-->

Generasi Muda Takut Nikah, Buah Pahit Kapitalisme


Oleh : Wida Nusaibah, Pemerhati Masalah Sosial

"Marriage is scary" menjadi istilah viral di kalangan generasi. Istilah tersebut menggambarkan ketakutan besar akan sebuah ikatan pernikahan. Padahal, sebelumnya sudah menjadi opini umum, pernikahan merupakan sebuah ibadah yang menyenangkan, ikatan suci dan sakral di dalamnya akan menemukan sebuah kehidupan bahagia bersama orang yang dicintai. 

Kini, pernikahan yang suci justru menjadi momok bagi generasi. Mereka takut akan menambah beban ekonomi, takut dikhianati, takut berkonflik dengan mertua dan sebagainya. Semua ketakutan tersebut banyak dipicu oleh segala informasi yang mereka terima dari media sosial. 

Lebih baik tidak nikah daripada hidup miskin. Pernyataan itu banyak diungkapkan oleh generasi muda di media sosial. Hal itu menunjukkan generasi muda lebih takut miskin daripada takut tidak menikah. Ya, generasi muda cenderung menilai kestabilan atau kemapanan ekonomi lebih penting daripada segera menikah. Padahal, miskin dan menikah merupakan dua hal yang berbeda dan tidak saling berkaitan satu sama lain. 

Begitulah hasil didikan sistem kapitalis sekuler saat ini. Orientasi kehidupannya kepada pencapaian materi semata. Gaya hidup hedon, konsumtif, dan materialis pun tak dapat dielakkan. Seseorang dianggap berhasil dan sukses ketika sudah berhasil mencapai target-target materi, seperti sudah memiliki kendaraan pribadi, memiliki rumah sendiri, pekerjaan tetap dan sebagainya.

Ketakutan tersebut diperparah dengan fakta di lapangan terkait mahalnya biaya kehidupan. Sebut saja kenaikan harga kebutuhan pokok seperti sembako, rumah, pendidikan, hingga kesehatan. Di tambah lagi susahnya mencari pekerjaan layak akibat ketatnya persaingan dan rendahnya upah kerja yang tak sebanding dengan harga-harga kebutuhan. 

Paradigma kehidupan kapitalis memberikan gambaran betapa sulitnya kehidupan apalagi setelah setelah menikah. Akhirnya, generasi muda maju mundur atau bahkan lebih memilih untuk menunda pernikahan. Sayangnya, kebanyakan mereka takut nikah, tetapi tidak takut zina. Astaghfirullah!

Akidah kapitalis adalah sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Tak ayal, generasi muda pun banyak yang berperilaku sekuler, yakni tidak mau diatur oleh agama. Kebebasan individu yang diagungkan dalam sistem rusak kapitalis turut memperparah kondisi generasi muda. Fitrah manusia dalam menyukai lawan jenis pun disalurkan dengan cara yang salah, yakni melalui zina. Nikah yang dianjurkan mereka takut, sedangkan zina yang dilarang justru banyak dilakukan akibat kebebasan berprilaku. 

Ditambah lagi, lemahnya peran negara yang tidak mampu menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat. Tak heran, setiap individu rakyat harus memikul sendiri beban berat kehidupan ini akibat negara yang cenderung lepas tangan terhadap pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Inilah buah pahit kapitalisme.

Islam Menganjurkan Pernikahan 
Banyak sekali dalil-dalil yang menjelaskan terkait keutamaan menikah dan larangan "tabattul", yakni meninggalkan urusan pernikahan meskipun tujuannya untuk hidup zuhud dan ibadah seperti para rahib dan pendeta. 

Sebagaimana dalam hadis dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ’anhu, ia berkata, “Rasulullah SAW melarang Utsman bin Mazh’un untuk melakukan tabattul. Andaikan tabattul dibolehkan, sungguh kami akan melakukan kebiri” (HR. Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402).

Oleh karena itu, negara Islam (Khilafah) akan berupaya agar perintah dan larangan Allah tersebut dapat terwujud. Dengan sistem ekonomi Islam, Khilafah akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat hingga tataran individu dan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat. 

Pengelolaan sumber daya alam dan harta milik umum oleh negara, tidak diserahkan kepada perusahaan baik individu maupun asing. Hasilnya akan dikembalikan demi kesejahteraan rakyat. Dengan begitu, masyarakat tidak akan tertekan akibat biaya hidup tinggi. Sebab, kebutuhan dasar seperti pangan, papan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan keamanan telah dipenuhi oleh negara, bukan dibebankan kepada individu rakyat. 

Melalui sistem pendidikan Islam akan terbentuk individu-individu bertakwa yang berkepribadian Islam. Mereka tidak mudah tergoda untuk pamer, hidup hedon, maupun materialis. Mereka justru menjadi penyelamat umat dengan pemahaman yang ditanamkan melalui pendidikan berbasis akidah Islam.

Generasi akan memahami keutamaan pernikahan yakni untuk ibadah sebagai ladang kebaikan dan untuk melanjutkan keturunan. Mereka tidak akan memandangnya sebagai beban. 

Begitulah ketika masyarakat telah memiliki pemahaman, perasaan, interaksi, dan aturan yang sama, yakni Islam. Semua akan bersinergi untuk saling mendorong dalam ketakwaan dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Negara menjadi pilar utama agar syariat Islam dapat diterapkan secara sempurna, sehingga kehidupan seluruh manusia penuh berkah. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur’an surah al-A’raf ayat 96 yang artinya, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.[]