-->

ABK Indonesia Dalam Perbudakan, Negara Minim Pembelaan

Oleh : Nur Syamsiyah
(Aktivis BMIC Malang Raya)

Penamabda.com - Terjadi lagi. Kasus dugaan praktik eksploitasi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan berbendera China, Long Xin 629 mengakibatkan empat dari 18 ABK meninggal dunia dan tiga jasad di antaranya dilarung ke laut lepas. Selain itu, sebanyak 14 ABK meminta perlindungan hukum saat berlabuh di Busan, Korea Selatan.

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai kejadian tersebut sudah mengarah pada perbudakan modern atau modern slavery. Dia melihat ada perlakuan pihak perusahaan kapal yang sudah mengarah pada pelanggaran HAM berupa tindak perbudakan atau eksploitasi secara berlebihan yang menyebabkan kematian.
Penyebab kematian ABK tersebut diduga ada faktor kekerasan yang dialami. ABK asal Indonesia mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan ABK asal China. ABK asal Indonesia diberi makan umpan ikan dan minum sulingan air laut. Sedangkan ABK asal China diberi makan makanan yang layak dan air mineral dengan persediaan yang dibawa dari darat. ABK asal Indonesia pun hanya diberi waktu tidur tiga jam, bahkan mereka tidak tidur 2 hari 2 malam karena ada target hasil tangkapan ikan yang harus dicapai.

Sukamta menilai kasus ini bukanlah kasus sederhana dan menduga ada jaringan mafia perbudakan di balik kasus ini yang memiliki operator perusahaan pengarah tenaga kerja di berbagai negara. Dia pun menyebutkan, kasus ini ibarat gunung es, yang terlihat hanya sebagian kecilnya saja.
Berdasar perkiraan lembaga The Walk Free Foundation dalam The Global Slavery Index, pada tahun 2017 saja sudah terdapat 40 juta orang yang dinyatakan mengalami perbudakan modern ini. (Keponews.com, 10/5/2020)

Menyikapi kasus tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual mengatakan pemerintah Indonesia sudah menyampaikan nota diplomatik kepada Kemenlu China. Pihak Kemenlu China bersikukuh pelarungan terhadap ABK asal Indonesia dilakukan sesuai ketentuan kelautan internasional.
Kemenlu China juga menyampaikan ABK yang meninggal di kapal dan dilarung ke laut sudah memperoleh persetujuan dari pihak keluarga. Namun pada faktanya, pihak keluarga pun tidak mengetahui jenazah ABK dilarung ke laut.

Pemerintah sebaiknya tidak berhenti pada pernyataan yang disampaikan oleh Kemelu China. Pemerintah harusnya memberikan pembelaan terhadap hak-hak warga negaranya yang bekerja dengan mereka.
Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia, Shofwan Al Banna Chiruzzad, juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia harus tegas dalam merespon dugaan perbudakan ABK tersebut. Sampai saat ini China pun tampak belum berbicara terkait dugaan perbudakan tersebut. China dinilai hanya terpaku dengan penjelasan bahwa pihaknya telah menjalankan prosedur yang benar.

TKA terutama asal China memang seperti mendapat perlakuan istimewa dari Indonesia. Pasalnya, saat warga negara banyak yang mengalami PHK di tengah pandemi Covid-19, pemerintah justru memberikan jalan mulus untuk masuknya TKA China ke Indonesia.

Perbudakan ABK bukan hanya terjadi hari ini, perbudakan atau eksploitasi tenaga kerja kerap terjadi berulang-ulang. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak mengambil pelajaran dari peristiwa sebelumnya. Pemerintah tidak memperketat aturan sejak dulu. Sungguh miris. Pekerja yang bekerja di luar negeri tidak mendapatkan jaminan dan perlindungan dari negara asal.

Di alam kapitalisme, perbudakan modern masih sangat berpeluang terjadi. Sebab, persoalan ekonomi seperti kemiskinan, tuntutan nafkah keluarga, harga komoditas semakin tinggi, lapangan pekerjaan yang minim selalu menjadi alasan para buruh bekerja tanpa henti. Sayangnya, perlindungan terhadap buruh masih jauh panggang dari api. Inilah fakta bahwa sistem kapitalisme tidak dapat memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan terhadap warganya.
Negara adalah pengurus urusan umat. Negara adalah pelindung dan perisai bagi umat yang ada di belakangnya. 
“Sesungguhnya imam/kepala negara itu adalah perisai, orang berperang di baliknya dan berlindung menggunakannya.” (HR Muslim)

Sayangnya, sistem kapitalisme membuat negara hanya berfungsi sebagai regulator. Hanya mengatur dengan kebijakan dan aturan tapi tak mampu melindungi serta menjamin kehidupan rakyatnya.
Siapa yang bermodal, dialah penguasa sesungguhnya. Begitulah fakta dalam sistem kapitalisme. Tanpa melihat benar salah, selama materi menjadi tolok ukurnya, kejahatan pun menjadi halal untuk dilakukan. 

Dalam kasus dugaan perbudakan ABK, minimnya peran negara nampak jelas. Padahal Islam mewajibkan negara melindungi rakyatnya di mana pun ia berada. Dalam masalah ketenagakerjaan, pekerja tak akan diperbudak sedemikian rupa. Islam membolehkan menggunakan jasa pekerja, tapi Islam melarang untuk mengeksploitasi tenaga kerja. Islam juga melarang menahan gaji.

Islam mengatur begitu rinci, sehingga kedzaliman terhadap pekerja akan minim terjadi. Betapa indahnya apablia Islam diterapkan dalam aspek individu hingga negara. Insyaallah, nasib-nasib tragis seperti ABK tadi tidak akan terjadi lagi.

Allahu a’lam