-->

MENGKRITISI RENCANA AGENDA NATAL BERSAMA


Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Di tengah ujian bencana banjir bandang Sumatera, ada ujian berat yang lainnya tengah menghadang umat Islam. Yaitu ujian iman. Muncul wacana perayaan Natal Bersama umat Kristen dan umat Islam sabagai bentuk toleransi beragama, yang digagas Kementerian Agama RI pada bulan ini. Ini jelas bertentangan dengan toleransi dalam Islam.

Konsep toleransi beragama yang keliru ini berasal dari sejarah gelap Eropa Kristen, yaitu Toleransi Liberal. Toleransi Liberal lahir di Untuk mengakhiri konflik berdarah itu, Eropa melahirkan gagasan: (1) agama harus dipisahkan dari kehidupan (sekularisme); (2) kebenaran agama dianggap relatif; (3) semua agama harus diperlakukan sama secara sosial-politik.

Dalam Islam, toleransi berarti membiarkan pemeluk agama lain menjalankan keyakinannya. Dasarnya ayat Al-Qur’an :
“Untuk kalian agama kalian dan untuk kami agama kami” (TQS al-Kafirun [109]: 6).
 Maksud ayat di atas, non-Muslim tidak dipaksa untuk masuk Islam. Dasarnya adalah firman Allah SWT: 
“Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama Islam” (TQS al-Baqarah [2]: 256).

Toleransi Islam bukan sinkritisme (mencampuradukkan ajaran agama, antara Islam dan agama lain) seperti toleransi ala liberal. Hal ini haram karena mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil. Dasarnya firman Allah :
“Janganlah kalian mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil” (TQS Al-Baqarah 42). 
Toleransi Liberal ada tiga poin penting, yaitu : Pertama, Sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Kedua, Relativisme (tidak ada kebenaran mutlak), semua agama dianggap sama benarnya. Ketiga, Pluralisme. Semua agama sama tanpa klaim kebenaran.Konsep ini dianggap wajar di Eropa yang mayoritas penduduknya menganut ajaran nasrani, tetapi bertentangan dengan Islam.

Islam memiliki konsep toleransi sendiri, yang berlandaskan akidah tauhid. Yaitu :

Pertama: Dari Sisi Aqidah. Islam tidak mengenal pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme). Allah SWT berfirman:
“Kami turunkan al-Quran untuk menjelaskan segala sesuatu” (TQS an-Nahl [16]: 89).
Allah SWT juga berfirman:
“Masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh” (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Kedua. Islam menetapkan bahwa hanya Islam yang benar. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah hanyalah Islam” (TQS Ali ‘Imran [3]: 19).
“Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima” (TQS Ali ‘Imran [3]: 85).
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, yakni Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashrani) dan kaum musyrik, berada di dalam Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk (TQS al-Bayyinah [98]: 6).

Batas-batas Toleransi Islam berbeda dengan Toleransi Liberal. Contohnya :

Pertama. Pernikahan beda agama tidak dibolehkan. Allah SWT tegas menyatakan:
“Wanita Mukmin tidak halal bagi laki-laki kafir dan sebaliknya” (TQS al-Mumtahanah [60]: 10).

Kedua. Salam antar agama. Nabi saw. tetap mengucapkan salam Islam kepada orang-orang di majelis yang bercampur antara Muslim dan non-Muslim. Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid ra.:
“Sesungguhnya Nabi saw. pernah melintasi suatu majelis yang di dalamnya ada campuran kaum Muslim dengan kaum musyrik para penyembah berhala dan kaum Yahudi. Lalu Nabi saw. mengucapkan salam kepada mereka” (HR al-Bukhari).
Karena itu mengucapkan salam versi berbagai agama, tidak hanya versi Islam, dalam majelis yang campur-baur, tidak dibenarkan. Cukup ucapkan salam versi Islam saja.

Ketiga. Murtad (keluar dari Islam) tidak diperbolehkan. Allah SWT berfirman:
“Siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya (Islam), lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya” (TQS al-Baqarah [2]: 217).
 Murtad termasuk dosa besar dan dihukum mati. Sabda Rasulullah saw.: 
“Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah” (HR Bukhari).

Keempat. Islam mengharamkan seorang Muslim ikut serta dalam hari raya agama lain, sehingga Natal bersama haram hukumnya. Firman Allah SWT:
“(Di antara ciri-ciri ‘Ibâdur‐Rahmân) adalah orang-orang yang tidak menyaksikan kebohongan (az-zûr)” (QS al-Furqan [25]: 72).
Dalam satu riwayat dari Ibnu ‘Abbas, kebohongan (az-zûr) itu maksudnya adalah hari-hari raya kaum musyrik (kafir) (Lihat: Al-Qurthubi, Tafsîr Al-Qurthubi, 7/54).
Ini juga merupakan tasyabbuh bi al-kuffâr (menyerupai kaum kafir) yang telah diharamkan dalam Islam. Hadis Nabi :
“Siapa saja yang menyerupai (meniru-niru) suatu kaum maka dia termasuk ke dalam golongan mereka” (HR Abu Dawud).

Kelima. Menolak Konsep Negara Islam (Khilafah). Menurut konsep Toleransi Liberal, negara agama seperti Khilafah itu sangatlah buruk untuk masyarakat. Ini dilatarbelakangi bahwa di Barat banyak orang mati akibat kekuasaan disatukan dengan agama (dalam kasus pembantaian Santo Bartolomeus tahun 1572 di Prancis). Sedangkan dalam Islam, Khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam adalah bagian dari ajaran Islam. Khilafah wajib hukumnya. Dasarnya hadis Rasulullah saw : 
“Siapa saja yang mati, sedangkan tidak ada di lehernya baiat (kepada Khalifah), maka matinya adalah mati jahiliyah” (HR Muslim). 
Apalagi penerapan Islam secara kafah (menyeluruh) sebagai konsekuensi keimanan umat Islam pada Allah, jika tanpa institusi Khilafah, tidaklah mungkin terwujud. Karena itu Khilafah dikatan sebagai “Tajrul Furud” (mahkota kewajiban), karena setiap amalan wajib dalam Islam tidak akan sempurna terlaksana jika tanpa Khilafah. Karena itu menolak Khilafah adalah sikap tertolak dalam Islam. 
Lagi pula hanya dalam sistem Khilafahlah—sebagaimana telah terbukti selama berabad-abad lamanya—toleransi yang sejati antar para pemeluk agama (Muslim dan non-Muslim) bisa diwujudkan.

Konsep toleransi yang dipakai hari ini adalah Toleransi Liberal ala Barat, bukan Toleransi Islam. Sedangkan Toleransi Islam berbeda dengan Toleransi Liberal; baik dari akidah dan syariatnya. Mengikuti Toleransi Liberal berarti menyimpang dari Islam. Karena itu Perayaan Natal Bersama bukanlah toleransi Islami, tapi praktik toleransi liberal yang tidak boleh bagi umat Islam mengikutinya. Ini sesuai nasihat Nabi dalam sabdanya :
“Sungguh kalian (umat Islam) akan benar-benar mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Bahkan kalau pun mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian pasti akan tetap mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lalu siapa lagi (kalau bukan mereka)?!” (HR al-Bukhari dan Muslim). 

Wallahualam Bisawab