-->

Tunggakan JKN Tak Kunjung Dibayarkan, Kesehatan Rakyat Terabaikan


Oleh : Diyani Aqorib S.Si
(Praktisi Kesehatan)

Kesehatan merupakan aspek fundamental dalam kehidupan manusia. Tanpa tubuh dan jiwa yang sehat, segala aktivitas sehari-hari menjadi terhambat. Namun, apa jadinya jika hak atas pelayanan kesehatan yang layak justru semakin sulit didapat? Hal itu bukan tanpa sebab. Realitas ini kini tengah dialami masyarakat Kabupaten Bekasi, dan akar masalahnya bukan hal sepele.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi telah meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat segera membayarkan tunggakan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp84 miliar kepada BPJS Kesehatan. Tunggakan tersebut mencakup 146.405 peserta dari segmen Penerima Bantuan Iuran APBD (PBI APBD) yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). (radarbekasi.id, 25/11/2025)

Menurut Wakil Bupati Bekasi, Asep Surya Atmaja, kondisi ini berpotensi menyebabkan masyarakat kehilangan hak atas layanan kesehatan. Tidak hanya itu, beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi juga semakin berat. Pasalnya, Pemprov Jawa Barat telah menunggak iuran JKN-KIS sejak tahun 2023 dan 2024, sehingga Pemkab Bekasi terpaksa menalangi pembayaran tersebut hingga membengkak mencapai Rp188 miliar. (radarbekasi.id, 25/11/2025)

Dampaknya sangat nyata. Ketika peserta JKN kehilangan haknya, maka layanan kesehatan, mulai dari kebutuhan obat rutin hingga penanganan gawat darurat akan terganggu. Kondisi ini tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga dapat mengancam nyawa.

Ironisnya, masyarakat selama ini telah berupaya memenuhi kewajibannya. Banyak yang rela menyisihkan pendapatan yang terbatas demi membayar iuran BPJS Kesehatan, dengan harapan akan mendapatkan kemudahan ketika berobat ke fasilitas kesehatan. Mereka percaya bahwa iuran yang dibayarkan adalah jaminan untuk memperoleh pelayanan medis yang layak. Namun kenyataannya, tidak sedikit pasien yang merasa dipersulit, bahkan seperti dinomorduakan dalam pelayanan.

Ketika pungutan terus berjalan namun hak atas layanan kesehatan justru terhambat, ini menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola jaminan kesehatan. Negara seharusnya hadir memastikan setiap warga mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil, tanpa terhalang oleh persoalan administratif atau tunggakan anggaran. Kesehatan rakyat bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, melainkan kebutuhan dasar yang harus dijamin dan diprioritaskan.

Kesehatan adalah Tanggung Jawab Negara

Biaya kesehatan di Indonesia hari ini menjadi momok tersendiri bagi masyarakat. Untuk mendapatkan pelayanan yang layak, banyak orang terpaksa pontang-panting mencari biaya tambahan. Slogan "Orang miskin dilarang sakit" tampaknya benar-benar terjadi di negeri ini. Betapa sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, terutama di wilayah-wilayah pedalaman. 

Harapan masyarakat pada program BPJS dan KIS yang dicanangkan pemerintah pun belum sepenuhnya terwujud. Alih-alih menjadi solusi, program ini justru sering menempatkan negara sebatas sebagai fasilitator, sementara rakyat tetap menerima pelayanan seadanya dan penuh keterbatasan.

Sehingga terkesan negara tidak serius dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada rakyatnya. Maka, wajar ketika masyarakat meminta transparansi dalam pengelolaan iuran BPJS Kesehatan. Kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan yang terkumpul dari iuran masyarakat pada akhirnya menjadi pertanyaan besar. Publik berhak mengetahui bagaimana dana tersebut digunakan, apakah benar untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, atau justru tersendat dalam tata kelola yang tidak efektif.

Ketika rakyat diwajibkan membayar iuran, namun pelayanan tidak maksimal dan banyak hak yang tertunda akibat tunggakan pemerintah daerah maupun pusat, hal ini menunjukkan kelemahan mendasar dalam sistem kesehatan yang berorientasi administratif dan transaksional.

Dari sini bisa dilihat bahwa pengelolaan pelayanan kesehatan dalam sistem kapitalisme selalu berorientasi pada keuntungan. Segalanya dipandang dari untung rugi, sehingga membuat pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah sistem yang sahih yang dapat menyelesaikan masalah kesehatan dengan komprehensif dan sistem itu adalah syariah Islam. 

Solusi Islam

Dalam Islam, kesehatan merupakan kebutuhan vital yang wajib dipenuhi oleh negara. Penguasa adalah _ra’in_, yakni pelayan masyarakat, bukan sekadar regulator yang mengatur aliran iuran dan membebankan biaya kepada rakyat. Hubungan antara negara dan masyarakat bukanlah hubungan transaksional sebagaimana dalam sistem kapitalisme, melainkan hubungan tanggung jawab dan amanah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
"Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan dasar masyarakat sebagaimana pangan, keamanan, dan pendidikan. Karena itu, pengelolaan sektor kesehatan tidak diserahkan kepada mekanisme pasar, melainkan berada sepenuhnya di bawah tanggung jawab negara. Negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang mudah diakses, berkualitas, dan gratis bagi setiap individu tanpa memandang status sosial, agama, maupun kemampuan ekonomi.

Kelalaian negara dalam memenuhi kebutuhan kesehatan rakyat merupakan bentuk kezaliman. Sebab pelayanan kesehatan adalah hak setiap warga negara. Pembiayaan untuk sektor kesehatan dalam sistem Islam tidak dibebankan kepada rakyat melalui mekanisme iuran, melainkan bersumber dari pendapatan negara yang terpusat di Baitul Mal. Dengan demikian, pelayanan kesehatan dapat diberikan secara optimal dan merata tanpa menambah beban ekonomi masyarakat.

Inilah gambaran secara umum bagimana Islam menangani masalah kesehatan. Seorang khalifah sebagai pemimpin negara akan memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya. Semua itu semata-mata karena dorongan ketakwaan kepada Allah SWT.