan yang kian mahal.

Betapa menyedihkannya nasib rakyat kini. Belum selesai masalah wabah, sudah dibebani dengan kebijakan yang sama sekali tak punya hati. Rakyat yang selama ini terombang-ambing, terlantar, bahkan kehilangan nyawa akibat negara yang tak becus mengatasi wabah ini.

Aturan yang seringkali berubah-ubah, tak konsisten dan mencla-mencle membuat rakyat menjadi tumbal. Penanganan wabah yang berparadigma kapitalis-sekuler mengorbankan keselamatan rakyat. 

Lockdown yang harusnya dilakukan sedari awal wabah merebak, sama sekali tak dilakukan. Pembebasan para napi di tengah wabah justru kian menambah masalah. Anjuran social distancing, ibadah di rumah, belajar dan bekerja dari rumah, PSBB, tetapi mal-mal dan tempat keramaian lainnya tetap dibuka.  TKA China yang dibiarkan masuk, padahal dari sanalah wabah ini bermula. Bahkan mudik hari raya ikut terkena imbasnya. BPJS pun tanpa hati dinaikkan dengan berbagai alasan. Rakyat sungguh dibuat susah, bukan hanya karena wabah, tetapi juga karena negara yang payah.

Semua kebijakan dan anjuran itu menjadi bukti gagapnya negara dalam menangani wabah. Sekaligus juga menunjukkan di sisi mana negara berdiri dan bekerja. Bisa dilihat dari berbagai kebijakan maupun anjuran yang dikeluarkan pemerintah, siapa yang diuntungkan. Dan sekali lagi memperlihatkan betapa kebijakan yang dikeluarkan rezim kapitalis bukanlah untuk kepentingan rakyat sebagaimana yang digembar-gemborkan. 

Meski rakyat susah karena wabah, nampaknya tidak menggerakkan hati pemerintah. Alih-alih menolong rakyat, meringankan beban karena terdampak corona, pemerintah justru mengeluarkan aturan-aturan yang membuat rakyat kian parah. Bagi mereka yang terpenting adalah kursi kekuasaan jangan sampai patah. Kepentingan kapitalis tak boleh goyah, harus mendapatkan fasilitas yang mewah.
Sistem kapitalisme jelas tak berpihak pada rakyat. Ia hanya menjadikan capital sebagai kiblat. Setiap kebijakan dan aturan yang dikeluarkan selalu berasaskan manfaat. Segala cara dilakukan, yang penting keuntungan didapat. Melanggar aturan bukanlah soalan yang berat. Kepentingan rakyat pun lewat. 

Beginilah jika sistem yang salah diterapkan. Ditambah lagi dengan pemimpin yang tak punya kemampuan. Amanah kekuasaan tak dijalankan. Yang ada malah bersekongkol dengan kapitalis jahat menumpuk kekayaan segelintir golongan. Sehingga rakyat selalu menjadi korban. Sungguh tak layak sistem ini dipertahankan. Sudah saatnya dicampakkan.

Islam Punya Solusinya

Menjadi sehat adalah kebutuhan dasar rakyat. Sudah sewajarnya rakyat ingin sehat tanpa mengeluarkan biaya, atau setidaknya dengan biaya yang murah. Kesehatan adalah hak sekaligus kebutuhan mendasar rakyat. Kesehatan juga merupakan hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara sebagai kewajibannya.

Berbagai permasalahan terkait BPJS tak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang dijalankan di negeri ini. Sistem ekonomi tidak bisa berdiri sendiri. Ia berkaitan dengan sistem politik yang diterapkan. Ia juga bersinggungan dengan sistem pendidikan dan sistem sosial yang berlaku di tengah masyarakat. Satu dengan yang lainnya saling terkait. Karenanya, untuk menuntaskan masalah kesehatan harus dengan solusi yang bersifat sistemik dan menyeluruh, bukan parsial.

Sistem kapitalisme ini jelas tak mampu mewujudkan kesejahteraan yang hakiki. Apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, kian nampak kegagalan kapitalisme dalam menangani masalah wabah yang menjadi pandemi. Saatnya beralih pada sistem Islam yang telah terbukti mampu menjamin kebutuhan rakyatnya. Mengatur segala urusan rakyat dengan cara yang baik. 

Dalam Islam, negara wajib memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar individu (pangan, sandang dan papan) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, kesehatan dan keamanan).

Kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan berobat. Jadilah pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq) itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya. Ini sesuai dengan sabda 

Rasul Saw:
Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Salah satu tanggung jawab pemimpin adalah menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma. Dari mana dananya? 

Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb. Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dsb. Jika semua itu belum cukup, barulah Negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya dari laki-laki Muslim dewasa yang kaya.

Dengan semua itu, sistem Islam memberi jaminan kesejahteraan untuk tiap inidvidu rakyat, baik kaya atau miskin, muslim maupun non muslim. Kesejahteraan menjadi riil dan dirasakan segenap jiwa. 

Dengan begitu, ada atau tidak adanya wabah, setiap rakyat terpenuhi kebutuhannya, terpelihara urusannya, dan terjaga kehidupannya. Karena pemimpin menjalankan amanahnya secara sungguh-sungguh sesuai yang Allah perintahkan. Inilah kehidupan yang di dalamnya menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai daulah Khilafah. 

Wallahu ‘alam bish-showab. []