Islam Menjaga Hutan
Oleh: Hamnah B. Lin
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) membeberkan asal muasal ribuan kayu gelondongan yang terbawa arus banjir bandang hingga longsor di wilayah Sumatra akhir November lalu. Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho mengatakan kayu-kayu tersebut bisa berasal dari berbagai sumber, termasuk pembalakan liar atau illegal logging. Beberapa di antaranya diduga dari pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, hingga penyalahgunaan Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT), dan illegal logging ( CNN, 01/12/2025 ).
Pulau Sumatra menjadi salah satu wilayah dengan kehilangan hutan terbesar di Indonesia pada 2024. Berdasarkan laporan Kementerian Kehutanan, luas deforestasi Sumatra 2024 mencapai 78.030,6 hektare. Angka itu 44,48 persen dari total deforestasi netto nasional yang sebesar 175.437,7 hektare. Angka ini juga menunjukkan tekanan terhadap kawasan hutan Sumatra masih cukup tinggi. Bila dilihat per provinsi, Riau menjadi daerah dengan tingkat kehilangan hutan terbesar. Pada 2024, provinsi tersebut mencatat deforestasi seluas 29.702,1 hektare, hampir setara 38 persen dari total deforestasi di Sumatra.
Urutan kedua ditempati oleh Aceh dengan deforestasi mencapai 11.208,5 hektare. Sementara itu, Jambi berada pada posisi ketiga dengan total kehilangan hutan seluas 8.290,6 hektare. Sumatra Utara menyusul dengan 7.034,9 hektare, dan Sumatra Barat sebesar 6.634,2 hektare. Kepulauan Bangka Belitung berada di bawahnya dengan luas deforestasi 5.664,1 ha. Tren deforestasi ini perlu menjadi perhatian khusus mengingat sebagian besar provinsi dengan kehilangan hutan terbesar juga tercatat sebagai wilayah yang mengalami banjir bandang.
Deforestasi adalah kegiatan penebangan hutan sehingga hutan dapat dialaih fungsikan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) deforestasi adalah kegiatan penebangan kayu komersial dalam skala besar. Pengalih fungsian hutan ini sangat masif di lakukan di Indonesia, dampaknya ketika hutan itu gundul salah satunya adalah banjir. Kita fahami bahwa bencana banjir ibarat agenda tahunan di negeri ini, setiap kali musim penghujan maka akan kita dapati pemberitaan banjir diberbagai daerah di Indonesia, termasuk bencana banjir di Sumatra pada akhir november ini.
Inilah yang terjadi, kapitalisasi hutan atas nama pengembangan komoditas untuk meraup pundi-pundi pendapatan daerah bahkan negara hanya menghasilkan eksplorasi bahan bakar fosil, pertambangan, perkebunan, peternakan dan ekspansi industri yang menghilangkan keseimbangan alam.
Kerusakan ini bukanlah terjadi sebab fenomena alam. Namun, hal ini disebabkan kesalahan dalam tata kelola hutan pemerintah kini yang telah menjalankan dua perannya sekaligus, yaitu, menjadi penguasa sekaligus pengusaha. Kerakusan mereka sungguh luar biasa.
Berbeda ketika aturan Islam yakni Khilafah Islamiyah, dalam hal pemanfaatan hutan Islam memiliki rambu-rambu yang mampu memberikan keadilan dalam pemanfaatan hutan. Di antaranya yaitu:
Pertama, Islam memiliki sistem pemerintahan khilafah yang dipimpin oleh seorang imamah/khalifah. Dengan kapabilitas yang mumpuni karakternya yaitu, memiliki mafhum ra’awiyah atau kesadaran pemimpin bahwa tugasnya untuk melayani rakyat bukan untuk melayani kepentingan usaha pribadinya sendiri.
Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Bukhari)
Kedua, produk hukum yang ramah lingkungan. Sebab dalam Islam, Allah SWT adalah pemilik seluruh alam semesta dan berkuasa menjadikan apa-apa yang di Bumi untuk menunjang kehidupan manusia.
Allah SWT berfirman:
“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di Bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 29)
Dalam peruntukkannya, hutan termasuk harta kepemilikan umat (sumber daya alam). Pemanfaatan SDA harus digunakan secara berserikat. Sehingga, tidak dapat dikuasai oleh pengusaha local, asing atau swastanisasi oleh oligarki.
Rasulullah SAW bersabda:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api, harganya adalah haram” (HR. Ibnu Majah)
Oleh karena itu, hutan adalah bagian dari milik umum yang seharusnya mudah untuk di akses oleh umat kemudian tugas penguasa sekadar mengawasi pemanfaatn lahan tersebut agar tidak membahayakan (dharar).
Ketiga, masyarakat disadarkan dengan pembiasan dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Keempat, pemberian sanksi yang tegas bagi perusak lingkungan.
Demikianlah ketika kehidupan kita tetap diatur oleh sistem kapitalisme, maka kerusakan alam dan manusia adalah sebuah keniscayaan. Saatnya kembali kepada Islam sebagai agama sekaligus aturan yang sempurna bagi seluruh manusia.
Allahu a'lam.

Posting Komentar