-->

Kartu Pra Kerja: Menu Spesial Corona bagi Korban PHK?

Oleh : Pipit Agustin (Ummu Wa Rabbatul bait dan aktif di Majelis Taklim Sholihah, Blitar) 

Penamabda.com - Anomali kehidupan melanda planet bumi akibat pandemi Corona. Tak seorangpun bisa menghentikannya, tidak juga kita ataupun para pemimpin imperium yang mengaku paling digdaya. Habitat manusia kini berkisar hanya di rumahnya, sedangkan dunia luar telah dikuasai Corona.

Pandemi Corona telah meringkus sektor ekonomi hingga membuatnya resesi. Tidak hanya dunia, tetapi juga Indonesia sebagai penganut kapitalisme. Kesaktian kapitalisme sebagai sistem ekonomi global harus menghadapi dahsyatnya terjangan PHK. Para pekerja informal, buruh harian dan tenaga honorer menjadi barisan terdepan yang paling terdampak karena #dirumahsaja atau work from home jelas bertentangan dengan style pekerjaan mereka.

Dilansir dari CNBCIndonesia (14/04/2020), Pemerintah memproyeksikan ada potensi kenaikan angka kemiskinan dan jumlah pengangguran baru yang signifikan di Indonesia, karena adanya pandemi Covid-19 saat ini. Jumlahnya bisa mencapai jutaan orang. Bahkan menurut Guru Besar Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Asep Syaifuddin, dampak pandemi corona bisa jauh lebih dahsyat daripada sekadar krisis ekonomi. Beliau juga memprediksi, jika pandemi masih belum tertangani hingga Desember 2020, Indonesia terancam kolaps dan tidak ada negara yang bisa langsung membantu.

Menurut catatan Kemenaker, sudah ada 2,8 juta orang di PHK dan dirumahkan karena dampak pandemi corona hingga 13 April 2020. Mereka otomatis menggemukkan angka pengangguran di Indonesia.

Dalam hal ini, tentu pemerintah tidak tinggal diam. Kebijakan pun segera dirilis. Ibarat masakan, para "koki istana" telah menyiapkan menu spesial kebijakan untuk menangkis badai PHK akibat Corona, yaitu Kartu Pra Kerja. Namun, hidangan untuk korban bencana PHK  ini terlalu ekstrem untuk disantap. Pasalnya, yang dibutuhkan para korban adalah menu siap saji yang bisa langsung di-hap demi mengganjal lapar. 

Namun faktanya, yang tersaji adalah mentahan. Konsep program Kartu Pra Kerja yang diluncurkan ini mengadopsi bahwa korban PHK dilatih secara online baru diberi tunjangan. Sementara untuk penyelenggaranya, akan mendapat dana dari negara. Dana itu akan dipotong dari tunjangan para pekerja tadi. Sudahlah tak bisa langsung dinikmati, jumlah yang didapat pun tak penuh nominalnya. Lebih dari itu, prosedur perolehannya pun super berbelit. Khas slogan birokrasi kapitalisme, "kalau bisa dipersusah, kenapa harus dipermudah?"

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menilai bahwa Kartu Prakerja semestinya diterapkan saat kondisi perekonomian sedang normal. Pada kondisi normal tanpa wabah saja, negeri ini sangat butuh SDM bermutu, baik skill maupun profesionalitasnya. Mungkin kartu model begini akan lebih pas diimplementasikan. Sementara itu, dalam himpitan Corona, bantuan langsung tunai, baik nominal uang maupun bahan pokok akan terasa lebih realistis daripada pelatihan.

Membaca hal ini, kita bisa memaknai bahwa penyajian kartu pra kerja ini adalah realisasi utang janji semasa kampanye yang dipaksakan. Biar kesannya penguasa terpilih telah menepati janji.
Akan tetapi, prosedur rumit dalam memperoleh kartu tersebut terlanjur membudaya. Hal ini makin menegaskan bahwa watak kapitalis memang tidak pernah tulus melayani rakyat. Wajar jika rakyat merespon kebijakan ini dengan nada skeptis dan pesimis. Antara kuota dan jumlah korban tidak memadai. Selektivitas pasti terjadi. Padahal, semua memiliki hak untuk dilayani. Negara berkewajiban memenuhi secara mutlak, tanpa survei tanpa bertele-tele. 

Ada baiknya, para pemimpin melakukan introspeksi berjamaah dalam mengambil kebijakan. Mengkaji ulang agar didapat ikhtiar terbaik dalam mengatasi wabah beserta efek turunannya. Memperbaiki kualitas komunikasi antarpejabat sehingga kebijakan yang diambil tidak saling menabrak. Hal ini sebagai wujud keseriusan dalam melayani rakyatnya. Sekaligus membuktikan kepiawaian negarawan sejati,  bukan karbitan. 

Semua itu harus diawali dari keimanan bahwa wabah ini datang dari Allah SWT Yang Maha Menguasai Semesta. Oleh karena itu, penyelesaiannya pun harus merujuk pada rekomendasi shahih dari Allah SWT, yaitu dengan mengambil dan menerapkan aturan Islam.

Implementasi Islam dalam menyelesaikan wabah terbukti feasibel. Sejarah mencatatkannya ketika Gubernur Syam Amru bin Ash di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab di Madinah mampu melewati wabah Tha'un yang melanda wilayah Syam tanpa polemik berkepanjangan. Masalah wabah pun tuntas. Semua karena keimanan menjadi landasan dalam mengambil kebijakan karantina. Berbasis dalil agama, yaitu hadis Rasulullah saw. 

Hendaknya sabda Rasulullah ﷺ ini pun patut direnungkan terutama para pengambil kebijakan, 

مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ

“Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak mempedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan mempedulikan kebutuhan dan kepentingannya (pada Hari Kiamat).” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Faktor iman menjadikan rasa takut kepada Allah sehingga meniscayakan pengurusan urusan rakyat dengan standar berupa terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) secara menyeluruh individu per individu. Termasuk juga penyediaan sumber nafkah bagi para pekerja.

Syarat pemberian pekerjaan dalam Islam adalah tingkat ketakwaan individu dan loyalitasnya pada hukum syariat. Sebagaimana Rasulullah ﷺ menerapkannya dalam pemilihan para pejabat negara. 

Manajemen pemerintahan Islam sangat rapi. Jalur birokrasinya pun simpel. Semua ditujukan agar warga, baik dalam keadaan ekonomi normal maupun saat terjadi wabah atau krisis dapat dengan mudah mengakses informasi dan memperoleh pelayanan, termasuk penyaluran bantuan. Dengan begitu, stabilitas ekonomi level negara hingga level rumah tangga tertata dan terjaga. 

Solidaritas yang tinggi dalam Islam terlihat menonjol terlebih saat wabah ataupun krisis. Saat kas negara mengalami keterbatasan dalam menyiapkan dan memberikan bantuan, bagian wilayah lain yang tidak terdampak wabah menolongnya dengan jumlah bantuan yang sangat banyak, bahkan berlebih. 

Model pemerintahan dan kepemimpinan inilah yang layak kita teladani dan kita wujudkan pada masa sekarang. Selain metode pelaksanaannya yang feasibel, pondasi pijakannya sangat kokoh, yaitu iman kepada Allah. Wallahu A'lam.