-->

Medsos Ditangan Khilafah


Oleh: Hamnah B. Lin

Jika kita baca banyak literasi sejarah para pemuda sahabat Rasulullah saw., usia belia bukan penghalang untuk menjadi sahabat Rasulullah saw., manusia pilihan yang berimana kepada Allah dan Rasul Allah.

Namun tatkala menengok generasi saat ini, mungkin sosok pemuda tangguh yang bertakwa bisa dihitung dengan jari, sungguh memprihatinkan. Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian serius kita bersama, sebagai orangtua, masyarakat yang peduli dan negara yang bertanggungjawab dunia dan akhirat atas rakyat yang dipimpinnya.

Negara sekuler tempat kita tinggal hari ini belum nampak dan bahkan memang tidak ada bakat untuk mengurusi rakyatnya, tidak ada empati terhadap generasi penerusnya. Asas yang mendasari dalam mengatur rakyatnya, dalam mengeluarkan berbagai kebijakannya adalah sekuler, memisahkan aturan Allah dengan aktivitas mereka sebagai penguasa. Mereka berani membuat aturan sendiri, dengan berbagai kepentingan mereka dibaliknya.

Peradaban kapitalisme sekuler hari ini hanya menjadikan pencapaian materi sebagai standar kebahagiaan sekaligus menjauhkan generasi dari pemahaman Islam kafah. Akibatnya banyak generasi muda bertindak sesuka hati, hidup dengan gaya hedonistik, terlibat bullying, narkoba, judi online, pinjol, pergaulan bebas, hingga HIV AIDS. Semua ini membuat generasi muda seolah-olah tampil sebagai masalah, bukan kekuatan perubahan.

Kondisi ini diperparah oleh perkembangan teknologi digital yang membersamai tumbuh kembang generasi. Mereka tumbuh dalam ruang digital yang dikuasai oleh nilai dan kepentingan kapitalisme global. Kapitalisme memanfaatkan kondisi ini untuk makin kuat menancapkan ideologinya. Dunia digital tidak berjalan secara netral. Ia digerakkan oleh algoritma. Bagi kapitalisme, algoritma bukan hanya alat teknis untuk menampilkan konten, tetapi juga instrumen ideologis yang secara halus membentuk cara berpikir dan kebiasaan generasi.

Algoritma bekerja dengan mempelajari perilaku pengguna, apa yang mereka klik, tonton, cari, sukai, atau komentari. Dari pola-pola itu, algoritma menyimpulkan kecenderungan manusia dan kemudian menyodorkan konten yang membuat mereka makin tergantung pada layar. Algoritma adalah mesin pembelajar yang bekerja berdasarkan data yang diberikan pengguna setiap hari. Algoritma tidak menilai kebenaran, kemaslahatan, atau nilai moral. Ia hanya mengikuti arah pasar. Apa yang menguntungkan kapitalisme, itulah yang diprioritaskan.

Sedangkan dalam sistem Islam, khalifah sebagai pemimpinnya, sangat memperhatikan seluruh urusan rakyatnya, tak terkecuali generasi mudanya. 

Aturan Islam ini harus dibangun secara sistemik, dari sisi individu, masyarakat, lembaga penyiaran yakni di bawah negara khilafah. Pertama, dari sisi individu. Setiap individu penting untuk memiliki iman yang kuat dan taqwa dalam setiap perbuatannya. Dengan ini bisa menjadi pembeda dan juga penyaring terhadap informasi yang beredar. 

Kedua, masyarakat. Dari individu-individu yang bertaqwa akan melahirkan masyarakat yang bertaqwa juga, sehingga akan tercipta masyarakat yang islami dan dihiasi amar makruf dan nahi mungkar. Maka dengan ini sesama masyarakat akan saling mengingatkan satu sama lain dalam menyikapi informasi yang beredar.

Ketiga, lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran berkewajiban memberikan informasi yang valid juga mendidik masyarakat. Lembaga penyiaran di bawah negara khilafah punya peran besar dalam melaksanakan kebijakan terkait penyiaran yang sesuai syariat juga mengawasi media informasi yang beredar. 

Jika ditemukan informasi yang bertentangan syariat, negara harus memblokirnya dan memberi sanksi yang tegas bagi pelakunya. Inilah kebijakan Islam dalam mengatur media yang ramah terhadap anak. Dan ini hanya akan terwujud jika Islam diterapkan dalam kehidupan kita hari ini.
Wallahu a'lam bisshowab.