Menunggu Detik-detik Kehancuran Kapitalisme Di Era Millenial
Oleh: Ummu Naira (Forum Muslimah Indonesia/ ForMind)
Capitalism atau kapitalisme adalah salah satu penyebab kesenjangan sosial. Dalam sejarah ekonomi, kapitalisme menyebabkan krisis pada negara yang mengusung paham tersebut, seperti Amerika.
Krisis finansial yang terjadi di Amerika tidak bisa dilepaskan dari the nature of capitalism yang sudah mengakar pada sistem ekonomi mainstream yang diusung sebagian besar negara di dunia.
Maraknya transaksi ekonomi nonriil yang berbasis spekulasi tanpa pijakan yang riil, hanya menambah menggelembungnya ekonomi (bubble economy), dan menunggu waktu untuk gelembung meledak sehingga menimbulkan krisis serta dampak dan efek negatif bagi perekonomian, bahkan runtuhnya peradaban kapitalisme itu sendiri.
Berangkat dari seorang cendekiawan muslim yang mendahului pemikiran dari Adam Smith yaitu Ibnu Khaldun. Cendekiawan yang lahir pada The Golden Age, sebutan masa peradaban umat Islam mengalami puncak kejayaan. Menurut Ibnu Khaldun peradaban Barat pasti juga akan runtuh.
Uni Soviet yang merupakan peradaban terkuat dengan ideologi komunisnya sejak memenangi Perang Dunia II (1939-1945), mulai tahun 1980-an merosot drastis hingga benar-benar runtuh memasuki tahun 1990.
Begitu juga Amerika Serikat yang sejak memasuki abad 20, merupakan “pemimpin” peradaban Barat (menggantikan Inggris) dan kukuh sebagai pemuncak peradaban bahkan jauh lebih lama dari Uni Soviet (rival Amerika Serikat) juga akan mengalami kehancurannya.
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia…” (QS Ali Imran: 140).
Hal itu dibenarkan oleh Samuel Huntington dalam buku masterpiece-nya The Clash of Civilization, di mana ia mengungkap dibanding tahun 1920-an, Barat termasuk Amerika Serikat jauh mengalami kemerosotan.
Faktanya memang demikian, saat wabah Covid-19 menjalar ke seluruh dunia, Amerika Serikat kelimpungan menghadapi virus ini. Dilansir dari AFP, pada Jumat AS melaporkan 2.108 korban meninggal baru yang merupakan jumlah korban harian tertinggi dibandingkan negara mana pun.
Dengan lebih dari 500.000 kasus infeksi Covid-19 yang dilaporkan, AS juga memiliki kasus virus corona terbanyak di dunia. Sementara itu jumlah kasus secara global kini mencapai lebih dari 1,7 juta dan jumlah kematian melewati angka 103.000 pada Jumat (kupang.tribunnews.com, 11/04/2020).
Bagaimana dengan Cina sendiri? Cina sedang menghadapi gelombang kedua kasus Virus Corona ‘Covid-19’. Ditandai dengan melonjaknya kasus impor baru Covid-19 yang dilaporkan tertinggi dalam hampir enam pekan terakhir.
108 kasus baru tercatat pada Minggu 12 April, naik dari 99 dibanding sebelumnya, sekaligus menandai jumlah kasus tertinggi sejak 143 kasus dilaporkan pada 5 Maret (liputan6.com, 13/04/2020).
Dalam teori siklus sejarah Ibnu Khaldun pun dijelaskan adanya siklus atau fase-fase, di mana peradaban lahir, tumbuh, berkembang hingga mencapai puncak kejayaannya, kemudian mengalami kemunduran, hingga akhirnya mengalami keruntuhan sama sekali.
Menurut Tarif Khalidi dalam buku Classical Arab Islam: The Culture and Heritage of the Golden Age “Ilmu umran” (peradaban dan masyarakat) dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun bisa dikatakan sebuah science of social biology atau biology of civilization.
Ibnu Khaldun sendiri jelas menyatakan di bukunya bahwa peradaban umat manusia adalah sesuatu yang bergerak dan berproses layaknya makhluk hidup. Dalam kehidupan biologis ada, fase-fase kehidupan yang harus dilalui, dari mulai lahir, tumbuh berkembang menjadi anak-anak, remaja hingga dewasa, kemudian mengalami proses penuaan dan akhirnya meninggal dunia.
Masa kejayaan dan keruntuhan suatu peradaban berada dalam proses dialektis, berbenturan antarsuatu peradaban menetap yang disebut hadharah dan peradaban yang nomaden atau “bar-bar” yang disebut badawah.
Peradaban yang dikenal dalam pemahaman modern adalah hadharah, namun menurut Ibnu Khaldun peradaban semacam ini memiliki kelemahan yang pasti, yaitu selalu berproses dan berubah ke arah keruntuhan ketika sudah mencapai fase tenang, bermegah-megahan, serta bermewah-mewahan.
Kehidupan bermewah-mewahan serta bermegahan pasti membawa kehancuran, begitulah satu dari logika Ibnu Khaldun yang terkenal. Ia sendiri mengutip firman Allah dalam Alquran:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri (peradaban), maka Kami perintahkan kepada Pembesar di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Surah Al-Isra’ ayat 16).
Di era milenial saat ini, kita bisa lihat, bermewah-mewahan serta bermegahan terpampang nyata di depan mata kita, sebagai hasil peradaban kapitalisme. Maka sesuai logika Ibnu Khaldun, kita tinggal tunggu saja detik-detik kehancurannya.
Sumber : MuslimahNews.com
Posting Komentar