Pencetak Generasi Peradaban Islam
Oleh : Ida Nurchayati
Islam memandang dan menempatkan wanita pada posisi strategis dan mulia yakni pencetak generasi penjaga dan penerus peradaban. Tugas utama wanita adalah ummu warabatul bait, yakni sebagai ibu dan pengelola rumah tangga. Ibu adalah madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sebagai madrasah pertama maka tugas utamanya menanamkan pondasi akidah serta memahamkan anak dengan syariat Islam. Sebagai pendidik maka seorang ibu harus mampu membentuk kepribadian Islam pada anak, dengan mewujudkan pola pikir dan pola sikap islami.
Seorang ibu harus visioner yakni memiliki pandangan jauh ke depan, menetapkan tujuan besar dan jelas untuk anak-anaknya. Mereka adalah calon pemimpin sekaligus penakluk dan penjaga peeadaban. Sebagai generasi penakluk maka seorang ibu harus mampu menanamkan jiwa pemberani dan tidak takut kepada siapapun selain pada Allah SWT. Orientasi hidupnya jelas yakni menggapai keridhaan Alah SWT.
Maka seorang muslimah berproses untuk menjadi Ibu generasi ideologis. Seorang ibu sekaligus sebagai pengemban dakwah yang senantiasa membekali diri dengan tsaqofah Islam. Ibu yang peduli dengan kondisi dan realitas umat dan berupaya mengubah menuju kondisi yang ideal yakni kehidupan Islam. Ibu juga harus mampu mentransfer kesadaran ini pada anak-anaknya.
Dengan kesadaran politik yang tinggi ini, seorang ibu akan mampu menghidupkan dan menghiasi perannya sebagai ibu dengan cita-cita besar sebagai pemimpin umat menuju perubahan ke arah kejayaan Islam.
Sejarah telah mengukir bagaimana peran muslimah membentuk generasi pemimpin dan penakluk. Ada Sit Khatun yakni ibunda dari Shalahuddin al Ayubi Sang Pembebas Yerusalem. Juga ibunda Imam Syafi'i yakni Sayyidah Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah, meski menjadi orang tua tunggal mampu mengantarkan anaknya menjadi imam besar.
Tantangan Peran Ibu dalam Sistem Sekuler
Menjadi seorang ibu yang hidup dalam sistem sekuler tidaklah mudah. Serangan pemikiran dan budaya begitu masif, baik berupa ide-ide kesetaraan gender, hak asasi manusia hingga arus moderasi beragama. Ide-ide dari barat yang memang diaruskan untuk merusak generasi Islam. Maka seorang ibu harus senantiasa mempelajari Islam ideologis sehingga mampu membentengi dirinya dan keluarganya dari ide-ide yang merusak ini.
Menjadi seorang ibu pada masa era digital memang tidak mudah. Derasnya arus digitalisasi dengan mesin algoritmanya membuat seseorang tidak terasa berlama-lama berselancar di dunia maya. Ketika seseorang sudah mengklik informasi tertentu maka semua informasi terkait hal ini akan terus bermunculan sehingga habit maupun hobinya terpuaskan. Padahal proyek digitalisasi tidak bisa dilepaskan dari rakusnya oligarki digital untuk meraup pundi-pundi cuan. Lebih dari itu, informasi yang banyak ditemukan di dunia maya tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai sistem yang tengah diterapkan hari ini seperti kebebasan, sekuler, nasionalisme, demokrasi dan pluralisme. Maka seorang ibu harus membekali dirinya dengan mabda Islam sehingga mampu memfilter dirinya dan keluargaya dari ide-ide batil ini.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme membuat peran perempuan semakin berat. Sistem kapitalisme tidak mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Kesenjangan ekonomi yang kian tinggi menyebabkan wanita muslimah ditarik keluar rumah sebagai penopang ekonomi keluarga. Masalahnya, problem ekonomi tak kunjung selesai justru muncul problem generasi karena ibunya lebih banyak berkiprah di luar rumah. Maka sebagai muslimah pencetak generasi peradaban harus mampu menaklukkan dan memecahkan masalah tersebut. Seorang ibu harus senantiasa membekali dirinya dengan tsaqofah Islam sebagai filter sekaligus penuntun ke arah perubahan..
Ibu Tangguh Pencetak Generasi Peradaban
Ibu pencetak generasi peradaban harus mampu,
Pertama menetapkan visi pendidikan bagi anak-anaknya sebagai hamba Allah yang tugasnya beribadah dan menghamba pada Allah SWT. Fungsi kedua adalah sebagai khalifah fil ardh yang tugasnya mengelola dan memakmurkan bumi dengan aturan dari Allah SWT. Ibu juga harus menanamkan visi besar pada anaknya untuk mengembalikan kemuliaan dan kebesaran umat yakni menjadi khairu ummah yang tugasnya amar makruf nahi munkar.
Kedua, seorang anak butuh figur keteladanan, maka seorang ibu harus senantiasa berproses dan bertumbuh dengan tsaqofah Islam serta melayakkan diri sebagai teladan dan panutan bagi anak-anaknya.
Ketiga, harus disadari bahwa menjadi ibu pencetak generasi ditengah gempuran sistem sekuler tidak mudah. Maka upaya mencetak generasi harus dibarengi dengan upaya mengubah sistem kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak dengan sistem yang shahih dan menyejahterakan yakni sistem Islam.
Perubahan ini mengharuskan adanya kendaraan politik yakni partai politik ideologis yang bergerak ditengah-tengah umat untuk memahamkan umat dengan Islam. Upaya mengubah sistem yang rusak menuju sistem yang shahih, harus dilaksanakan secara berjamah. Dakwah pemikiran yang membutuhkan keistqomahan dan kesabaran. Bisa jadi cita-cita ini terwujud tidak pada era ini sehingga tugas pengemban dakwah meneruskan eatafet kepemimpinan dakwah dalam koridor yang benar sehingga partai politik ini tumbuh dan membesar dengan cara yang benar sampai terwujud kehidupan Islam kembali.
Wallahu a'lam

Posting Komentar