-->

[INDIA] Sungguh Zalim, Tragedi Kekerasan Terburuk bagi Muslim di India

Korban tewas dalam tragedi kekerasan terburuk dalam beberapa dekade di Delhi, India, meningkat menjadi 34 orang ketika oposisi mengecam pemerintah karena menjadi ‘penonton bisu’.

Kekerasan di ibu kota India itu dipicu setelah umat muslim (di India) yang memprotes undang-undang kewarganegaraan diskriminatif diserang oleh massa Hindu.

Lebih dari 200 orang telah terluka selama empat hari kekerasan di daerah berpenduduk Muslim di timur laut Delhi, di mana polisi diduga mengabaikan kejadian buruk ketika massa (pada hari Minggu) mengamuk, membunuhi orang-orang, dan merusak properti, termasuk masjid.

Apa yang memicu kekerasan?

Kekerasan dipicu setelah aksi damai selama berminggu-minggu di New Delhi terhadap undang-undang kewarganegaraan baru, diserang oleh gerombolan nasionalis Hindu.

Umat muslim sebagai kaum minoritas terbesar di India mengatakan Citizenship Amendment Act (CAA) yang disahkan Desember lalu mendiskriminasi mereka dan bertentangan dengan etos sekuler negara itu.

Beberapa bagian ibu kota juga mengalami kekerasan pada hari Minggu setelah seorang pemimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) yang memerintah memperingatkan umat Islam agar tidak melanjutkan aksi damai tersebut.

Di hari-hari berikutnya, Karawal Nagar, Seelampur, Maujpur, Bhajanpura, Vijay Park di timur laut Delhi, Jafrabad, Chandbagh, Mustafabad, dan Yamuna Vihar menjadi saksi pertempuran sengit antara umat Hindu dan Muslim.

Perdana Menteri nasionalis India Hindu Narendra Modi, yang menjamu Presiden AS Donald Trump ketika kekerasan sedang berlangsung, telah dikritik karena tidak melakukan tindakan apa pun.

Para korban kekerasan mematikan di Delhi memenuhi rumah sakit

Pasien yang menggunakan tandu berjejalan di ruang gawat darurat, sementara kerabat orang-orang yang meninggal meratap di luar kamar mayat ketika orang-orang yang terluka terus berdatangan ke rumah sakit umum.

Rahul Solanki, seorang Hindu (26), meninggal karena luka tembak, menurut keluarganya. Adik laki-lakinya, Rohit Solanki, mengatakan dia ditembak berjalan ke toko untuk membeli susu.

Koridor rumah sakit Guru Teg Bahadur di perbatasan timur New Delhi sering penuh, tetapi pada hari Rabu kemarin, ratusan memadati bangsal dan para dokter bekerja sepanjang malam untuk mengobati luka-luka.

Orang-orang pun meninggalkan daerah yang terkena dampak kekerasan. Banyak yang tinggal di lingkungan campuran, baik Hindu dan Muslim, pindah setelah kekerasan terjadi.

Panggilan untuk penempatan tentara

Menteri utama Delhi, Arvind Kejriwal, pada hari Rabu menyerukan agar tentara dikerahkan dan jam malam diberlakukan di distrik-distrik timur laut.

“Tentara [harus] dipanggil dan diberlakukan jam malam,” katanya.

Sehari setelah kekacauan, pada Rabu pagi, AFP melihat orang-orang membersihkan bagian dalam masjid yang telah ternoda dan hancur terbakar selama kekerasan, di wilayah Ashok Nagar.

Sebuah video yang beredar di media sosial dan diverifikasi oleh AFP menunjukkan orang-orang merusak pengeras suara masjid di atas menara masjid, lalu menempatkan bendera agama Hindu dan bendera India di sana.

Undang-undang kewarganegaraan yang baru telah menimbulkan kekhawatiran di luar negeri bahwa Modi ingin mengubah kembali India Sekuler menjadi Negara Hindu, sementara meminggirkan 200 juta Muslim di negara itu.

Sekolah-Sekolah Ditutup

Bentrokan antara gerombolan Hindu dan Muslim yang memprotes hukum kewarganegaraan meningkat pada Selasa, menurut Rouf Khan (43) seorang warga Mustafabad.

Khan mengatakan gerombolan itu menggunakan batang besi, batu bata, dan tongkat bambu dan menyerang rumah-rumah Muslim di tengah teriakan “Jai Shri Ram,” atau “Kemenangan bagi Dewa Ram,” dewa Hindu populer dari epik agama “Ramayana”.

“Saya tidak tahu apakah rumah kami terbakar atau tidak, tetapi ketika kami melarikan diri, kami mendengar mereka meminta orang untuk menuangkan minyak tanah dan membakar semuanya,” kata Khan yang berlindung di dalam masjid.

