-->

PSBB: Penerapan Syariah Berskala Besar

Oleh : Novianti (Praktisi Pendidikan) 

Penamabda.com - Saat ini, tidak ada satu negara pun yang tidak bicara Covid-19.  Mahluk tak terlihat ini mampu merubah kondisi dunia hingga  tidakberdaya. Sementara kapan pandemi ini berakhir masih belum bisa dipastikan.

Menurut prediksi yang  dirilis oleh Universitas Teknologi dan Desain Singapura (SUTD),  pandemi corona di dunia dan sejumlah negara lain, termasuk Indonesia akan terus melandai di bulan Mei sampai Juni mendatang. Namun prediksi ini tetap harus disikapi secara hati-hati agar tidak memicu optimisme yang berlebihan sehingga melonggarkan kedisiplinan.

Guru Besar Statistika UGM, Profesor Dedi Rosadi memprediksi wabah virus corona bakal melanda tanah air sampai dua bulan ke depan. Dia memperkirakan penyebaran virus corona di Indonesia akan mereda pada akhir Mei 2020 (https://tirto.id/eKes.). Namun Dedi memberikan catatan prediksi ini berlaku jika ada upaya maksimal seperti menekan lonjakan mudik pada Hari Idul Fitri.

Pemerintah Indonesia  sudah  melakukan kebijakan penanganan Covid-19 meski dinilai banyak pihak agak terlambat dan berubah-ubah bahkan justru membingungkan dan kontra produktif.

Di awal  Maret,  warga dihimbau melakukan Social Distancing, menjaga jarak dan mengurangi interaksi dalam kerumunan. Pada tanggal 31 Maret ditetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) didampingi dengan darurat sipil. Yang terakhir pernyataan presiden yang menimbulkan kontroversi adalah pelarangan mudik tapi membolehkan pulang kampung.

Pemberlakuan PSBB berdampak pada melambannya ekonomi dan ini meningkatkan  jumlah pengangguran. 

Berdasarkan data Kemenaker per 20 April 2020, terdapat 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan kena PHK akibat terimbas pandemi corona ini.  https://money.kompas.com/read/2020/04/23/174607026/dampak-covid-19-menaker-lebih-dari-2-juta-pekerja-di-phk-dan-dirumahkan.

Kondisi ini bisa memicu naiknya tingkat kemiskinan dan berbagai tindakan kriminal. Di Jakarta sampai bulan April, terjadi peningkatan kasus 10% dibandingkan bulan sebelumnya.

Kondisi ini  tentunya memberikan sumbangan peningkatan depressi di tengah masyarakat.  Tekanan hidup  bertambah berat. Sementara negara yang seharusnya pada posisi melindungi warga justru membuat kebijakan yang tidak ada relevansinya untuk membantu kesulitan masyarakat.

PSBB bagi pekerja harian dan pengangguran adalah kebijakan yang mematikan keluarga mereka secara perlahan.  Tanpa ada supporting terhadap kebutuhan perut yang tak bisa dikompromikan, ketakutan mati kelaparan mengalahkan ketakutan terinfeksi corona.

Di tengah rasa was-was dan kecemasan rakyat, negara yang seharusnya sigap memberikan kebutuhan perut. Namun kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang ditujukan untuk membantu kebutuhan dasar rakyat  tidak hanya bermasalah dari sisi administrasi, jumlahnya belum cukup untuk pemenuhan kebituhan, dan terkesan berbelit-belit.  Video protes Bupati Bolaan Mangondow Sulawesi Utara terhadap mekanisme Bantuan Langsung Tunai (BLT)  adalah bukti betapa mekanisme BLT masih sulit dalam tata pelaksanaan. Demikian juga para lurah bahkan  ketua RT turut menjadi korban karena harus  bentrok dengan warganya terkait penyaluran BLT.

Pemerintah terkesan setengah hati jika terkait mengurus urusan rakyat, menganggap remeh masalah perut. Belum lagi pengabaian pada aspek lainnya seperti kesehatan, pendidikan, keamanan yang seharusnya menjadi satu paket kewajiban yang dipenuhi secara layak oleh negara. Karakter ini sudah terlihat dari track recordnya, kebijakan yang tidak pro rakyat sudah terjadi sebelum masa pandemi ini.

Para pemodal  difasilitasi untuk mengelola sumber kekayaan milik rakyat dengan dalih investasi. Berbagai aturan dibuat untuk memuluskan tujuan ini. Sementara  fasilitas   kebutuhan dasar rakyat seperti   kesehatan, pangan, kesejahteraan semakin memburuk. Pencabutan subsidi  mulai dari gas 3 kg, listrik 900 Volt, dan BBM bersubsidi seperti premium  mengakibatkan  kehidupan masyarakat kalangan menengah ke bawah makin sulit.

Rakyat jadi sapi perahan harus membayar  pajak untuk menutupi APBN yang kian berat. Keluhan rakyat kecil tidak pernah ditanggapi serius.  Negara tidak pernah hadir  saat rakyat menjerit. Negara telah terpasung oleh banyak kepentingan kelompok yang selalu mau mengeruk keuntungan.

Tabiat kerakusan penguasa tidak berubah meski di masa prihatin seperti sekarang. Kedzaliman dipertontonkan begitu telanjang tanpa malu-malu. Negara pelit terkait rakyat tapi begitu royal bagi-bagi proyek pada mereka yang berada dalam lingkar kekuasaan. 

Seperti terkait pelaksaan program Kartu Prakerja senilai 5.6 trilliun dengan melibatkan Ruangguru sebagai perusahaan penyedia  pelatihan on line. Padahal pemiliknya adalah Adamas Belva Syah Devara, salah satu Staf Khusus Presiden, yang kemudian mengundurkan diri setelah mendapat tekanan dari publik.

Dan pelibatan perusahaan-perusahaan start up sebagai mitra program Kartu Prakerja yang tidak transparan menimbulkan kecurigaan publik bahwa ini hanya bentuk akal-akalan menggemukkan perusahaan unicorn. Bagi-bagi proyek yang dibalut dalam bahasa bantuan untuk rakyat. Rakyat tak akan mendapat manfaat.

Demikian juga pemotongan tunjangan guru sebesar 3.3 triliun dan Bantuan Operasional Sekolah dengan alasan untuk penanggulangan covid-19 sementara proyek pemindahan ibukota yang belum jelas urgensinya tetap dilanjutkan. Padahal para guru turut merasakan dampaknya akibat covid-19 ini dan justru di masa Home Learning, mereka dituntut untuk masih melaksanakan kewajibannya.

Yang mengejutkan, negara mengeluarkan surat utang terbesar dan terlama sepanjang sejarah RI.  Bagi rakyat, sudah jatuh tertimpa tangga karena utang tersebut ujung-ujungnya akan menjadi beban rakyat.  

Lagi-lagi rakyat tidak berdaya menghadapi kedzaliman dan kerakusan penguasa.

Inilah wajah penguasa dalam sistem sekuler kapitalis.  Sejatinya penguasa bukan pelayan rakyat tapi budak para kapital.  Negara dibangun di atas sistem ekonomi yang sangat rapuh berbasis riba. Kemajuan hanya semu dan tidak memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Jurang kaya-miskin semakin lebar. Muncul sekelompok kecil orang kaya yang menguasai ekonomi sementara di sisi lain jutaan  manusia kelaparan karena hidup di bawah garis kemiskinan.

Sementara dalam Islam,  penguasa didudukkan pelayan rakyat yang harus menerapkan Syariah Islam  Ketaatan  pada Allah menjadi dasar dalam pelayanan rakyat dan dengan penuh  kesadaran akan tanggungjawab secara utuh  melayani urusan rakyat dalam kondisi suka ataupun duka, lapang ataupun sempit.  Sebagaimana Rasul bersabda: “Amir (pemimpin) masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Bagi penguasa, satu nyawa rakyat harus dilindungi meski ia bukan seorang muslim. “Barangsiapa menyakiti seorang zimmi (non Muslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.”  Dalam Islam,  negara harus  menjaga setiap warganya, termasuk non muslim.

Seorang penguasa harus berpikir keras dan mendalam sehingga kebijakan yang diambil penuh kebijaksanaan dan tepat serta cepat.  

Kepemimpinan dipahami  sebagai perkara yang akan dimintai pertanggungjawaban Allah di hari kiamat.  Sehingga pengurusan rakyat dipenuhi oleh suasana keimanan bukan untuk pencitraan apalagi sekedar meraih kekuasaan.

Negara menggunakan sumber pendapatan di Baitul Maal untuk memenuhi kebutuhan rakyat.  Jika kas negara tidak mencukupi, orang-orang kaya (Ghaniya) diajak menginfakkan hartanya membantu negara menyempurnakan kebutuhan rakyatnya. Penguasa yang mengurus rakyat akan mendapatkan dukungan rakyat untuk melewati situasi sulit. 

Tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik. Negara berkewajiban menjaga keimanan rakyat agar mereka memiliki kesabaran dan tawakkal  terhadap berbagai ujian.  Kesulitan adalah proses yang harus  dilalui bersama.  Rakyat prihatin, demikian juga penguasanya. Di saat wabah seperti sekarang,  rakyat diedukasi untuk memandang dengan kaca mata iman. 

Pemimpin dan rakyat memiliki imun, tegar, saling membantu, mendoakan melewati musibah hanya lahir dalam sebuah sistem Islam, sistem  yang menerapkan hukum dari Dzat Maha Benar, Allah Subhana waTa'ala. 

Melihat sengkarutnya situasi saat ini yang tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di  negara- negara  yang menerapkan sistem buatan manusia, maka solusi yang seharusnya diambil adalah  menerapkan PSBB tingkat global.  Penerapan Syariah Berskala Besar. Rakyat dipimpin pemimpin yang taat dalam naungan ridlo Allah dengan kucuran keberkahan dan jaminan keselamatan dunia akhirat.

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka."