Kenaikan Harga Pangan, Pola Musiman Yang Bisa Dicegah Pemerintah
Oleh: Hamnah B. Lin
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat kenaikan harga pangan di pasaran mulai terjadi menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru). Kenaikan harga sebagai pola musiman ini diharapkan mampu diintervensi oleh pemerintah.
Sekretaris Jenderal Ikappi, Reynaldi Sarijowan mengamini adanya kenaikan harga sebagai pola musiman menjelang Nataru ( Liputan6, 13/12/2025 ).
Sebenarnya, tingginya permintaan komoditas pangan menjelang Nataru bisa diprediksi berdasarkan data tahun-tahun sebelumnya. Berbasis data ini, pemerintah seharusnya bisa mengalkulasi stok bahan pangan yang harus tersedia agar mencukupi kebutuhan masyarakat dan memastikan distribusinya lancar sehingga tidak terjadi lonjakan harga.
Sayang, selama ini tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan produksi bahan pangan pokok agar ketika permintaan masyarakat tinggi seperti pada momen Nataru, cadangan dari produksi lokal sudah cukup. Justru Indonesia sangat tergantung pada impor pangan. Ketergantungan pada impor menjadikan Indonesia tidak memiliki ketahanan pangan sehingga ketika permintaan meningkat, tidak ada stok yang siap digunakan, melainkan harus impor terlebih dahulu. Impor juga butuh waktu untuk realisasi dan pengiriman sehingga kerap kali penyelesaian lonjakan harga karena kelangkaan barang berlangsung lambat.
Sejatinya, kenaikan harga kebutuhan pokok ini merupakan siklus yang terus berulang dan tidak menemui titik terang, mengapa? Karena saat ini ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi kapitalisme, pemerintah hanya fokus pada produksi namun abai pada faktor distribusi. Sistem ekonomi kapitalisme hanya mengejar keuntungan materi tanpa tau apakah masyarakat merata dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Di satu sisi pemerintah tidak memberikan solusi yang solutif, akhirnya lagi-lagi rakyat yang kelimpungan dalam memenuhi hajat hidupnya.
Hal ini sungguh jauh berbeda dengan Islam, Islam memandang ketersediaan pangan dan distribusi yang merata hingga sampai ke rumah-rumah rakyat merupakan tanggung jawab negara. Pandangan ini berdasar dari pemahaman bahwa penguasa adalah pengurus rakyat berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya imam (penguasa) adalah raa’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab terhadap (rakyat) yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).
Terkait produksi, negara Islam (Khilafah) akan meningkatkan produksi pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan rakyat sehingga menyelesaikan problem kelangkaan yang bisa menyebabkan lonjakan harga. Khalifah akan mewujudkan ketahanan pangan dengan memberikan dukungan penuh pada petani, peternak, dan industri dalam negeri untuk memproduksi pangan dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan masyarakat dan ada kelebihan sebagai cadangan pangan untuk kondisi darurat.
Khilafah juga memiliki struktur pemerintahan yang bertanggung jawab menegakkan keadilan dan melindungi hak publik, yang diwakili oleh lembaga qaadhi muhtasib atau hisbah. Tugas utama lembaga ini adalah mengawasi kegiatan publik, termasuk para pedagang dan pekerja. Tujuannya untuk memastikan bahwa mereka mematuhi hukum-hukum Islam dan mencegah praktik penipuan dalam perdagangan dan pekerjaan mereka. Mereka juga bertugas memberikan sanksi terhadap pelanggaran, seperti penggunaan timbangan atau takaran yang merugikan masyarakat.
Qaadhi muhtasib berperan penting dalam menjaga keadilan dalam praktik perdagangan dan mencegah kemungkaran, termasuk melarang praktik-praktik yang diharamkan, seperti riba, perjudian dan jual-beli dengan unsur gharar (ketakpastian), serta mencegah adanya persekongkolan antara penjual dan pembeli untuk menaikkan harga dengan cara yang tidak jujur (najasy).
Praktik penimbunan barang kebutuhan pokok dilarang dalam Islam karena dapat menyebabkan kenaikan harga yang tidak wajar. Penimbunan barang dapat mengganggu keseimbangan pasokan dan permintaan. Akibatnya, harga menjadi tidak terjangkau bagi masyarakat.
Selanjutnya, Islam melarang pemerintah untuk mematok harga barang dan jasa yang diperdagangkan oleh para pedagang. Dengan demikian, harga ditentukan oleh mekanisme pasar yang sehat tanpa intervensi pembatasan harga, baik batas bawah untuk menjaga agar tidak jatuh sehingga merugikan produsen, maupun batas atas untuk melindungi konsumen dari harga yang terlalu mahal.
Islam melarang praktik pemberian harga yang tidak wajar, baik terlalu tinggi yang dapat merugikan konsumen, maupun terlalu rendah, yang dapat merugikan pedagang lainnya.
Penipuan dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk industri makanan seperti industri roti, industri pakaian termasuk penenun dan penjahit, serta industri lainnya. Contoh penipuan dalam perdagangan pangan, sebagaimana yang ditemui oleh Nabi saw., adalah ketika pedagang menyembunyikan cacat dan menipu barang dagangan sehingga barang yang dijual terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Oleh karena itu, penipuan, pengkhianatan, dan penyembunyian cacat dalam produksi dan perdagangan harus dicegah.
Pemerintah memiliki peran penting dalam menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok. Salah satunya memberikan subsidi/bantuan bagi masyarakat kurang mampu. Pada masa Kekhalifahan Umar ra. pernah terjadi tahun paceklik (a’m ar-ramadah).
Peningkatan pasokan oleh pemerintah untuk menjamin ketersediaan barang dan keterjangkauan harga menjadi salah satu cara untuk menjaga agar harga pangan tetap terjangkau. Dalam kondisi produksi dalam negeri tidak mampu mencukupi permintaan dalam negeri yang berdampak pada mahalnya harga, maka pemerintah dapat melakukan pengadaan dari wilayah atau negara lain untuk mengatasi masalah tersebut.
Demikianlah tanggungjawab besar yang dipikul penguasa, maka butuh sistem dan sosok ahli yang mengampunya, bukan hanya berbekal pencitraan. Mari bersama wujudkan pemimpin amanah, yakni penguasa dalam sistem khilafah Islamiyah.
Wallhu a'lam bisshowab.

Posting Komentar