-->

CARUT MARUTNYA NEGERIKU DIKALA MENANGANI WABAH COVID-19

Oleh : Iis Wulandari (Ibu Rumah Tangga dari Wonorejo, Kab. Lumajang) 

Penamabda.com - Selama pandemi covid 19, pemerintah resmi menggratiskan pembayaran listrik untuk pelanggan 450 VA dan diskon 50% bagi pelanggan 900 VA bersubsidi. Tak hanya pelanggan pascabayar, pelanggan prabayar atau token pun bisa mendapatkan pembebasan biaya dan diskon tersebut. Imbuhnya " Bantuan biaya listrik ini ingin meringankan beban mereka secara ekonomi sehingga masyarakat bisa bertahan di tengah badai pandemi covid 19 ", katanya (pemerintah). 

Namun pelanggan dengan daya 1300 VA yang mengaku terkena dampak juga, meminta subsidi yang sama dengan berbagai keluhan. Namun pemerintah berdalih kemampuannya  ada batasnya. 
Disisi lain Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah baru saja menerbitkan obligasi global dengan nilai US$4,3 miliar atau Rp68,8 triliun (kurs Rp16.000). Surat utang ini merupakan surat utang denominasi dolar AS terbesar sepanjang sejarah yang diterbitkan pemerintah Indonesia. 

Sri Mulyani juga menyatakan bahwa adanya surat utang ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap rekam jejak dan pengelolaan keuangan pemerintah. Mengenai ini, peneliti ekonomi syariah dan politisi Islam, Ustazah Nida Saadah, S.E., M.E.I., Ak., mengatakan ini adalah kesekian kalinya pemerintah menghadapi problem pembiayaan dengan mengambil jalan keluar yang tidak menyelesaikan masalah, bahkan memperparah. Apalagi jika logika yang dipakai adalah kemudahan mendapatkan utang merupakan tanda kepercayaan pihak pemberi utang terhadap negeri ini, jelas Ustazah Nida.

Obligasi merupakan surat utang yang harus dilunasi di masa yang akan datang dengan jumlah yang sangat besar dan rentang waktu lama, bisa diperkirakan betapa besar beban bunga yang harus ditanggung saat obligasi jatuh tempo. Tentu saja yang melunasinya pasti bukan rezim hari ini, karena panjangnya rentang waktu obligasi artinya rezim hari ini lepas tangan terhadap problem keuangan negara. Membebankannya kepada generasi yang akan datang. Ustazah Nida menyebutkan bahwa solusi seretnya keuangan negara hari ini bisa dengan mudah diselesaikan kalau negeri ini mau taat dengan syariat Islam. Yakni dengan berhenti terapkan praktik ribawi, termasuk praktik menjual surat utang obligasi berbunga yang jelas haram. 

Dan Islam dengan seperangkat aturannya telah mengharamkan riba, seperti dalam Q.S Al Baqarah 275, 276, 278 dan juga terdapat dalam surat lainnya.
Alternatif pembiayaan keuangan negara bisa diselesaikan dengan menerapkan sistem keuangan negara berbasis syariah, yakni Baitulmal. Di dalamnya ada tiga pos pemasukan yang bisa menghasilkan pendapatan sangat besar tanpa utang dan tanpa penarikan pajak.

Adapun ketiga pos itu antara lain adalah : 
1. Pos pengelolaan kepemilikan umum,
2. pos pengelolaan kepemilikan negara, 
3. pos pengelolaan zakat mal

Di masa Khalifah Harun Al Rasyid, surplus baitulmalnya bahkan sejumlah pendapatan dalam APBN Indonesia hari ini, surplusnya mencapai 2.000 triliun lebih. Bisa dipastikan penerimaannya pasti jauh melampaui angka surplusnya. Memenuhi kebutuhan pokok selama pandemi, sangat bisa dicover keuangan negara dengan proses pengalihan alokasi anggaran.

Lantas, mengapa itu semua tidak dilakukan oleh Pemerintah saat ini? Ada alasan politis di sana, ini cerminan dari potret negara demokrasi yang memang tidak akan memprioritaskan urusan kemanusiaan. Ada kesan pemerintah justru menjadikan situasi pandemi Covid 19 di negeri ini sebagai alasan untuk makin memperbesar utang. Entah dialokasikan untuk apa dan ke mana?
Maka selayaknya kita kembali pada hukum Allah SWT, yang sejatinya sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati.