-->

Dehumanisasi Kebijakan Kapitalistik, Pindah Ibu Kota di Tengah Wabah





Oleh: Rindyanti Septiana, S.Hi.
Seolah tak punya hati melihat kondisi negeri yang sedang mengalami pandemi corona, Pemerintah ‘ngotot’ tetap akan menjalankan rencana pemindahan ibu kota negara. Bukannya serius menanggulangi semakin bertambahnya warga yang positif Covid-19, malah tersibukkan  mencari investor baru untuk ibu kota negara (IKN).
Upaya signifikan untuk mengatasi wabah tak kunjung juga didapatkan rakyat. Hanya sekadar pidato basa basi yang tak memberi solusi. Pemerintah hanya menetapkan kebijakan darurat kesehatan, bukan menjamin segala urusan rakyat di tengah pandemi.
Berharap hal itu terjadi memang sebuah ilusi di dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Rakyat tetap akan dalam angan-angan kosong selama dipimpin oleh penguasa yang terbuka tangannya untuk asing.
Kata “Lanjutkan!” itu cuma berlaku untuk pemindahan ibu kota negara (IKN). Begitu yang disampaikan oleh juru bicara Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves) dan Kementerian Koordinator Marves Jodi Mahardi. Menurutnya tak ada perubahan di tengah mewabahnya virus corona.
Ia juga menambahi bahwa tim dari Kemenko Maritim dan Investasi bersama Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan juga terus melakukan komunikasi intens dengan berbagai calon investor dan mitra di joint venture untuk pengembangan ibu kota ini. (finance.detik.com, 25/3/2020)
Upaya mematangkan berbagai konsep perancangan IKN dilakukan pemerintah serta menyiapkan terbentuknya Badan Otorita Ibu Kota baru. Presiden Joko Widodo pada bulan lalu menyatakan telah mengantongi empat nama sebagai calon kepada badan otorita.
Di antaranya Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Tumiyono.
Tugas Kepala Badan Otorita Ibu Kota nantinya akan mengurus segala kebutuhan pemindahan ibu kota, mulai perizinan hingga investasi. (tempo.co,25/3/2020)
Para pejabat negeri memang tutup mata atas wabah yang menjangkiti rakyat. Pemerintah bersikeras melanjutkan rencana IKN tanpa alasan yang bisa diterima publik.
Lalu untuk kepentingan siapa rencana IKN baru ini? Begitu kentara aroma kepentingan pengusaha dan asing dalam setiap kebijakan ini. Benarkah demikian?

