-->

SELAMATKAN GENERASI DARI JERATAN ALGORITMA TRAP DENGAN ISLAM KAFFAH


Oleh : Evi Derni S.Pd

Pertengahan Desember 2025 jagat Maya Indonesia kembali diguncang oleh sosok bernama Resbob. Pesona daring dari seorang mahasiswa universitas Wijaya Kusuma Surabaya Adimas firdaus .Dalam siaran langsung yang dipenuhi alkohol dan ilusi panggung digital ia melontarkan penghinaan terhadap etnis Sunda dan komunitas viking Persib club .Polisi bergerak cepat, kampus menjatuhkan sanksi drop out, public menuntut hukuman penjara.

Resbob hanyalah gejala dari ekosistem yang membiarkan algoritma memangsa empati, sementara pendidikan nilai tertinggal jauh di belakang kecepatan viralitas. Saat resbob berbicara ia tidak melihat wajah orang Sunda yang terluka, ia hanya melihat angka penonton dan komentar yang berderet. Layar kaca menumpas sirkuit empati ,membuat manusia lupa bahwa di seberang sana ada manusia lain.(kompas.com 17/12/2025).

Algoritma sebenarnya adalah langkah-langkah untuk membuat suatu komputer mesin agar bisa mengambil suatu keputusan. Kalau dalam sosial media algoritma itu semacam resep yang menentukan konten apa yang dilihat ,siapa yang lebih sering muncul ,siapa yang dianggap menarik dan kemudian penting ,semua itu berdasarkan serangkaian aturan (algoritma) yang dibuat oleh manusia dan dijalankan secara otomatis oleh komputer.

Cara kerjanya adalah dengan menganalisis sejumlah besar data perilaku pengguna untuk membuat model prediktif tentang konten apa yang paling mungkin menarik perhatian mereka. Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan meliputi interaksi yang pernah dilakukan pengguna di media sosial, relevansi dan ketepatan waktu, koneksi dan jaringan serta tipe konten yang terbaca diminati.

Yang perlu kita pahami bahwa setelah akhirnya pemilik modal yang memiliki platform- platform digital raksasa dan pastinya memiliki support dana menyadari bahwa ini menjadi satu nilai ekonomi data karena ada yang dibagikan antar pengguna dan di sinilah industri berubah menjadi industri yang fokusnya pada pengguna. Di sinilah masalahnya dimulai akhirnya setiap detik manusia itu mulai dijual dalam arti bagi para pemilik modal yang mengambil ideologi sekuler kapitalisme algoritma ini bukanlah sekedar menampilkan konten tetapi platform digital yang berubah dari alat teknis menjadi sarana penyebaran ideologi. Kalau kita mencari secara global di tataran dunia hari ini sekitar 2,5 miliar jiwa ,25-30% populasi dunia didominasi oleh gen z mereka hidup di sosial media. Khusus Indonesia hampir sekitar 27,9% dari populasi nasional generasi muda tumbuh sebagai digital native. mereka tumbuh di era digital teknologi memang sudah ada di tangan kita, mbukan sekedar alat komunikasi tetapi menjadi ruang mereka untuk membangun identitas simbol bahkan gaya hidup, pada akhirnya mereka memiliki cara pandang yang berbeda dari generasi sebelumnya inilah yang menjadi salah satu penyebab timbul yang namanya gap generation.

Kembali untuk kita pahami bahwa sebenarnya yang berevolusi bukan manusia tetapi karena algoritma itu mempelajari manusia maka algoritma yang mengalami revolusi (perubahan )yang menimbulkan dampak luar biasa kepada tatanan kehidupan manusia, dan perubahan itu menimbulkan bahaya Pertama, berubahnya standar hidup. Algoritma secara diam-diam tanpa kita sadari menggeser standar hidup kita karena algoritma cenderung menampilkan konten yang paling menarik bukan yang paling realitas. Akhirnya membentuk semacam ilusi padahal yang kita lihat itu pilihan algoritma bukan kenyataan. Kedua, memperkuat keresahan bahwa algoritma itu memiliki konten yang membuat kita merasa sesuatu terutama yang memicu emosi negatif pada akhirnya membuat kita bisa scrolling lebih lama, keresahan itu malah dipelihara oleh algoritma. Ketiga, memperkuat konsumerisme. Algoritma membuat orang jadi ketagihan ( candu )karena konten-konten hiburan itu cepat naik dan memberikan dopamin spike ( lonjakan dopamin) dalam ilmu neurologi yang seperti inilah akhirnya berdampak kita sulit fokus mudah gelisah.

Situasi dan bahaya ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Umat Islam harus menyadari urgensi dan kewajiban menyelamatkan generasi muda kita dalam rangka memerangi perang peradaban melawan hegemoni kapitalisme global .umat Islam punya kepentingan untuk menolak semua narasi sesat yang diproduksi media barat termasuk mitos soal generation gap. Umat Islam harus waspada terhadap berbagai jebakan teknologi digital yang terus berkembang pesat tanpa batasan yakni dengan cara memperkuat ketahanan ideologis dengan meningkatkan ketakwaan dan mengikhtiarkan kembalinya institusi negara yang siap menjadi perisai sekaligus mengurus umat dengan penuh amanah dan dilandasi kesadaran ruhiyah.

Setiap generasi muda punya tanggung jawab yang sama untuk memperjuangkan kemuliaan Islam yakni dengan menegakkan institusi penerapnya yakni khilafah Islam. Caranya dengan terlibat dan bergandengan tangan dalam aktivitas dakwah membangun kesadaran di tengah umat bersama jamaah ideologis yang mengikuti manhaj dakwah Rasulullah Saw.

wallahualam bissawab