-->

Pengangguran Meningkat, Akar Persoalannya Sistemik


By: Hasna Hanan

JAKARTA, KOMPAS.com - International Monetary Fund (IMF) melaporkan Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara enam negara Asia Tenggara pada tahun 2024. Peringkat pengangguran Indonesia tersebut merujuk laporan World Economic Outlook April 2024.

Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran mencapai 5,2 persen per April 2024 dan bila dibandingkan tahun sebelumnya, angka pengangguran itu hanya turun 0,1 persen dari 5,3 persen pada 2023. 

Sementara seluruh penduduk Indonesia, terdiri dari angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja, diketahui sebanyak 279,96 juta orang. 

Dikutip dalam laman Jakarta, CNBC Indonesia - bahwa ternyata gelar sarjana yang dulu dipuja, dan dianggap sebagai pintu menuju masa depan cerah, kenyataan sekarang di lapangan berkata lain. Makin banyak lulusan universitas di Indonesia justru masuk dalam lingkaran pengangguran, menunggu tanpa kepastian, di tengah pasar kerja yang kian selektif dan jenuh.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren yang mencemaskan. Pada 2014, jumlah penganggur bergelar sarjana tercatat sebanyak 495.143 orang. Angka ini melonjak drastis menjadi 981.203 orang pada 2020, dan meski sempat turun menjadi 842.378 orang di 2024, jumlah tersebut tetap tergolong tinggi.

Fakta-fakta diatas menunjukkan bahwa persoalan pengangguran dan ketersediaan lapangan pekerjaan masih menjadi persoalan yang tidak akan pernah ada solusi, ketika landasan dalam memecahkan problematika tersebut dengan sistem kapitalisme sekuler.

Akar Persoalan Pengangguran 

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengatasi problem pengangguran, antara satu departemen kementrian bekerja sama dengan departemen kementrian yang lainnya, tetapi ujungnya pengangguran juga masih tinggi, ditambah sebagian dari anak bangsa akhirnya memilih "kabur aja", padahal mereka adalah para pemuda yang cinta negri tapi tak dihargai hasil karyanya dalam negeri.

Sistem ini telah menjadikan negara lepas tangan terhadap tanggung jawabnya untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya, justru industri kerja diserahkan kepada pihak swasta untuk mengelolanya sesuai dengan standar mereka, pelatihan-pelatihan yang disediakan bagi para calon pekerja ternyata masih belum memenuhi kebutuhan untuk menyerap tenaga kerja mendapatkan lapangan pekerjaan yang sesuai dan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Selain itu, kasus PHK juga meningkat sebesar 20,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Artinya validitas klaim pemerintah yang mengatakan bahwa industri manufaktur berhasil menyerap lebih dari 1 juta tenaga kerja sepanjang 2024. itu sangat meragukan. Belum lagi klaim-klaim yang lainnya mulai dari Bank Emas yang katanya akan membuka lapangan pekerjaan tetapi sama sekali tidak terbukti, hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang katanya mampu menyerap banyak tenaga kerja tetapi jauh panggang dari api. Termasuk juga Danantara yang diklaim bakal mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi nyatanya hanya mendorong efisiensi tanpa kendali. 

Ditambah juga dengan fenomena banyaknya sarjana yang akhirnya terpaksa bekerja di sektor informal sebagai supir, pramukantor, pengasuh bayi hingga pembantu rumah tangga  menjadi bukti bahwa masalah utamanya bukan soal skill dan rendahnya daya juang. Melainkan karena lapangan pekerjaannya memang tidak ada. Kalaupun pekerjaan itu ada, jumlahnya sangat tidak berimbang dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia.

Kapitalisme sekulerlah  penyebab utama yang menjadikan industri-industri itu ada di tangan swasta, sehingga fokusnya bukan kesejahteraan pekerja melainkan profit perusahaan. Perusahaan swasta akan dengan mudah melakukan PHK demi profit yang lebih banyak. Di sisi lain, mereka juga bebas merekrut Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tidak bisa dihentikan oleh pemerintah menjadi salah satu faktor  pengangguran makin marak dan tidak bisa dicegah oleh negara.

Selain itu ekonomi yang bertumpu pada sektor nonriil. telah menjadikan uang  sebagai komoditas, seperti bursa efek dan saham, perbankan sistem ribawi, maupun asuransi, yang hanya memperkaya pemilik modal, akibatnya  tidak menciptakan lapangan pekerjaan secara nyata. Miris, negara hanya fokus pada pencapaian di sektor nonriil ini, sektor ekonomi riil seperti pertanian, perikanan, dan industri berat yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja, akhirnya dipandang sebelah mata.

Islam Solusi Pengangguran 

Islam telah mewajibkan kepada para lelaki dewasa yang sehat dan mampu, untuk bekerja. Konsekuensinya adalah wajib bagi negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan, baik dengan  memberikan modal usaha maupun sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Negara juga semestinya membekali rakyat dengan ilmu dan keahlian melalui penerapan sistem pendidikan.

Sebagai raa’in atau pengurus rakyat. Wajib bagi pemimpin untuk senantiasa memperhatikan kondisi rakyat dan mengatur mereka hanya dengan syariat Islam.
Ada banyak langkah yang bisa Khilafah tempuh dalam menciptakan lapangan pekerjaan, di antaranya dengan meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor riil seperti pertanian, kehutanan, kelautan, dan pertambangan. Di sektor pertanian, negara dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama tiga tahun untuk diberikan kepada individu rakyat yang mampu mengelolanya namun sebelumnya tidak memiliki lahan. Di sektor industri, negara bisa mengembangkan industri alat-alat (penghasil mesin) yang mendorong tumbuhnya industri-industri lain.

Yang harus menjadi perhatian, negara tidak boleh sama sekali mengembangkan bahkan melirik  sektor nonriil karena selain haram, sektor ini juga menyebabkan beredarnya uang hanya di antara orang kaya serta menyebabkan ekonomi labil. Yang tidak kalah penting, penerapan syariat Islam secara kaffah oleh negara akan menciptakan iklim investasi dan usaha yang sehat dan bertumbuh karena ditopang oleh birokrasi yang sederhana, namun efektif dan bebas pajak. Dengan begitu, pengangguran tidak akan mendapatkan tempat di dalam sistem Islam.

Semua hanyalah mimpi jika kita masih berharap dari sistem ini. Tidak ada cara lain untuk mengatasi pengangguran kecuali dengan mencampakkan sistem kapitalisme, kemudian bersegera menerapkan sistem Islam dalam kehidupan. Wallahualam bissawab.