Dehumanisasi Kebijakan Kapitalistik

Para pemimpin dalam sistem kapitalisme telah kehilangan kepekaan terhadap nilai kepedulian dan empati terhadap rakyatnya. Semua itu merupakan gaya hidup yang ada di tengah masyarakat dengan tata nilai rendah akibat kapitalisme. Inilah yang disebut dehumanisasi.
Alih-alih membantu segala kebutuhan rakyatnya di tengah pandemi corona, para pejabat memilih untuk mematangkan segala konsep dan investasi untuk IKN baru.
Rakyat butuh perlindungan atas nyawa dan kesehatan diri mereka, namun pemimpinnya malah mengalihkan urusannya pada masalah yang lain.
Sungguh miris, karena urusan nyawa tidak lebih penting dari pemindahan IKN baru. Hidup para pejabat kapitalis ditujukan untuk memudahkan urusan para pengusaha dan asing. Bukan untuk rakyatnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Aboe Bakar Al Habsy yang menilai pemerintah bekerja seperti lembaga sosial atau non-government organization (NGO). Membuka donasi dari masyarakat padahal selama ini mereka atas nama negara telah memungut cukai dan pajak yang besar.
Aboe juga mengatakan, tentu ini mengundang tanya bagi rakyat, kenapa anggaran untuk pindah ibu kota ada, sedangkan untuk penanganan wabah corona harus saweran dari rakyat?
Mandulnya peran negara atas urusan keselamatan rakyatnya membuktikan pada publik bahwa rakyat dalam sistem kapitalisme. Setelah rakyat diperas, dipungut berbagai pajak dan iuran, juga diminta uangnya untuk urus kehidupan mereka.
Lantas, di mana peran dan fungsi negara? Jawabnya tidak ada. ‘Miskin’ atas pengurusan terhadap rakyat juga memiskinkan rakyatnya.
Sementara itu ekonom senior Rizal Ramli mengatakan daripada menambah utang lagi yang berdampak pada nilai rupiah, sebaiknya pemerintah menyetop semua proyek infrastruktur termasuk pindah ibu kota
Jika pemerintah bermaksud menambah defisit anggaran dari 3% ke 5% GDP dengan cara menambah utang lagi dan ‘cetak uang’ dengan bungkus recovery bond, nilai rupiah akan semakin jatuh. (Rizal Ramli, detik.com, 31/3/2020).
Salah prioritas dalam setiap penetapan kebijakan pemerintah menunjukkan gagalnya sistem ini membangun negara yang mandiri. Hal ini bisa dilihat dari besarnya anggaran pemindahan IKN baru sebanyak Rp466 triliun lebih diprioritaskan daripada mengalokasikan anggaran untuk penanganan Covid-19 hanya sebesar Rp62,3 triliun. Sisa kebutuhan untuk penanganan Covid-19 diserahkan dari bantuan donasi rakyatnya.
Sungguh ini kebijakan yang tak manusiawi. Hanya mementingkan segelintir orang yaitu pengusaha dan asing demi meraup untung dari pemindahan IKN baru. Walhasil, ibu kota tetap pindah, rakyatnya juga ikut pindah ke liang lahat karena telah banyak wafat akibat Covid-19. Innalillahi…

Prioritas Kebijakan Khilafah Urusi Rakyat

Prioritas Kebijakan Khilafah tegak di atas akidah Islamiyah. Prinsip-prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam dan ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Dalam Islam, hubungan pemerintah dan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab.
Khilafah bertanggung  jawab penuh dalam memelihara urusan rakyatnya. Rasulullah saw bersabda: “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam kondisi mewabahnya virus yang mematikan di tengah masyarakat, tentu negara akan fokus dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyat. Negara akan mengupayakan agar rakyat dapat hidup dengan sehat dengan terpenuhi kebutuhan atas makanan dan minumnya.
Selain itu negara akan berupaya melindungi keselamatan rakyat dengan memberikan jaminan atas kesehatan mereka. Menggratiskan biaya pengobatan baik sebelum atau saat terjadi pandemi virus. Hal lain yang tidak kalah penting adalah membangun mindset dan kepedulian masyarakat atas kebersihan diri dan lingkungan. Khalifah akan melakukan edukasi secara terus menerus.
Di samping itu negara akan mengumpulkan para pakar dan ilmuwan untuk menemukan obat atau vaksin yang dibutuhkan guna menghentikan wabah virus di tengah rakyat. Hal itu didukung dengan kecanggihan teknologi yang dimiliki Khilafah.
Prioritas berikutnya yaitu tidak akan memberi celah sedikit pun pada pengusaha kapitalis ataupun asing mengambil kesempatan untuk menjerat negara lewat utang atas nama bantuan kemanusiaan. Khilafah tentu tak membutuhkan belah kasih para penjajah. Negara akan mengoptimalkan sumber pendapatan negara untuk mengatasi berbagai musibah dan bencana yang terjadi.
Negara benar-benar hadir dalam setiap masalah yang dihadapi rakyat. Bukan sekadar wacana kosong yang terus dijanjikan oleh para pejabat dalam sistem kapitalis. Hingga kita tak menemukan satu pun bentuk pengabaian para pejabat negara atas urusan rakyatnya.
Jadi, satu-satunya harapan rakyat hanya bisa diwujudkan dalam penerapan Islam di bawah naungan Khilafah. Segala bencana dan wabah akan segera ditangani dengan serius dan penuh tanggung jawab oleh Khalifah. Kita semua berharap wabah segera berakhir dan Khilafah segera menaungi Dunia. Aamiin.
Sumber : MuslimahNews.com