Kekerasan telah memaksa pihak berwenang untuk menutup sekolah dan melarang orang berkumpul di daerah yang terkena dampak.

Oposisi menuntut pengunduran diri menteri dalam negeri

Pemimpin partai oposisi utama Kongres telah mengusahakan pengunduran diri Menteri Dalam Negeri Amit Shah karena gagal mengendalikan kekerasan yang mematikan.

"Apa yang dilakukan Menteri Dalam Negeri sejak minggu lalu? Apa yang dilakukan Menteri Dalam Negeri awal pekan ini?” Sonia Gandhi, presiden partai Kongres, mengatakan pada konferensi pers di New Delhi.

“Pemerintah pusat, termasuk Menteri Dalam Negeri, bertanggung jawab. Partai Kongres menuntut agar dia segera mengundurkan diri.”

Kamis, 27 Februari 2020

Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dalam dua tweet-nya mengutuk kekerasan di Delhi: “Mengungkapkan belasungkawa tulus kepada keluarga para korban” dan menggambarkan tindakan itu sebagai “Kekejian”.

“OKI menyerukan pihak berwenang India untuk membawa penghasut dan pelaku dari tindakan anti-Muslim ini ke pengadilan dan untuk memastikan keselamatan dan keamanan semua warga Muslim dan perlindungan tempat-tempat suci Islam di seluruh negeri,” demikian tweet itu.

“Kota yang Terbelah”: Baik Hindu dan Muslim Memasang Barikade untuk Mencegah Satu Sama Lain

Komunitas Hindu dan Muslim di lingkungan Delhi telah mendirikan barikade (gulir postingan editor Supriya Sharma di Twitter, dengan gambar yang menunjukkan barikade).

“Ini adalah pemandangan jalan Brahmpuri di Delhi. Di satu sisi sebagian besar rumah Hindu, di sisi lain, Muslim. Kedua komunitas telah memasang barikade. Untuk mencegah yang lain,” kata tweet itu.

A divided city. 

Ujian Sekolah Dibatalkan di Tengah Kekerasan

Dewan Pusat Pendidikan Menengah (CSBE) telah menunda ujian kelas 10 dan 12 yang dijadwalkan pada 28-29 Februari, di Delhi timur laut yang dilanda kekerasan, media India setempat melaporkan.

CBSE, bagaimana pun, menyatakan bahwa tidak akan ada perubahan dalam jadwal ujian di Delhi mulai 2 Maret dan seterusnya.

Lebih lanjut mencari rincian dari sekolah para siswa yang tidak dapat hadir untuk ujian di daerah yang terkena dampak kekerasan di timur laut Delhi, (CSBE) menambahkan bahwa ujian baru akan dilakukan untuk mereka.

Keluarga (korban) butuh dana untuk memulai kembali kehidupan mereka

Pengacara dan aktivis, Dushyant, yang telah terlibat dalam operasi bantuan dan penyelamatan bagi para korban, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa beberapa keluarga telah kehilangan segalanya dan mereka membutuhkan dana untuk memulai kembali kehidupan mereka.

“Orang-orang membutuhkan obat-obatan, makanan yang dimasak,” katanya.

“Saya pikir hal pertama yang dibutuhkan para korban adalah jaminan bahwa cobaan telah berakhir. Mereka membutuhkan kepercayaan bahwa negara tidak menentang mereka dan pelaku kejahatan akan dihukum,” tambahnya.

‘Penonton Bisu’: Gandhi mengkritik pemerintah federal dan Delhi

Sonia Gandhi, presiden sementara kongres partai oposisi utama, mengkritik pemerintah federal dan Delhi karena menjadi “penonton bisu” terhadap kekerasan di ibu kota.

Didampingi oleh para pemimpin senior Kongres, Gandhi mengajukan sebuah memorandum kepada Presiden India Ram Nath Kovind mengenai kekerasan yang terjadi sejak hari Minggu.

India mengatakan, AS mempolitisasi kekerasan agama

India menuduh komisi pemerintah AS mempolitisasi kekerasan komunal di Delhi.

Pada hari Rabu, Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) mengatakan pihaknya sangat terganggu oleh kekerasan dan mengutip keterangan bahwa polisi tidak melakukan intervensi dalam serangan terhadap Muslim, yang ditolak oleh polisi dan pemerintah federal India.

“Pemerintah gagal dalam tugasnya untuk melindungi warganya,” kata Komisaris USCIRF, Anurima Bhargava.

Kementerian Luar Negeri India mengatakan komentar komisi itu “secara faktual tidak akurat dan menyesatkan” dan tampaknya “ditujukan untuk mempolitisasi masalah ini”.

________

Sumber: www.aljazeera.com