-->

Kisruh Pendidikan dan Hilangnya Adab


Oleh : Eri Ermiati, Am.Kep (Penulis Ideologis Lubuklinggau)

Banyaknya problematika dalam dunia pendidikan saat ini terus terjadi, terutama yang melibatkan anak didik, pendidik, dan orang tua. Salah satunya kasus yang terjadi di sebuah Sekolah Dasar di Kendari, Sulawesi Tenggara, ketika orang tua siswa kelas IV melaporkan seorang guru dengan tuduhan pelecehan seksual. Atas laporan tersebut, sang guru divonis 5 tahun penjara. Padahal sebagaimana diberitakan, kuasa hukum Pak Mansur, Andre Darmawan, menilai keputusan majelis hakim keliru dalam melihat rangkaian bukti di persidangan. Ia pun mengajukan banding karena menilai kliennya hanya memegang kening anak untuk mengecek kondisi demam, dan kesaksian guru La Muradi yang melihat langsung kejadian tersebut sama sekali tidak dipertimbangkan oleh hakim (detiksulsel,6/13/35).

Mengapa hal seperti ini bisa terjadi?

Fenomena semacam ini bukan muncul tiba-tiba. Ia terjadi karena masyarakat telah terbiasa menyelesaikan persoalan bukan dengan asas kebenaran, kejujuran, dan kehati-hatian, tetapi dengan cara yang instan, emosional, dan berorientasi pada kepentingan diri. Ketika problem diselesaikan dengan kekuasaan, kekuatan media, atau tekanan publik, bukan dengan ilmu dan keadilan, maka dzalim dan kedzaliman akan bermunculan.

Pengadilan pun dapat memutuskan hukuman tanpa mempertimbangkan kesaksian yang relevan, sementara adab—yang seharusnya menjadi pondasi dalam hubungan orang tua, anak, dan guru—mulai hilang. Anak dan orang tua tidak lagi memandang guru sebagai pendidik yang harus dihormati, sehingga tuduhan yang belum terbukti pun dapat dengan mudah diarahkan, dan reputasi seorang guru tercabik begitu saja.

Bagaimana Islam Memandang Hal Ini?

Islam memandang bahwa setiap manusia harus menjalani kehidupan berdasarkan aturan yang telah Allah tetapkan. Kebenaran tidak diperoleh dari prasangka, tetapi dari ilmu yang benar dan adab yang lurus. Karena itulah Allah membuka ayat pertama Al-Qur’an dengan perintah membaca, mempelajari, dan memahami realitas dengan benar.

﴿ اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ • خَلَقَ الإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ • اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ • الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ • عَلَّمَ الإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴾

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1–5)

Allah juga memerintahkan untuk bertanya kepada ahlinya ketika tidak tahu, agar manusia tidak gegabah dalam menilai dan memutuskan sesuatu.

﴿ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴾

“Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui.” (QS. Al-Anbiya: 7).

Dalam Islam, belajar itu wajib bagi setiap muslim, karena ilmu adalah cahaya yang membimbing seseorang memahami kebenaran.

Rasulullah ﷺ bersabda:
«طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ»
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Maka, tanpa ilmu dan adab, seseorang mudah terjatuh pada penilaian yang salah, tuduhan keliru, dan keputusan yang tidak adil.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata:

“العِلْمُ بِلَا أَدَبٍ كَالنَّارِ بِلَا حَطَبٍ، وَالأدَبُ بِلَا عِلْمٍ كَالْجَسَدِ بِلَا رُوحٍ”

“Ilmu tanpa adab ibarat api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu ibarat jasad tanpa ruh.”

Karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya memuat ilmu akal, tetapi juga pembentukan karakter (akhlak) berdasarkan syariat. Kurikulum Islam menumbuhkan kepribadian Islam yang membuat manusia cerdas sekaligus beradab.

Di sisi lain, negara memegang peran penting dalam mengatur hukum dan memberikan keadilan bagi seluruh rakyat. Islam mewajibkan negara (khilafah) menerapkan hukum secara menyeluruh sehingga tidak ada peluang bagi kedzaliman untuk muncul. Karena ketika negara mengabaikan syariat dan menetapkan hukum berdasarkan kepentingan manusia, maka kerusakan yang terjadi tidak hanya pada individu, tetapi sistemik.

Allah berfirman:

﴿ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴾

“Barang siapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Ma’idah: 45)

Dalam sistem sekuler-demokrasi hari ini, hukum dan pendidikan dipisahkan dari nilai-nilai syariat. Akibatnya, masyarakat tumbuh tanpa pondasi pemahaman yang benar, hubungan pendidik dan peserta didik melemah, dan problem seperti kasus Pak Mansur mudah berulang.

Untuk mewujudkan dunia pendidikan yang adil, bersih, dan beradab, umat Islam harus kembali kepada sistem yang menegakkan ilmu dan adab secara bersamaan, serta memastikan negara menerapkan hukum dengan seadil-adilnya. Ini hanya dapat terwujud melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah, sistem yang pernah menjaga manusia dari berbagai bentuk kedzaliman.

Hanya dengan kembali kepada aturan yang Allah turunkan, pendidikan dapat kembali melahirkan generasi yang beradab, berilmu, serta menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan.

Wallahu a'lam.