-->

Pemuda Muslim Pelopor Perubahan


Oleh : Asri

Pergerakan investor pasar modal di Sumatera Utara (Sumut) saat ini masih sangat terpusat di Kota Medan. Tercatat, dari total 774.576 investor di 33 kabupaten/kota, hampir sepertiganya atau 270.000 investor berasal dari Medan.
       
Hal ini disampaikan Kepala BEI Kantor Perwakilan Sumut, M Pintor Nasution, saat memaparkan perkembangan kinerja pasar modal di Sumut, Kamis (4/12/2025).
 
Setelah Medan, sebutnya, kontribusi investor disusul Deli Serdang, Binjai, dan Tebing Tinggi. Polanya serupa antara jumlah dan nilai aset, menunjukkan bahwa aktivitas pasar modal memang masih terkonsentrasi di kawasan inti perkotaan.
 
Dari total aset pasar modal di Sumut yang mencapai Rp9,82 triliun, sekitar Rp6,45 triliun atau 80,5 persen juga tersimpan di Medan.
 
Pintor menjelaskan profil investor Sumut kini semakin beragam, terutama dari sisi gender dan usia. Secara keseluruhan, 58,53 persen investor merupakan laki-laki. Kelompok laki-laki juga lebih dominan memilih saham sebagai instrumen investasi utama, sementara perempuan cenderung masuk melalui instrumen non-saham seperti reksa dana.
 
Dari sisi usia, kelompok Gen Z saat ini menjadi kontributor terbesar secara jumlah. Namun, besaran aset masih didominasi kalangan milenial yang secara pendapatan sudah lebih mapan. Kombinasi dua kelompok usia ini disebut Pintor sebagai motor utama peningkatan aktivitas pasar modal di Sumut.
 
Di tengah meningkatnya partisipasi investor, upaya edukasi turut digenjot sepanjang 2025. BEI Sumut menargetkan 426 kegiatan edukasi, namun realisasinya menembus 1.499 kegiatan.
 
Lonjakan ini menunjukkan minat masyarakat yang tinggi sekaligus keberhasilan BEI memperluas jangkauan literasi pasar modal.
 
Pertumbuhan edukasi tersebut juga ditopang pembukaan lima Galeri Investasi (GI) baru di Sumut. Dari jumlah itu, dua di antaranya berada di lingkungan pemerintah daerah, yakni Pemerintah Kabupaten Langkat dan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Kehadiran GI di instansi pemerintah dinilai membantu menjangkau audiens baru di wilayah administratif.
           
Kepemimpinan pemuda janganlah dimaknai sebatas kepemimpinan formal, misal menjadi pejabat publik dan BUMN, anggota dewan, ataupun pemimpin daerah. Jabatan-jabatan itu hanyalah dinamika aspirasi yang suatu saat bisa berubah. 

Kepemimpinan formal merupakan kelanjutan dari kepemimpinan kemanusiaan yang dilatih sejak muda. Masa muda adalah masa menempa diri, mentransformasi akal dari “pemuda” menjadi “manusia dewasa”.

Kepemimpinan pemuda lebih tepat dimaknai sebagai upaya pemuda untuk menemukan gagasan guna mematangkan akalnya melalui berbagai sarana khas pemuda. 

Dalam tataran praktis, kepemimpinan pemuda ini tampak pada kiprah mereka ikut dalam diskusi tentang berbagai wacana, memberi aspirasi berupa gagasan dan kritik pada isu-isu yang muncul di tengah masyarakat, juga aksi tindak menjalankan solusi atas persoalan. 

Dalam pendekatan pembangunan, kepemimpinan pemuda adalah pemberdayaan pemuda. Tentu saja, kiprah pemuda saat ini tidak bisa dipisahkan dari arus pembangunan global dan lokal negara. Ibarat ikan, tidak bisa dipisahkan dari kondisi air yang menjadi habitatnya. 

Jika kita lihat lebih dekat, kepemimpinan pemuda saat ini masih sewarna dengan arus globalisasi. Globalisasi menurut Dr. Mansor Fakih dalam bukunya, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, adalah pembangunan yang ditandai pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi, dan proses produksi dari berbagai perusahaan transnasional.

Globalisasi adalah neokolonialisme yang diciptakan kapitalisme untuk menjajah dunia, terutama negeri-negeri Islam pasca-Perang Dunia II. Prinsip ekonomi kapitalisme dengan modal sekecil-kecilnya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya telah membuat para kapitalis (pemilik modal) berusaha mencari bahan baku industri dan tenaga kerja termurah, serta menciptakan pasar yang besar dan dinamis.

Dalam mewujudkan ambisinya, para kapitalis telah membeli penguasa-penguasa di dunia ketiga yang mayoritas negeri-negeri muslim untuk membuat kebijakan yang melegalkan perampokan SDA dan menguasai SDM sebagai tenaga kerja murah. Langkah penjajahan ekonomi selalu disertai upaya pelemahan politik dan ideologi rakyat suatu negara.
            
Pemuda merupakan fase untuk memberi dan mencurahkan segenap tenaga dan kemampuan untuk memikul segala beban. Oleh karena itu, pemikul panji-panji dakwah dan risalah sejak terbitnya fajrul Islam adalah para pemuda. 

“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhannya, dan Kami beri mereka bimbingan lebih banyak lagi.” (QS Al-Kahfi: 13)

Islam memandang pemuda muslim sebagai orang yang memikul tugas berat dan kewajiban besar terhadap diri, agama, dan umatnya. Suatu kewajiban yang akan menyingkap eksistensinya dan mengoptimalkan potensi dirinya.

Syekh Al-Qaradhawi dalam Wajibu Syababul Muslimul Yaum (1988) menguraikan, ada empat amanah sebagai prioritas pemuda muslim bagi masa depan Islam, yakni (1) memahami Islam secara integral, (2) mengamalkan Islam, (3) mengajak orang lain berislam (berdakwah), dan (4) memiliki soliditas dan solidaritas.

Tuntutan Islam ini menjadi tanggung jawab negara Islam untuk mengoptimalkan potensi pemuda melalui pembangunan. Landasan pembangunan generasi akan bertumpu pada ideologi Islam, termasuk landasan dalam sistem pendidikan. Output pendidikan Islam akan menghasilkan generasi berkepribadian Islam serta menguasai ilmu dan teknologi yang berguna bagi kehidupan.

Kehidupan Islam akan melahirkan generasi hebat serta mampu tampil menjadi pemimpin peradaban mulia. Mereka tidak akan menyia-nyiakan masa mudanya dengan hanyut dalam kesenangan dunia yang semu.
          
Negara bersistem Islam akan membangun sistem penelitian dan pengembangan (litbang) yang dapat mewadahi riset-riset atau penelitian yang terintegrasi dengan negara dan perguruan tinggi. Semua dikendalikan dan dibiayai oleh negara. Teknologi yang dihasilkan semua berfokus pada urusan umat dan keamanan negara. 

Negara juga akan menggiring para talenta muda untuk bervisi politik, yaitu mengembalikan kehidupan Islam. Dengan demikian, dunia digital tidak lagi penuh dengan hal-hal yang nirfaedah, apalagi maksiat. Oleh karenanya, teknologi digital butuh kepemimpinan Islam agar umat tidak menjadi pasar atau buruh-buruh digital semata. 

Wallahu a'lam bi ash sawab.